Hari ini sudah hari kedua aku mengurung diriku di kamar. Tak ada seorang pun di rumah ini yang berhasil membuatku keluar kamar dan kembali melihat dunia luar sejak hari itu.
Banyak orang yang mengkhawatirkanku setelah mendengar kabar bahwa aku tidak lolos. Aku membalas mereka dengan mengatakan bahwa aku baik-baik saja agar mereka tenang.
Meskipun mengurung diri, makan, mandi, dan tidurku tetap teratur. Aku masih membuka sosial media dan menonton video hingga film melalui platform youtube maupun netflix namun semuanya mengarah ke pembunuhan.
Keputusasaan yang menyelimutiku tetap tidak mereda apalagi hilang. Semuanya masih membekas di sana dan aku masih ingat detailnya dengan jelas. Semuanya terlalu cepat dan tiba-tiba untuk dimengerti.
Aku coba membaca ulang buku-buku motivasi yang dulu kuberikan pada Freya, sebagai media hiburanku. Namun hasilnya sama saja, aku tidak bisa memercayai kata-kata seperti itu lagi. Aku tidak bisa percaya dengan saran dan prasangka seseorang mengenai waktu hingga kesuksesan.
Ponselku bergetar, sebuah pesan dari Ibu muncul di bagian atas tepat di bawah kamera.
< Ibu
Makananmu sudah diantar bibi. Jangan lupa dimakan.
Kami mau ke resepsi pernikahan kolega Ayah, mau ikut?
Tanpa mempertimbangkan lebih jauh ajakan Ibu, aku segera mengetikkan jawaban yang sudah mereka duga.
<Ibu
Tidak, aku pergi ke luar sendiri saja nanti siang.
send.
Aku beranjak dari tempat tidur untuk mengambil makanan yang sudah ditaruh di depan pintu kamar oleh bibi sesuai instruksi Ibu.
Seusai makan, aku bersiap-siap untuk ke luar rumah. Sebelum itu, aku ke dapur untuk cuci piring kotorku lalu beranjak menuju garasi dan memakai sepatu.
< Ibu
Bu, aku mau ke asrama untuk bawa pulang sisa barangnya.
Setelah berpamitan bertepatan dengan sopir ojek online ku tiba di depan pagar rumah. Sekitar 10 menit, kami tiba di stasiun. Aku masuk dan langsung menuju peron sesuai rute keretaku.
Setelah 40 menit perjalanan, aku tiba di asrama. Aku sengaja memutuskan untuk datang hari ini karena kamungkinan asrama sudah sepi mengingat sekarang sedang dilangsungkan babak final.
Namun perkiraanku salah, ada tiga orang teman satu timku yang bertemu di lobi.
"You ok? how was your day, bro?" tanya seorang dari ketiganya.
Aku membalasnya sembari pura-pura tersenyum, "ya, i'm totally fine. Pernah dengar saya kenapa-kenapa?"
Mereka bertiga menahan tawa dan ada juga yang tersenyum sinis dengan maksud mengejek persis dengan perkataan salah seorang lainnya.
"Hey, look at you bro. Kau itu over confident, kau juga yang jatuh."
Aku membeku di tempat seketika. Lidahku kelu, dan mataku mengerjap dua kali layaknya orang bodoh.
"Chill.. that's a joke."
Lalu ketiganya melengang pergi tanpa merasa bersalah bahkan terus membicarakanku. Mereka terus mengolok-olokku hingga akhirnya hilang dari ujung koridor.

KAMU SEDANG MEMBACA
24/30 : The Key
Fantasy[Fantasy | Romance] "They're not supossed to be together, i said." Siswa pintar yang depresi, merasa sangat terbantu dengan kehadiran orang yang mengaku berasal dari masa lalu. Namun, Bagaimana jika ternyata takdir menyatukan mereka sebagai bentuk k...