16. April

218 43 2
                                    

Bulan April, bulan yang membuat Mama, Papa, dan Lintang sangat gugup. Bulan yang benar-benar membuat Lintang ekstra mengambil bimbel persiapan SBMPTN disana-sini.

Aku pernah menjalani kegugupan ini dulu, berujung menangis semalaman dan murung karena aku ditolak mentah-mentah oleh universitas yang kupilih. Untung saja ujian mandiri membuatku tak putus harapan.

"Pengumuman SNMPTN-nya jam berapa dek?" Mama bertanya pada Lintang yang sedang sibuk memasukan buku kedalam tasnya.

"Sore Ma," ujar Lintang lalu mengambil susu yang telah disediakan. "Tapi aku bukanya malam aja karena takut ngefreeze webnya."

Sejak pulang dari Malang, orangtuaku langsung mendaftarkan Lintang pada bimbel terbaik untuk persiapan ujian. Mereka tak apa-apa jika Lintang mengacaukan UN, namun jangan mengacaukan persiapan masuk universitas.

Tak ada uang untuk kuliah di swasta. Apalagi anak itu mengincar kedokteran.

Bahkan, Mama menyediakan segala bahan makanan terbaik yang ada hanya untuk Lintang seorang guna mendukung daya tahan tubuh dan otak.

"Dek, kalau memang gak dapat negeri Papa gak apa-apa kamu kuliah di swasta, asal tetap di Jogja," Papa berbicara. "Mau tes nggak dek? UII sama UMY ada kedokteran disini."

Lintang menghabiskan susunya. "Nanti Lintang pikirin, ya, Pa. Lintang beneran pengen di UNPAD."

"Lo kemarin masukin UNPAD semua?" tanyaku padanya. "Satunya apaan?"

"Kedokteran Padjajaran sama Brawijaya," ujar Lintang menjawab. "Kalau emang gue keterima di Brawijaya, bakal bareng bang Igo."

"Tinggal di rumah nenek dong lo, gantiin Igo," kataku. "Mantep."

"Kenapa harus keluar Jogja sih dek?" Papa bertanya lagi. "Padahal Jogja nyaman."

"Kedokteran di Jogja cuman ada di UGM, Pa," Lintang menjawab. "Dan... Lintang kan udah ngomong sama Papa, dari kecil Lintang selalu memimpikan Bandung."

Kami hanya diam mendengar jawaban Lintang yang sudah tak mau di ganggu gugat dengan pilihannya melanjutkan studi.

Sepertinya dia punya fantasi sendiri tentang Jalan Braga atau Lembang. Makanya sangat ngotot ingin merantau ke Jawa Barat.

"Adek semangat, Papa Mama dukung kok," Mama memberikan dukungan pada Lintang. "Gapapa,
Kakak keterima UPN juga musti nangis darah dulu."

"Ma?!" Aku menoleh karena Mama membawa-bawa aku. Benar sih, aku menangis terus ketika semua tes universitas negeri menolakku. Untungnya aku diterima salah satunya. Walaupun pilihan kedua.

Lintang bangkit dari tempat duduknya, membawa tas yang penuh dengan buku. Semenjak kelas 12, dia sangat rajin. Padahal saat kelas 10 dan 11 Lintang sangat suka bikin ulah.

Untunglah dia sadar diri.

-
Raka
aku di depan ras

Setelah mendapatkan notifikasi chat dari Raka yang sudah menungguku di depan rumah, aku bergegas keluar dari kamar.

Papaku sudah berangkat kerja dan Mama entah sedang kemana karena rumah sangat kosong.

Oh, ternyata Mama sedang berbicara dengan Raka di depan.

"Tuh, udah keluar anaknya," Mama mematikan selang yang digunakan untuk menyiram tanaman. "Tante tinggal dulu ya."

Raka mengangguk, tersenyum lebar pada Mama yang pergi kedalam rumah. Dia menoleh padaku.

"Hei," sapanya.

April: Rasa di Antara Kita[✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang