Malam hari ini terasa dingin, seperti biasanya.
Aku terduduk di ruang makan yang gelap dan dingin, menunggu kedatangan seseorang.
Ya, Okaa-sama akan datang malam ini.
Aku menyeruput tehku pelan. Mengetukkan jariku pelan kearah meja, aku menatap jendela dengan sayu.
"まだかなあ。。。(Belum ya...) " Ujarku pelan.
Aku berjalan kearah wastafel, meninggalkan cangkir teh kosongku disana.
'Tok tok---'
Sebuah ketukan terdengar di pintuku.
Aku sudah tahu siapa itu.
Aku berjalan kearah pintu. Dengan tangan gemetar, aku memutar kenop pintu yang dingin itu.
Pintu terbuka, menunjukkan figur wanita berperawakan sedang dengan sebuah tas koper yang berukuran agak besar.
"Tadaima, Takeru-kun." Suara wanita itu terdengar.
"O-okaeri... Okaa-sama..." Balasku pelan.
Aku mempersilahkan wanita itu masuk, kemudian menutup pintu.
"Malam ini dingin sekali." Ujar wanita itu seraya memberikan kopernya kepadaku.
"Etto... Okaa-sama ingin teh?" Tawarku sambil membawa koper besar itu.
Wanita dengan surai raven panjang itu mengangguk. "Sedikit teh saja tidak masalah."
Aku membungkuk pelan. "Jaa, silahkan okaa-sama duduk dulu di sofa ini. Takeru akan membawa koper ini dulu."
Ibu terkekeh pelan. "Baiklah." Kemudian duduk di sofa.
Aku menyeret koper itu kearah kamar Ibu dikamar atas. Dengan ukuran dan berat seperti ini, tentu akan membutuhkan kerja keras untuk membawanya ke lantai atas.
Setelah berhasil menyeret koper itu kekamar Ibu, aku turun kembali untuk membuat teh.
Ibu terlihat sibuk dengan ponselnya.
"Maaf karena telah menunggu lama, ini tehnya. Silahkan diminum." Ujarku sambil menyuguhkan cangkir teh hangat keatas meja.
Ibu meletakkan ponselnya , kemudian menyesap teh itu perlahan.
"Ahh, Ibu sangat merindukan teh buatanmu, Takeru." Ibu tersenyum menatapku.
Aku membungkuk. "Terima kasih banyak.
"Eh, jangan kaku begitu~ Ayo sini duduk." Ajaknya. Sebelah tangannya menepuk sofa disebelahnya.
Aku menelan ludah, kemudian dengan ragu-ragu akupun duduk disampingnya.
Ibu meletakkan cangkir itu diatas meja. "Oh iya, Takeru." Dia tersenyum.
Namun senyumannya adalah senyum yang mengerikan.
"Tugasmu?"
Aku gemetar saat akan membuka mulutku, walaupun aku tahu bahwa jawabanku ini sudah benar dan aku selamat.
"Sudah, Okaa-sama." Jawabku.
Senyum Ibu melembut kembali. "Ah, baguslah. Ibu sangat lelah karena perjalanan tadi."
Aku melemaskan tubuhku, merasa lega.
"Dan tentunya..." Tangan Ibu yang dingin meraih pipiku.
Aku kembali merasa gemetaran.
"Kau juga tak ingin mendapat pukulan lagi, kan~?" Tanyanya dengan suara yang lembut, namun aku dapat merasakan aura yang mengancam darinya.
Dengan gemetaran aku menganggukkan kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
はい、大丈夫 だった。(Yes, I'm fine.)--A Soraru Fanfiction
Fanfiction"Kumohon, aku ingin menjalani hidupku tanpa ada keterpaksaan." Kalian tidak mengerti... Aku punya masalah... Aku tak tahu harus bagaimana... Aku ingin mengakhiri ini... Aah, semua ini membuatku gila. "Hey, dengarkan aku..." "Ada apa?" ... "Tidak apa...