Tuhan yang maha kuasa atas segala hal yang ia ciptakan didunia ini, begitu cinta diantara manusia. Bagi sebagian mereka, menilai bahwa mencintai sesesama jenis adalah sebuah kesalahan. Bahkan tak ragu bagi mereka untuk menyudutkannya, namun bagi sebagian yang lain, cinta tetaplah cinta tanpa memandang gender diantara mereka. Jika tidak untuk bersatu, mengapa Tuhan menumbuhkan rasa ini?
Hari berlalu, Bright meminta Boss untuk membawa Win tinggal di kondominiumnya setelah Dokter mengizinkan untuk meninggalkan Rumah Sakit. Bright tak ingin sesuatu yang lebih buruk terjadi, ia sadar tak akan kuat melawan Ayahnya. Kini ia berpikir untuk mengikuti kehendak orang tuanya, ia sedikit mengkesampingkan perasaannya pada Win. Ia menghabiskan waktunya dikantor, sesekali ia akan menelpon Boss untuk memastikan keadaan Win. Terkadang air matanya mengalir perlahan saat merenungi kisah ini. Namun ia harus tegar untuk Win.
Sejak hari pertama Win siuman, tak banyak kata ia ucapkan bahkan tentang Bright. Boss juga tak memaksanya untuk berbicara banyak. Pandangannya selalu terlihat kosong, matanya luruh memandang kedepan. Wajah pucatnya menyiratkan keraguan untuk terus melangkah, tekad yang telah ia bangun dengan pondasi kepercayaannya pada Bright mulai terkikis. Meski demikian, hatinya memberontak, ia ingin tetap mencintai Bright dan menghabiskan waktu bersama.
Ini hari pertama Win meninggalkan rumah sakit. Perban kecil masih menempel dibagian tertentu tubuhnya. Kakinya menapak jalanan, tapi ia enggan menatap matahari pagi yang indah & hangat, ia tak mampu. Dengan sedikit tergopoh, ia membenamkan tubuhnya kedalam mobil Boss. Handphonenya terus berdering setelah ia menyalakannya beberapa menit lalu, ia tak menyentuhnya. Setibanya di kondominium Boss, Win segera mengistirahatkan tubuhnya. Pandangannya masih hampa tanpa isyarat.
"Boss, apakah cintaku terlalu mengganggu mereka?"
Boss terjekut mendengar pertanyaan Win barusan
Ia segera menghampiri Win dan membenamkan pantatnya dipinggir matras untuk mendengarkan ucapan Win.
"Aku mencintai Bright tanpa alasan, aku sungguh tulus ingin menghabiskan hidupku bersamanya. Tapi kenapa ini terlalu berat untuk kami?!"
Air mata Win pecah membasahi permukaan pipinya, matanya memerah, suaranya terdengar semakin berat
"Bersabarlah Win, Bright sedang berusaha dengan caranya sendiri. Jika ini mudah, kau tak akan tahu seberapa bermaknanya cinta kalian. Aku tahu bagaimana Bright terpuruk sebelum ia memutuskan meninggalkan Thailand dan aku paham bagaimana hatimu saat itu. Semua membutuhkan proses jika kalian ingin meluluhkan kedua orang tua Bright"
Boss mengusap bahu Win lembut. Tak ada sautan dari Win lagi, keduanya terdiam sejenak. Bell pintu kondominium Boss berbunyi.
Boss memicingkan sebelah matanya melihat seseorang dari balik pintu, Luke Josh. Lelaki bergaya classic itu muncul dengan parsel buah ditentengnya. Boss mempersilahkan Luke masuk. Win menyambut kehadiran Luke dengan senyum tipis. Luke lantas menghampiri Win dan menyalaminya. Luke berusaha memberikan senyum terhangatnya untuk Win, namun tak ada respon berarti dari Win dan Boss mulai menaruh prasangka buruk.
"Win, katakana padaku jika kau membutuhkan pertolongan. Kita bukan hanya rekan kerja, kita juga keluarga. Dikantor aku memiliki tanggung jawab untuk melindungimu, begitu pula saat diluar. Saat kau terluka, ini juga akan merepotkanku"
ujar Luke santai sembari mengusap bahu Win, lalu diikuti anggukan Win. Sedangkan Boss tengah sibuk membersihkan dapurnya yang beberapa hari ia abaikan karena waktunya yang tersita untuk kegiatan kantor dan harus membantu Bright mengurus Win.
Senja sore itu mereka lewati dengan obrolan santai mengenai keadaan kantor selama Win tidak ada. Hingga pukul 20.00, Luke baru meninggalkan kondominium Boss. Boss menyodorkan segelas air putih dan beberapa butir obat pada Win. Beberapa saat kemudian Win terlelap, ia membawa beban hatinya pada mimpi sepanjang malam itu.
Langit malam yang kian terang oleh hamparan bintang menghantarkan Bright untuk datang berkunjung, ia merindukan Win. Meski ragu, namun ia berusaha keras untuk mengumpulkan tekadnya menemui Win. Boss memberi ruang pada mereka, Boss menuju balkon menikmati angin malam serta kopi panas ditangannya. Bright menyondongkan tubuhnya, memperhatikan wajah Win yang mulai pulih. Jarinya menyentuh permukaan wajah Win pelan. Ia khawatir akan membangunkan Win
"Segeralah pulih Win, dengan begitu akan mudah bagiku melangkah lebih jauh"
Ucap Bright dalam hati, mata sayunya masih tertuju pada wajah Win. Ia tak menghabiskan waktu yang lama bersama Win, ia hanya datang untuk mengobati sedikit rindunya.
***
2 Minggu berlalu, tubuh Win menunjukkan progres yang signifikan. Dokter telah melepas perban ditubuhnya. Hanya tersisa luka kecil yang hampir mengering. Selama itu pula Bright hanya memantaunya melalui Boss. Win juga tak pernah menanyakan keberadaan Bright pada Boss. Keduanya lebih memilih untuk menjaga jarak sementara. Win tak ingin Ayah Bright melakukan hal yang lebih buruk jika ia menemui Bright. Begitu pula dengan Bright, ia lebih memilih mengerjakan tugas kantornya saat ini, ia juga tak terlalu memikirkan perihal pertunangannya dengan Stephanie.
Dalam waktu satu minggu kedepan Win diperbolehkan untuk beraktivitas seperti biasa, namun ia harus tetap tinggal di kondominium milik Boss. Bright berpikir akan lebih baik jika Boss bisa mengawasinya selama 24 Jam. Hari itu Win & Boss tiba dirumah saat malam mulai larut setelah kontrol. Mereka segera membersihkan diri dan segera beristirahat. Sebelum merebahkan tubuh, Win meminum obatnya terlebih dahulu, lalu membuka galeri ponselnya. Ia memandangi foto -fotonya Bersama Bright. Saat itu dunia terasa indah tanpa masalah. Semakin mereka dewasa, masalah pun semakin sering terjadi.
Ia mengingat kembali kalimat Bright yang pernah ia ucapkan saat acara peduli lingkungan dikampusnya"Bahkan setelah 10 tahun dari sekarang, aku ingin bersamamu selamanya". Saat itu tubuh Win terasa melayang, hatinya terasa penuh oleh cinta dari Bright. Tapi nyatanya, mereka dengan besar hati harus rela berjuang untuk melewati badai yang satu persatu mulai menghadang.
Rasa kantuk menyerang kedua mata Win usai beberapa butir obat ia telan. Boss masih menikmati segelas susu hangat dibalkon kamarnya, lalu Bright muncul mengagetkannya. Ia ingin melihat keadaan Win. Seperti biasa, Bright akan duduk disamping Win yang tengah terlelap. Dengan sangat hati - hati Bright mulai menatap wajah Win lebih dekat, hembusan nafas Win terasa menenangkan.
Ia mulai mengusap rambut Win pelan, dipandanginya wajah sendu itu dalam-dalam. Namun tanpa Bright sadari, Win membuka kedua matanya. Win tak terkejut atas kedatangan Bright. Ia masih berpura-pura terlelap sembari menikmati belaian jemari Bright. Tiba - tiba hatinya berdegup tak beraturan, lebih was - was. Win khawatir Ayah Bright mengikuti lalu menimbulkan masalah dikondominium milik Boss.
Bright mencoba mengecup kening kekasihnya lembut. Sontak Win memeluk tubuh jangkung dihadapannya. Bright terhenyak sesaat, ia tak mengira bahwa Win menyadari kehadirannya. Tangan Win mendorong tubuh Bright kedalam pelukannya.
"Maafkan aku Win"
tak ada jawaban dari Win, bulir air matanya mulai menetes, begitu juga dengan Bright.
"Bright, aku telah bertahan sejauh ini, sekuat ini. Kenapa masih terlalu berat untuk kita? Jika Tuhan tidak mengizinkan, kenapa ia memberi kesempatan kita untuk bertemu kembali"
ungkap Win penuh emosi, ia belum melepaskan pelukannya. Bibir Bright enggan menjawab. Air matanya mulai surut.
"Tunggu aku Win, aku akan mengatasi semuanya dan kita akan bersama lagi"
ucap Bright sembari berusaha menenangkan perasaan Win. Boss mematung dari balik pintu, ia terharu melihat perjuangan kedua sahabatnya itu. Bright melepas pelukan Win, ia mengusap air mata Win. Ia mendaratkan bibirnya pada bibir Win lembut.
Beberapa detik berlalu, mereka menikmati ciuman itu. Win tak lagi akan menolak jika Bright melakukannya. Ia tak mau lagi melewatkan moment manis bersama Bright. Bright memeluk Win lagi sebelum berpamitan akan kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
2Gether The Series : The Next Story of Us
FantasyPerjalanan panjang yang telah mereka tempuh bersama, tidak semulus yang mereka mau. Bagi Bright & Win, bahagia adalah ketika mereka bersama, tanpa hal - hal lain mengitari. Kehadiran Win menjadi berkat tersendiri untuk Bright begitu juga sebaliknya...