Chapter 6

121 17 2
                                    



Selamat membaca 🌟





Mendung menyelimuti langit saat Popor memarkir mobilnya disebuah lahan parkir besar didepan gedung perpustakaan Nusantara Primary School, kala itu masih sepi dengan beberapa orang yang masuk dan keluar dari gedung-gedung lain disekitar parkiran besar itu. Ia sengaja datang lebih awal untuk menjemput Mond.

Dengan hati-hati Popor keluar dari mobilnya, mengingat jarak mobil disampingnya sangat dekat hingga pintu mobilnya hanya bisa terbuka setengah, ia memang belum begitu ahli dalam urusan memarkir mobil, minggu lalu mobilnya harus dirawat beberapa hari di bengkel karena menabrak pembatas parkir disebuah pusat perbelanjaan.

Popor merapatkan posisi cardigannya, menutupi terusan harian yang ia pakai, udara semakin dingin. Matanya menjelajah ke segala arah, hanya terlihat beberapa orang yang berseliweran, tidak nampak satu siswa pun yang keluar. Kelas Mond sendiri berada di paling atas gedung sekolah itu, Popor sudah biasa menunggunya disini, ini tempat paling mudah untuk Mond menemukannya.

Jam yang melingkar di pergelangan Popor masih menunjukkan pukul 13.20 berarti lebih dari setengah jam lagi sebelum waktunya pulang. Popor melangkah menuju tempat duduk dari kayu  dengan meja bundar dan payung besar di salah satu sudut parkir. Biasanya ia beruntung bisa mengobrol dengan orang tua murid lain yang juga tengah menjemput anaknya, tapi mereka lebih memilih menunggu di kafe seberang jalan dari pada masuk ke wilayah sekolah seperti Popor, lagi pula ini masih terlalu awal belum terlihat orang tua lain yang datang menunggu anaknya pulang.

Popor mengambil ponsel untuk mengisi waktu luang, sekaligus memeriksa beberapa chat yang masuk ke kotak pesannya. Tapi tidak ada satupun chat dari Chou yang sekedar mengabari kalau ia sudah sampai atau belum. Lagi pula suaminya itu tidak menjelaskan secara detail bagian dunia mana yang ia tuju, apa hanya sekitaran Asia atau mungkin malah lebih jauh lagi? Entahlah tapi harusnya ia sudah sampai dan mengabari Popor jika tujuannya hanya sekitar benua Asia.

Kabari aku jika sudah sampai, aku mencintaimu. Popor mengetik sambil melamun.

Tanpa sadar ia mulai memperhatikan isi chat mereka belakangan ini, kalau dipikir-pikir hanya dia yang selalu mengirim chat lebih dulu dan Chou selalu hanya menjawab dengan satu atau dua kata saja. Popor menggigiti bagian dalam pipinya, ia seperti merasa kembali ke masa awal-awal pernikahan mereka. Dingin dan juga kesepian.

"Halo." Sebuah suara bariton terdengar menyapanya dari arah depan, Popor seketika mendongak dan mendapati pria bersweater dengan kerah kemeja yang keluar tengah tersenyum padanya, senyumnya terlihat kikuk dan gugup.

"Masih ingat dengan saya?" imbuhnya sambil menunjuk dadanya sendiri.

"Ah! Ya!" Tentu saja Popor masih ingat, mereka baru bertemu kemarin, dan seperti yang Popor kira sebelumnya ia akan dengan mudah mengingat pria ini. "Pak Kevin, kan?" katanya berbasa-basi.

"Kevin saja." Ia terlihat lega karena Popor masih mengingat namanya. "Boleh saya duduk Nona Popor?" Ternyata ia juga masih mengingat nama Popor.

"Tentu, silahkan."

Kevin terlihat mengawasi sekelilingnya, lalu beralih menatap arloji ditangannya. "Waktu pulang masih lama, apa anda sedang tergesa-gesa?"

"Tidak kok, hanya memastikan kalau aku tidak terlambat lagi menjemput Mond." jawab Popor sambil memperhatikan ekspresi di wajah Kevin, mencari tau alasan yang membuat pria itu mengajaknya bicara.

Menyadari tatapan itu, Kevin bergerak tidak nyaman, ia berdehem untuk membersihkan tenggorokannya sebelum akhirnya bicara. "Begini nona Popor___"

"Popor saja, plis."

BROKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang