TIGA BELAS

23 6 11
                                    

Raina meringkuk diatas kasurnya. Perasaannya sudah nyaman karena dua hari ini dia tidak masuk sekolah. Yang Raina lakukan dirumah adalah belajar untuk persiapan ujiannya.

Raina juga tidak perlu mengejar pelajaran karena Dean selalu mengirimnya file-file yang dipelajari kelasnya dua hari terakhir. Cowok itu sampai bela-belain nyari tahu pelajaran yang sedang berlangsung di kelas Raina hanya untuk mengirimkan catatan-catatan baru, agar Raina tidak kesulitan saat nanti dia kembali sekolah. Cowok itu juga nggak bosen-bosennya minta maaf.

Raina sendiri antara percaya dan tidak kalo sebenarnya Dean mengingkari janjinya. Setaunya Dean bukan tipe seperti itu.

Raina menatap langit-langit kamarnya dengan hampa.

Dean ngapain, ya?

Sementara ditempat lain... Dalam waktu yang bersamaan...

Raina ngapain, ya?

Dean menumpukan wajahnya ditangan, sementara tangan satunya memegang cangkir berisi kopi yang barusan ia pesan.

Sekarang Dean sedang menemani mamanya ikut pertemuan mendadak para ibu-ibu. Sebagai anak yang baik, Dean harus menemani mamanya walaupun itu mendadak.

Dua hari ini Raina sama sekali nggak jawab pesannya. Dean juga nggak berani nemuin Raina karena takut trauma Raina bakal kambuh lagi. Satu-satunya hal yang bisa Dean bantu adalah ngasih catatan buat pelajaran yang mungkin Raina ketinggalan. Setidaknya dia bisa membantu...

"Dean?" Tepukan pelan dipundaknya membuat Dean menoleh, dan mendapati Abigail sudah ada dibelakangnya sambil tersenyum manis.

"Ketemu lagi." Sapa Abigail dan duduk disamping Dean.

"Nemenin mama lo?" Tanya Dean basa-basi tanpa menatap Abigail. Dia lagi malas bertemu dengan orang-orang, apalagi berbicara dengan mereka.

Abigail yang liat reaksi Dean yang nggak menoleh ke dia sama sekali, agak heran. Padahal tadi Abigail udah dandan cantik supaya Dean natap dia lagi.

"Hahaha. Iya. Gue nemenin mama." Jawab Abigail dan duduk menghadap Dean, berharap cowok itu noleh ke dia.

"Nggak mesan?" Tanya Dean, lagi-lagi tanpa menoleh ke cewek itu. Abigail sempat cemberut, cowok itu agak dingin hari ini. Padahal biasanya dia supel.

"Gue mesen, habis ini. Btw Lo lagi badmood?" Tanya Abigail sambil mengambil menu.

"Hm..." Dean hanya menjawab Abigail dengan gumaman. Tentu saja hal itu membuat Abigail dongkol. Dean benar-benar mengabaikannya. Tapi tentu saja Abigail tidak akan menyerah begitu saja.

"Gue nggak tau lo kenapa, tapi yang semangat!" Seru Abigail. "Kalo ada masalah, sebisa mungkin kita jangan lari. Coba aja hadapi. Pasti semua bakal balik kayak semula. Nggak ada salah nya ngadepin." Ujar Abigail bijak. Diam-diam Abigail mengagumi dirinya sendiri karena sudah bisa berkata-kata seperti itu.

Raina. Selalu mengatakan hal yang sama jika menghibur Abigail. Cewek itu selalu menyuruh Abigail untuk maju, bukan malah termangu. Dan kata-kata Raina selalu berhasil mempengaruhi Abigail. Itu sebabnya Abigail memakai kata-kata yang sama untuk menyemangati Dean. Kali aja karena ngomong bijak gitu, Dean jadi suka sama dia.

Tapi diluar dugaan, Dean tetap tidak memberi respon yang begitu berarti. Karena kehabisan kata-kata, Abigail akhirnya memesan minuman.

Sementara itu, Dean sedang berperang dengan pikirannya.

Gue lari, ya? Padahal gue bisa aja langsung datengin Raina ke rumah dan minta maaf...

Dean mengambil napas berat. Apa yang dia takutkan sebenarnya? Padahal meminta maaf begitu simple...

Walk On MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang