I Decide [2]

207 49 16
                                    

"Kak Jimin? Sejak kapan di sini? Mau apa pula ke sini?" tanya Yuna.

"Nasihat-nasihat yang telah diberikan orang lain bagai angin lalu bagimu, sama seperti kehadiranku yang tidak kau sadari ini. Kau asyik dengan duniamu, sampai-sampai tidak tahu akibat dari perbuatanmu," ujar Jimin.


"Memangnya, apa akibat dari perbuatanku?" tanya Yuna dengan konyolnya.

Jimin menyondongkan tubuhnya ke arah Yuna, lalu menoyor kening gadis itu menggunakan jari telunjuk.

"Bodoh! Kau bahkan tidak memedulikan kondisi tubuhmu yang kelelahan karena dipaksa beraktivitas ketika semestinya istirahat. Lihatlah badanmu! Kau makan atau tidak, sih?" omel Jimin.

"Tentu saja aku makan! Memangnya, Kak Jimin peduli apa, sih? Kenapa justru sok-sokan menghakimiku?"

"Huh! Selain pribadi yang keras kepala, rupanya kau juga tidak peka," lirih Jimin sambil merubah posisi duduknya menjadi lebih santai.

"Maaf? Aku tidak mendengarmu, Kak! Ucapkan lebih keras jika kau bicara padaku!" tutur Yuna.

"Haha ... bolot!"

"APA?"

===

Jongho menoleh ke sekitar halaman kampus ketika hari sudah semakin sore. Ia sudah menunggu sang Kakak sekitar tiga jam lebih, tetapi sampai sore pun tidak kunjung terlihat batang hidungnya. Yuna tak pernah mau mengambil kelas malam. Aneh juga karena nomer ponselnya tak dapat dihubungi.

"Tumben sekali! Tidak biasanya Kak Yuna begini," gumam Jongho sambil terus mengirim spam pesan pada Yuna.

"Kasihan sekali Yuna!"

"Seharusnya, ia bisa lebih meluangkan waktunya untuk istirahat!"

"Iya. Bagaimana dia bisa bertahan di perpustakaan sepanjang hari?"

"Dia anak yang rajin! Aku tidak heran kenapa dia selalu jadi yang pertama."

Jongho diam-diam memerhatikan beberapa gadis yang lewat di depannya. Ngomong-ngomong, posisi Jongho ada di parkiran. Ia memang kerap mendengar pembicaraan para manusia di universitas yang topik mereka hanya seputar Kakaknya, gadis yang populer karena otaknya bagaikan mesin.

Tak menghiraukan ponsel Yuna yang susah dihubungi, akhirnya Jongho berjalan menuju perpustakaan. Siapa tahu gadis itu ada di sana.

"I got you!" gumam Jongho ketika mendapati Yuna yang menidurkan kepalanya di atas buku yang berserak di meja. "Untung tidak sampai ngiler. Jika iya, dia mungkin akan uring-uringan karena ini semua adalah buku tugasnya. Huh!"

Jongho segera mengguncang tubuh Yuna dan sesekali memanggil nama gadis itu bermaksud membangunkan. Namun, sebuah tepukan di bahu dan isyarat seorang lelaki menahannya.

"Biarkan saja! Dia butuh istirahat," ujarnya, Jimin. "Biar aku yang bawa dia ke mobilku. Kau bereskan saja bukunya, ya!"

"Oke."

Jongho menghela napas sambil menatapi tubuh Kakaknya yang digendong pemuda Park itu. Selain keras kepala, ia menyusahkan juga rupanya. Sekarang, tinggallah Jongho dengan banyaknya buku yang berserakan di atas meja perpustakaan.

OUR SECRET >> ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang