"Pagi, anak-anak.", suara tegas Pak Ridwan yang killer bergema di aula sekolah.
'Tap, tap, tap', langkah kakinya membuat anak-anak secara instan membeku di tempat.
...
Aula 100% sunyi, efek dari keberadaan Pak Ridwan yang secara otomatis bikin sekujur tubuh lo beku dan tenggorokan lo kering.
"Ekhem.", lanjut Pak Ridwan dengan muka klasiknya, idung naik, dahi berkerut, mata ditutup, mulut rapet.
"Pagi, pak..", jawab murid-murid, peka pada sinyal Pak Ridwan.
"Kumpulkan PR ke depan. Sekarang."
Murid-murid langsung bergegas tanpa suara. Aula bener-bener sunyi, serius, sangat sunyi sampe gue yakin lu bisa denger bunyi jarum jatoh.
Gue nengok dan ngangguk ke Chika. Yap, gue dan Chika akan pura-pura ngumpulin PR.
Dengan gesit gue berdua Chika jalan cepet ke meja kayu depan aula.
'Ayo, Di. Udah, jangan takut. Pak Ridwan gak akan sadar, kok. Yak! Itu dia, meja udah deket depan mata lo. Nah, oke! Udah sekarang tinggal pura-pura taro kerta--'
"Ini yang berdua ini, ngapain kalian?", omongan Pak Ridwan bikin gue dan Chika tersentak kaget.
"Ng-ngumpulin PR, pak.", jawab Chika, gugup.
"I-iya.", sambung gue.
"Oh.", kata Pak Ridwan
Fiuh, untung a--
"Tolong kalian berdua langsung kumpulkan ke bapak, disini. Mana? PR kalian?", tantang Pak Ridwan, tatapan matanya woah serius gue yakin kalo barusan matanya nunjukin emosi haus darah.
Gue dan Chika liat-liatan.
"Berani bohong sama bapak? Berarti berani kena hukuman. Silahkan, berdiri di depan aula selama jam pelajaran, buatkan bapak kopi panas dan.."
Astaga! Itu udah banyak kenapa harus pake 'dan' lagi?!
"Hmm.. Kalian boleh pilih. Nilai Pr kalian bapak kosongi dan kalian bapak tulis alpa di absen hari ini ATAU,", jeda tarik nafas, "kalian bersihkan toilet perempuan lantai 1 setelah pulang sekolah."
HAH. TOILET PEREMPUAN LANTAI 1?! ITU KAN.. ITU TOILET YANG POPULER KARENA KEKOTORANNYA YANG BIKIN IDUNG DAN KEPALA LO GAK BERFUNGSI DENGAN BAIK SELAMA 20 MENIT.
Gue liat-liatan lagi sama Chika (liat-liatan mulu ya, ckckck) dan hela nafas. Nilai gue dan Chika emang gak bagus. Apa boleh buat?
Gue dan Chika berdiri di depan aula.
Gue liat Pak Ridwan mulai ngajar dan gue hela nafas, oke, gue pasti bisa lakuin ini. Cuma berdiri aja kok, abis ini bikin kopi panas. Udah, itu aja.
Ash.. Apa ini.. Kenapa idung gue kerasa gak enak.. Oh iya. Gue flu.
Tenang Di, lo tinggal buang ingus aja. Udah gampang kan! Nah sekarang tinggal ambil tissue di kantong lo dan--
Gue gak ada tissue.
Astaga.
Kampret.
"Hacheeeeu!", bersin gue.
Mendadak semuanya merhatiin gue.
Gue sekarang sadar, kalo ingus keluar dari idung gue. Ijo, kentel, banyak.
Mungkin kalo yang di posisi ini bukan gue, gue akan ketawa terbahak-bahak, tapi.. Ah sudahlah.
'Best day ever'.
-
Bersihin toilet, 'yey'.
Udah klosetnya parah dan banyak lumutnya, tiba-tiba Chika bikin tambah susah karena klosetnya sekarang dihiasin muntahannya. Padahal itukan kloset terakhir!
Tapi syukurlah, karena merasa bersalah, jadi dia yang bersihin.
"Ah, yaudah maap, gue tanggung jawab! Huf, biar gue yang bersihin!", katanya, sambil senyum jijik.
Akhirnya gue bersihin jendela toilet.
Gak buruk rupa banget kok jendelanya, hmm kalo dipikirin mungkin selesainya cuma 10 menit.
Selama bersihin jendela, tanpa sengaja gue jadi merhatiin anak-anak ekskul basket yang biasa pulang sore si hari Kamis. Hmmph.
Ada Budi disitu.
Oke, gue tau apa yang lo lo pada pembaca pikirin, pasti kira-kira begini:
"Budi? Yang sering muncul di buku B. Indo?"
"Budi temennya Santi dan Ani?"
"Yaelah, Budi lagi Budi lagi."
Mmf tapi yeah, namanya emang Budi.
Budi sahabat gue dari kelas 7, hubungan persahabatan gue dan dia bahkan lebih deket daripada persahabatan gue dan Chika.
Tapi, semuanya selesai gara-gara hari itu.
Gue inget banget pagi itu. Pengambilan rapot kelas 8 semester 2.
Nyokap gue ngambil rapot di kelas gue dan gue jalan berdua sama Chika. Seperti biasa, kaya pengambilan rapot biasanya, gue gugup.
Tiba-tiba Budi nyolek bahu gue dan bilang, "Di! Deg-degan ga lo?".
Gue udah buka mulut siap-siap ngomong tapi tiba-tiba dateng Tito, temen Budi, nyela percakapan gue dan Budi.
"Eh, Diandra. Budi kan suka sama lo! Hahahaha. Udah tau kan? Lu terima tembakannya gak?", katanya sambil ketawa-tawa.
Gue syok berat. Budi? Suka sama gue? Nembak?
Tanpa pikir panjang gue balik kanan dan kabur lari ninggalin Budi, Tito dan Chika.
Sejak hari itu, gue gak pernah ngobrol lagi sama Budi. Karena kejadian canggung itu dan juga karena gue dan dia emang udah gak sekelas lagi.
"Diandra! Jangan bengong! Awas lu kesambet!", teriak Chika.
Astaga, udah berapa lama gue bengong.
"Di, lo kenapa? Kok beng--", tiba-tiba Chika berhenti ngomong dan nengok ke luar jendela ngikut arah pandang gue.
"Eh ciee, ngeliatin Budi!", kata Chika dengan semangat, "HAH! JANGAN-JANGAN LO SUKA YAAAA!!!".
"Eh? Hah? Nggak.", jawab gue panik.
Jomblo Problem #3 kalo lu ketangkep ngeliatin lawan jenis, gak peduli sebenernya lo suka atau gak, walau emang ngeliatin atau kebetulan lagi liat, lu pasti disangka naksir.
Gue hela nafas. Flashback tadi bikin ngedown juga sebenernya. Bayangin aja, orang yang dulunya lo kenal banget, sampe lo hapal jadwal-jadwal kesehariannya, sampe uang jajannya sehari berapa lo tau, bahasa geraknya apal, tiba-tiba cuma jadi orang yang lo sapa kalo lewat di tempat yang sama.
Chika akhirnya nyadar dan dia ubah topik, "Pulang, yuk. Toiletnya udah bersih, kan?".
"Hmm? Iya.", jawab gue sambil senyum.
Tweet of the Chapter, "Mending malu-maluin atau ngedown gara-gara flashback?"
A/N yeaahhhh, chapter kali ini panjaaaang... Enjoy!
damnitsnathan.wattpad 2014
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue #JoPi
HumorNyeritain tentang Diandra, si 'jopi' yang emang selalu hepi. ..Tapi apa iya? "Apapun yang terjadi, gue bakal tetep jadi Jomblo Hepi." -Dee