Chapter 2

126 18 3
                                    

Selamat membaca 🌟



Bukan pertama kalinya Popor datang ke rumah itu, tapi kali ini ia sedikit terburu-buru, bahkan tidak sadar melompat turun dari kursi kemudinya. Ia beralih membuka pintu belakang, mengambil beberapa bungkusan dari sana lalu tergopoh-gopoh menuju teras, masih terburu-buru.

Seseorang menyambutnya di depan pintu, laki-laki muda bersetelan hitam, dengan sesuatu di telinganya, semacam alat komunikasi. Ia adalah Peter.

"Dia tidak apa-apa, hanya kelelahan." katanya, tapi Popor tetap menerobos masuk.

Di sepanjang ruang tamu ia masih berlari hingga ia benar-benar sampai di ambang pintu Kamar utama lantai dua.

"Papa!!" Popor agak menjerit, dengan udara yang kian menipis ia berusaha fokus.

Seseorang di atas ranjang tersenyum menyambut kedatangannya, di sampingnya, seseorang berseragam dokter sedang duduk, seperti mereka selesai berbincang.

"Dia tidak apa-apa, tekanan darahnya tinggi karena kepanasan, itu saja."

Popor cukup mengenal laki-laki itu, ia dokter pribadi mertuanya---Liu. Popor ingat namanya Kristo.

"Dia memang selalu mengkhawatirkan ku." Liu tertawa, wajahnya pucat tapi terlihat ceria.

"Papa main golf lagi, kan?" Sambil meletakkan bungkusan ke atas meja, Popor cemberut. Ia tidak mengerti dengan mertuanya yang selalu memaksakan beraktivitas fisik walau kesehatannya masih kurang baik. Popor ingat betul kalau Liu baru keluar rumah sakit enam bulan yang lalu karena stroke ringan.

"Han yang mengajak, mana bisa ku tolak, ia pulang hanya beberapa kali setahun, aku hanya ingin menghabiskan waktu dengannya."

Popor geram, Han Chengkai keparat!! Cucu macam apa yang menjerumuskan kakeknya sendiri.
"Tapi lihat, kan akibatnya sekarang?"

"Aku hanya sedikit pusing."

"Ya.. itu hanya awalnya, Chou akan membunuhku kalau terjadi apa-apa dengan mu Pa, juga cucu barbar-mu itu. Bukankah lebih baik kalau kau pindah kerumah kami saja." Popor memohon diakhir kalimatnya.

"Tidak, nak. Aku terbiasa sendirian." Liu mengalihkan pandangannya ke arah meja di pojok ruangan, tempat dimana pigura-pigura tersusun disana, dan foto istrinya Renee menghiasi sebagian besar pigura itu. Juga foto Mond dan Foto Han saat kecil.

Popor terdiam, ia sangat mengerti keadaan mertuanya saat ini, ia kesepian, tapi meninggalkan rumah adalah salah satu hal berat baginya. "Kalau begitu kami yang akan pindah kemari." usulnya kemudian.

"Tidak, tidak, aku tidak mau jadi kakek-kakek yang mencampuri urusan rumah tangga anak-anaknya, kalian berbahagia saja disana, aku baik-baik saja."

Popor tersenyum kecut, berbahagia? Harusnya memang seperti itu. "Ah! Bagaimana kalau ku suruh Han tinggal disini?"

Liu tergelak, seakan kalimat Popor barusan lucu baginya. "Han tidak akan mau Por, walaupun ia berkata ya untuk membuatmu senang, aku bertaruh dia tidak akan betah berada dirumah selama satu jam."

Popor menggertakkan giginya, Liu benar, Han terlalu suka bersenang-senang.
Karena tidak punya argumen lagi jadi ia hanya mendengus. "Ya sudah Papa istirahat, aku akan menjagamu."

Popor memandang Dokter Kristo yang memohon pamit, ia mengantarkannya hingga ambang pintu, berterima kasih karena datang tepat waktu untuk merawat Liu. Kristo sepertinya tidak begitu keberatan, mereka teman baik sejak lama. Ia senang bisa bertemu Liu dan mengobrol.

"Mana Mond?" Kening Liu berkerut, memeriksa belakang Popor yang kosong, biasanya Mon selalu ikut kalau Popor berkunjung.

"Oh tidak!" Popor menepuk dahinya keras, ia lupa kalau Mond masih belum pulang dari Ekskul. "Ya ampun!" Ia semakin panik melihat jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore.
"Aku lupa harus menjemput Mond disekolah." serunya panik, merogoh tas kecilnya mengambil ponsel.

BROKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang