13. Kehilangan

614 57 0
                                    

Jihoon meraba tempat disampingnya. Kosong. Ia langsung bangun dan keluar kamar dengan tergesa. Soonyoung tak ada disampingnya. Ia takut. Sangat takut. Karena hari ini tepat Soonyoung kembali ke Seoul Karen waktu bebas bersyaratnya sudah habis.

"Soonyoung!" Teriak Jihoon ke penjuru rumah. Hening tak ada jawaban.

"Eomma!" Jihoon semakin panik.

Ia mencari ke toilet, dapur, halaman belakang tapi tak menemukan Soonyoung dan ibunya. Jihoon menangis sejadi-jadinya. Ia terduduk di ruang tamu dengan tangisan Jihoon yang memilukan.

"Tuhan, apa kau benar-benar mengambil Soonyoung dariku? A-aku hanya ingin bersamanya sebentar lagi." Jihoon meracau.

"J-jihoon."

DUARR!

"S-soonyoung? Eomma?" Ucap Jihoon tak percaya.

Pasalnya mereka berdua tengah membawa kue ulang tahun dan confetti yang tadi meledak duluan karena Soonyoung begitu kaget melihat Jihoon yang terduduk di lantai.

"Kau kenapa hei?" Tanya Soonyoung khawatir.

"K-kalian kemana hiks?"

"Kami membeli kue, hari ini ulang tahunmu sayang." Ucap ibunya seraya menaruh kue tadi ke meja.

"A-aku. HUAAA. Aku kira hiks Soonyoung sudah pergi!" Jihoon memukul dada Soonyoung bertubi-tubi.

"Hei tenanglah. Siapa yang akan pergi? Aku takkan meninggalkan mu." Soonyoung memeluk Jihoon. Ia menenangkan Jihoon.

"Mianhae Jihoon-ah. Eomma hanya ingin memberikanmu kejutan." Ucap ibunya tak tega.

"Hikss eomma kenapa pakai hilang segala sih! Kan aku khawatir." Jihoon menatap ibunya kesal.

"Hei kau tak boleh begitu." Soonyoung mengelus kepala Jihoon.

"Aiggo uri aideul. Mianhae hm?" Ibu Jihoon memeluk Jihoon. Jihoon mengangguk. Soonyoung tertawa melihat Jihoon yang lucu saat kesal.

"Kenapa ketawa?" Ucap Jihoon setelah meredakan tangisannya.

"Kau lucu." Ucap Soonyoung. Jihoon mencubit pinggang Soonyoung.

"Hei hei sudah. Ayo tiup lilinnya!" Ucap ibu Jihoon.

"Baiklah. Aku akan membuat permohonan dulu." Jihoon menyatukan tangannya dan memejamkan matanya.

"Selesai! Huffftttttt." Jihoon meniup lilinnya.

"Saengil chukkae uri aideul!" Ibu Jihoon memeluk Jihoon seraya mencium pipinya.

"Gomawo eomma."

"Saengil chukkae istriku." Ucap Soonyoung. Jihoon mengangguk dan memeluk Soonyoung erat.

"Eyy lihatlah yang pengantin baru, sampai eomma nya kalah tidak dipeluk." Sindir ibunya.

"Hahahaha." Jihoon tertawa.











































.
.
.
.
.
.




























"Kenapa kau suka sekali dengan pantai? Bahkan kita habis ke pantai kemarin. Kau bisa masuk angin, Soonyoung." Ucap Jihoon. Soonyoung tertawa.

"Pantai sangat menenangkan."

"Lalu aku apa?" Jihoon cemburu.

"Kau cemburu dengan pantai?" Tanya Soonyoung tak percaya.

"Sudahlah." Jihoon berjalan mendahului Soonyoung.

"Eyy jangan marah sayang. Kau tetap nomor satu di hatiku." Soonyoung memeluk Jihoon dari belakang.

"Dasar gombal." Dengus Jihoon.

"Oh ya, apa kau tak morning sick seperti orang hamil pada umumnya?" Tanya Soonyoung.

"Kurasa belum. Entahlah kurasa ia senang ayahnya ada disini makanya ia tak rewel." Soonyoung tertawa dan mengacak-acak rambut Jihoon.

"Kau harus makan banyak, agar nutrisi untuk bayi kita bisa tercukupi. Jangan terlalu lelah." Ucap Soonyoung.

"Baik bos!" Jihoon dan Soonyoung tertawa.

"Tahanan Kwon Soonyoung, angkat tanganmu!"

Tiba-tiba polisi datang dengan jumlah yang cukup banyak. Soonyoung melepaskan pelukannya. Jihoon membalikkan tubuhnya.

"Ck, saya sudah bilang akan ke Seoul nanti." Ucap Soonyoung kesal lalu ia mengangkat tangannya.

"Jangan! Jangan bawa suamiku!" Jihoon melindungi Soonyoung dari depan.

"Tak apa Jihoon-ah." Soonyoung tersenyum.

"Tidak! Tidak ada yang boleh membawa suamiku pergi!" Jihoon marah.

"Jangan menghalangi petugas. Kalau tidak kami akan menembak tahanan ditempat!"

"Tid—"

"Jihoon!"

DORR

DORR

DORR

Tiga peluru panas menusuk Soonyoung cepat. Darah keluar dari tubuhnya. Soonyoung ambruk memeluk Jihoon. Jihoon terkejut bukan main.

"Soonyoung! Soonyoung-ah bangun!" Jihoon menepuk pipi Soonyoung. Soonyoung tergeletak lemas dipangkuan Jihoon.

"J-jihoon. Anak kita....Kwon Sooji." Soonyoung menghapus air mata Jihoon.

"Jangan pergi Soonyoung-ah!" Jihoon berteriak memeluk Soonyoung.

"A-aku akan menunggumu di atas sana. Rawatlah a-anak kita dengan baik." Bibir Soonyoung mulai memucat. Jihoon menggeleng.

"Kau harus tetap hidup Soonyoung!" Jihoon menggenggam erat tangan Soonyoung.

"S-sudah waktunya." Soonyoung tersenyum dan memejamkan matanya. Tangan Soonyoung yang di genggam Jihoon jatuh.

"SOONYOUNG!"

"Tidak! Bagaimana aku bisa hidup tanpamu?"

"Kau bilang kau tidak akan pernah meninggalkan ku bukan? Bangun Soonyoung bangun!!" Jihoon berteriak dengan air mata yang terus keluar.

Polisi dan orang-orang yang melihatnya menatapnya iba. Adegan ini sangat memilukan. Cerita cinta dua insan yang harus dipisahkan oleh hukum negara karena kejahatan yang di lakukan kekasihnya di masa lalunya.

P E M B U N U H //SoonHoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang