t h r o w b a c k; 2 years ago

239 175 303
                                    

Seorang remaja laki-laki berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit. Ia sudah sangat hafal dengan seluk-beluk lorong di sini.

Setibanya di depan pintu bertuliskan tiga nomor "708" ia membukanya dengan terburu-buru tanpa mengetuk. Kehadirannya mengejutkan orang-orang yang ada di ruang rawat inap tersebut.

"Veen kenapa?" tanya remaja itu.

Salah seorang perawat segera menghampirinya dan berkata, "tadi sempat tak bernapas, Rhi. Namun sekarang ia sudah baik-baik saja."

Remaja laki-laki itu terduduk lemas di sofa sebelah ranjang.

"Apa dia bisa sembuh?" tanya remaja itu pasrah.

Tiba-tiba seorang laki-laki paruh baya bersama seorang anak kecil di sampingnya masuk ke ruangan itu.

"Permisi, ini ruang rawat Kenandra Veen?" tanya pria itu.

Rhi beserta perawat itu mengangguk.

"Anda siapa, ya?" Tanya Rhi sembari menatap keduanya bergantian.

Lelaki itupun memperkenalkan diri berikut anaknya. Ia adalah Ayah dari teman sekolah Veen dulu.

Anak kecil itupun segera menghampiri Rhi dan memberinya sebuah surat.

"Kak, itu surat dari Veen untuk kakak yang tertinggal di lokernya. Sepertinya ia lupa mau memberikannya ke kakak."

Rhi tetap menerimanya dan tersenyum meskipun ragu.

Lalu anak kecil itu lari mengitari ranjang Veen dan duduk di kursi di sebelah kanan ranjangnya.

"Veen, cepat sembuh, ya. Kalau kau seperti ini terus, kapan akan mengikuti olimpiade bersamaku? Kita pasti menang, Veen."

🍂

Di hari-hari berikutnya, Rhi tak henti-hentinya berlari menuju ruangan itu setelah mendapat kabar bahwa adiknya kritis lagi.

Veen yang terbaring lemas di hadapan Rhi didiagnosa mengidap neuroblastoma atau kanker saraf sejak setahun terakhir. Menurut hipotesis dokter, ia hanya bisa bertahan paling lama dua tahun.

Namun menurut dokter, kritis hari ini adalah yang paling lama dan mengkhawatirkan.

"Rhi, bisakah kau ikut denganku sebentar?" tanya dokter yang memeriksa Veen dari dekat pintu.

Rhi menatap tiga anggota keluarga lainnya secara bergantian, meminta izin. Lalu ia melangkah keluar ruangan bersama sang dokter.

Setibanya di ujung koridor, sang dokter berbalik sehingga mereka berhadapan.

Ia menyerahkan dua lembar kertas kepada Rhi. Kertas itu berisikan coretan angka dari pensil.

"Selama ini Veen memintaku untuk merahasiakannya darimu."

Rhi melihat kertas coret-coretan tersebut dan langsung paham apa maksudnya. Ini sangat berkaitan dengan surat yang ia tulis untuknya.

Kak, apakah menang lomba itu sulit?

Namun sepertinya ia belum selesai menulisnya. Kalimatnya seperti menggantung.

"Ia meminta perawatnya untuk membelikan buku kumpulan soal olimpiade matematika. Setiap hari ia belajar minimal setengah jam untuk olimpiade yang akan diselenggarakan tanggal delapan belas."

Rhi terkejut. Terlihat jelas dari matanya yang membulat menatap sang dokter.

"Delapan belas? berarti.."

"Iya, besok," jawab dokter itu dengan nada resah.

Ia melanjutkan, "aku khawatir agenda belajarnya itu membuat keadaannya kritis seperti ini."

Rhi menatap dokter itu sama resahnya.

"Kumohon kalian berempat menginap di rumah sakit malam ini."

🍂

Ayah, Ibu, dan Rhi terbangun ketika mendengar bunyi nyaring dari mesin bedside monitor.

Ayah segera memanggil dokter dan perawat melalui sebuah alat yang tertempel di dinding ruangan Veen. Sedangkan Rhi berusaha membangunkan Freya, adik perempuannya.

Air mata kedua orang tua Rhi sudah tak terbendung setelah mendapati tak ada grafik yang terlihat di mesin itu. Semua garis lurusnya mendatar.

Setibanya dokter dan para perawat, mereka berempat diharuskan menunggu di luar agar lebih kondusif.

Tiba-tiba seseorang bersetelan jas putih membuka pintu ruang rawat inap Veen dari dalam.

"Maaf, kami sudah melakukan yang terbaik namun Kenandra Veen tak tertolong."

-He leaves us two hours before the competition







============
Haiii! maaf lama ga aktif karena sibuk dengan kegiatan lain.
See you on next chapter!
Click the star bottom to vote and your comment are also needed
Thanks-
🥀

24/30 : The KeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang