TUJUH

38 6 11
                                    

Raina pelan-pelan membuka matanya saat alarm hp berbunyi. Dia mematikan Hp nya dan melihat jam. Setelah nyawanya cukup terkumpul, hal pertama yang Raina ingat adalah kejadian kemarin. Pipi Raina tiba-tiba terasa panas tanpa alasan. Wajahnya memerah. Raina menarik selimutnya keatas sampai menutupi wajahnya dan memekik kecil disana.

"Dia gentle banget, sumpah!" Pekik Raina.

"Lo pake motor?" Tanya Raina saat melihat sebuah Honda CBR terparkir didepannya. Dean yang sudah berada diatas sepeda motor mengangguk.

"Nggak suka?" Tanya Dean. Mendengar itu Raina cepat-cepat menggeleng. Nggak bersyukur banget sih dia jadi manusia. Udah syukur dianterin, masa mau komplain masalah motornya lagi? Ya nggak mungkin.

"Nggak. Gue suka transportasi apapun selama kaki gue nggak capek." Jawab Raina asal. Dan naik ke atas motor.

"Tapi cewek-cewek pada bilang kalo pake motor CBR atau motor gede lainnya, pinggang mereka encok, terus kaki mereka kesemutan." Ujar Dean sambil menahan tawanya. "Lo nggak pa-pa kaki lo kesemutan?"

"Lo banyak ngomong, ya." Jawab Raina bete. "Kalo gue bilang nggak pa-pa, ya nggak pa-pa!"

Melihat Raina yang mulai emosi, Dean sontak tertawa puas. Raina yang lihat reaksi itu tambah dongkol. Ini cowok ternyata resek juga.

"Lo enak ya dikerjain." Kekeh Dean. "Gue kira lo orangnya pendiem gitu, tapi ternyata lo asik juga."

"Gue kira lo orang nya kalem gitu, tapi ternyata resek juga." Jawab Raina meniru cara bicara Dean barusan. Lagi-lagi reaksi Raina membuat tawa Dean keluar. Dean lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oke, maafin gue, ya." Kekeh Dean. Dia kemudian mengambil helm nya, dan menyerahkannya pada Raina.

"Nih, pake."

Raina yang melihat Dean menyodorkan helm nya mengernyit. "Ngapain gue yang pake helm? Lo aja. Kan lo yang nyetir."

"Itu doang alasannya?" Tanya Dean. Raina mengernyit mendengar pertanyaan itu. Emang ada lagi?

"Emang ada alasan apa lagi?"

"Lo nolak helm dari gue bukan karena takut rambut lo rusak?" Tanya Dean. Raina terperangah tak percaya. Dia kehilangan kata-katanya. Ini cowok minta ditampol ternyata.

"Sumpah, ya! Lo resek banget!" Pekik Raina sebal dan mengambil helm yang diserahkan padanya. Raina lalu memakainya, dan membuka kaca pelindung.

"Asal lo tau, gue orang nya nggak ribet. Udahlah! Cepetan jalan! Kemaleman ini!" Dean yang tahu Raina sudah diambang kesabarannya menahan tawa. Tanpa berbicara lagi, Dean menyalakan motornya, dan membawa mereka berdua keluar dari sekolahan.

Saat sampai didepan rumah Raina. Dean bukannya langsung pulang. Dia turun, dan mengikuti Raina sampai kedepan pintu. Hal itu jelas bikin Raina heran.

"Lo ngapain?" Tanya Raina.

"Udahlah, buka dulu pintunya." Jawab Dean. Raina mendengus dan mengetok pintu beberapa kali.

Tangan Raina berkeringat dingin. Ini pertama kalinya Raina pulang telat. Biasanya sebelum hari gelap, Raina sudah dirumah. Bahkan dia sudah selesai mandi, dll. Dean yang menyadari gerakan Raina yang terlihat gelisah hanya tersenyum tipis.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka, dan mama Raina berdiri disana dengan wajah menyeramkan. Beliau sudah siap mengomeli anak gadisnya yang berani pulang telat. Tapi semua omelan beliau tertelan kembali kedalam tenggorokan saat mendapati sosok Dean yang menjulang tingi, berdiri dibelakang Raina. Dean tersenyum dan maju menghampiri beliau.

Walk On MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang