Yuhu,,, Update nih🙊
Jangan lupa sajen-nya Biar Author cepet update, bintang⭐ maksudnya😰
♡♡♡
Rea tak peduli dengan pandangan sinis dan juga lontaran kata-kata kasar dari para siswi perempuan. Dua minggu sudah dia sekolah di SMA ini, selama itu juga Rea kebal dengan olokan dan perlakuan bullying yang mereka lakukan padanya. Di belakangnya Didik mengikutinya. Ah, lelaki itu memang selalu mengikutinya. Selain karena memang mereka yang sama-sama tak memiliki teman, lelaki itu sepertinya juga takut jika terkena bully sendiri.
Tujuan Rea saat ini adalah kantin, pagi tadi dia melewatkan sarapannya. Jarak sekolah yang dua kali lebih jauh dari jarak sekolahnya yang lama mau tidak mau membuat Rea harus berangkat jauh lebih pagi. Tapi, sebelum itu dia harus mengurus ibunya yang malah jatuh sakit. Tak mau melakukan kesalahan yang bisa saja membuat beasiswanya dicabut, Rea lebih memilih melewatkan sarapannya yang hanya dengan nasi dan telur dadar.
Sampai di kantin, Rea langsung menghampiri seorang wanita paruh baya bertubuh tambun, dia mengenakan pakaian chef. Yang dia tahu wanita itu adalah pengurus kantin dan chef di sekolah ini. Rea menatap menu makanan yang terlihat menggugah selera, sebelum kemudian dia tercengang melihat harga yang tertera di setiap menu. Rea mulai berpikir jika ia tak akan mungkin dapat membayar walau hanya untuk membeli tahu dan tempe.
"Woy, anak kampung! Kalian ngapain ke sini? Nggak akan sanggup kalian bayar kalau makan di sini!" teriak seorang siswa laki-laki, disusul gelak tawa dari teman-temannya dan juga orang-orang yang berada di kantin. Rea mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Gimana, Re? Lo jadi beli?" tanya Didik berbisik ragu. Laki-laki itu tak kalah tercengangnya dengan Rea saat melihat harga makanan yang tertera di sana.
Rea melirik sekilas pada lelaki yang berdiri di sampingnya. Ia dapat melihat wajah ketakutan laki-laki itu. Mungkin sering kali mendapatkan kejutan bully dari siswa siswi di sini selama dua minggu, membuat pemuda itu was-was.
Menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan Didik. Rea berbalik untuk meninggalkan kantin, dia mengabaikan pandangan meremehkan dan menghina orang-orang. Cacian semakin kencang dilayangkan kepadanya, tapi, sebisa mungkin diabaikannya. Hingga--
Bruk!
Rea tersungkur saat melewati sebuah meja kantin yang di huni oleh sekumpulan siswi perempuan. Lalu gelak tawa terdengar bersahut-sahutan. Rea mengepalkan kedua tangannya, menahan diri agar tak melayangkan tinjunya pada gadis-gadis dengan dandanan menor yang mengaku sebagai anak dari keluarga terpandang, nyatanya tingkah laku mereka tak lebih dari orang-orang yang tak memiliki adab.
"Lo--nggak papa, Re?" tanya Didik yang langsung berjongkok dengan kedua tangan saling meremas takut. Laki-laki itu memandang ragu-ragu pada kumpulan perempuan yang tertawa senang melihat Rea jatuh tersungkur.
"Mampus lo!"
"Dasar kampungan!"
"Gue heran sama kalian orang-orang kampung, udah di-bully. Tapi, masih aja betah sekolah di sini," ujar sinis seorang perempuan cantik dengan bando berwarna pink di kepalanya.
Bangkit berdiri, Rea memandang dingin kumpulan gadis-gadis itu. Membuat semua yang duduk di sana meneguk ludah ngeri seketika. Nyatanya pandangan yang Rea berikan memang sangatlah mematikan. Bukan mereka tak tahu, jika Rea kerap kali melawan dan gadis itu cukup menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTOUCHABLE
Teen Fiction‼️Warning: Cerita benci jadi cinta‼️ Yang bosen/nggak suka boleh skip ya. *** "Bisa nggak lo berhenti ngurusin hidup gue!" "Nggak bisa, ini sudah jadi tugas saya." Galen benar-benar muak dengan Rea. Gadis itu mulai mengacaukan hari-harinya semenj...