DUA PULUH

33 7 2
                                    

Arga berjalan dengan santai saat hujan turun. Kebetulan dia membawa payung. Meski payung itu punya temennya, tapi lumayan lah dia bisa keparkiran tanpa kehujanan.

Saat ini yang lagi berkeliaran di kepala Arga adalah ujian yang beberapa hari lagi akan datang. Arga rasanya belum siap, meski bimbingan Raina tadi membantunya, itu belum cukup.

Apa dia harus ikut les tambahan? Meski waktunya sudah mepet, tidak salah juga kan...

"Woy!"

Langkah Arga terhenti saat suara itu menyeru. Arga spontan mendongak, dan mendapati seorang cewek yang kehujanan sedang berlari menghampirinya.

"Tck." Arga berdecak saat melihat cewek itu sudah berdiri didepannya.

"Gue mau nanya sesuatu!" Ujar cewek itu dengan baju yang basah kuyub dan nafas yang ngos-ngosan.

"Perasaan, gue udah gak ada ngelanggar beberapa minggu belakangan ini. Tapi kenapa sekarang ada ketua Osis dihadapan gue." Tanya Arga datar.

"Gue... Gue..."

Arga terdiam saat tubuh cewek itu bergetar. Dia keliatan kedinginan dan menggigil, mukanya juga agak pucat. Oh iya, siapa nama ketua ini? Araya?

"Gue-" Suara Ara tercekat saat badan Arga tiba-tiba mendekat padanya. Ara lalu mendongak, menatap wajah itu dengan bertanya-tanya.

"Hujan. Ntar lo sakit. Sini-an dikit, biar gak kehujanan." Ujar Arga sambil memayungi Ara.

Tindakan cowok itu jelas bikin Ara bingung. Tapi dia gak akan nolak juga kalo Arga nawarin dia buat berteduh. Lumayan.

"Mau apa lo?" Tanya Arga setelah mereka sama-sama diam cukup lama.

Ara tersentak dan menggaruk tengkuknya. "Itu... apa... apa ada orang yang phobia sama jembatan?"

"Phobia? Sama jembatan?" Arga mengulang pertanyaan itu, membuat Ara menganggukkan kepalanya.

"Ada." Arga mengangguk. "Namanya Gephyrophobia. Kenapa emang?"

"Kalo orang itu liat jembatan, gimana reaksinya?"

Arga mengernyit. "Macam-macam." Ujar Arga. "Minimal mereka kena serangan panik. Kalo orangnya cukup kuat, gak akan terlalu bermasalah. Tapi kalo dia terlalu shock, bisa bahaya juga."

Arga lalu menatap Ara dengan menyelidik. "Siapa emang?"

Ara meneguk salivanya. Ia menatap kesekitarnya lalu kembali menatap Arga.

"Lo bawa mobil?"

"Motor. Gila aja gue bawa mobil."

"Ya, kali..." dengus Ara. "Bantuin gue. Kayaknya dia udah sampai dijembatan sekarang. Kita harus cepat."

Ara menarik tangan Arga, yang mana bikin cowok itu rada jengkel. Ini cewek datang tiba-tiba entah dari mana. Hujan-hujanan lagi. Sekarang dia seenaknya narik-narik orang.

"Siapa sih emang?!" Arga menyentak tangannya, merasa sebal. "Ngomong tuh yang jelas dikit!"

"BRIAN!" Ara sedikit memekik. Ia menatap Arga dengan sendu, lalu menarik tangan cowok itu lagi. "Brian Dirgantara. Anak kelas 3 SMA Adinata. Gue gak bisa ceritain jelasnya, tapi gue yakin dia butuh bantun sekarang."

"Apa peduli elo?!"

"Ada sesuatu antara dia sama gue!" Ara menatap Arga penuh arti. "Tolongin, please."

Arga terdiam saat Ara terlihat begitu putus asa meminta bantuannya. Arga tidak tau apa hubungan mereka berdua, tapi kalo Ara sampai segininya minta tolong sama dia... Kayaknya Brian ini lumayan Deket sama Ara.

Walk On MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang