Chap. 9. Who Is That.

123 62 84
                                    


Nian's PoV

Hai. Namaku Nian. Kalian pasti mengenalku sebagai sahabat dari Dilla. Itu memang benar. Sekilas info saja ya hehe. Biar kuperkenalkan diriku lebih baik lagi.

Aku pertama mengenal Dilla saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah di SMA yang sama. Yah kau tahu, masa-masa dimana kepolosan masih ada didalam diri kita. Aku bahkan masih menguncir rambutku dalam 2 kunciran disamping kanan dan kiri kepalaku.

Saat itu masih pagi sekali. Aku tidak tahu sekelompok dengan siapa, oleh karena itu aku asal menyapa seorang anak perempuan diseberang yang sepertinya bernasib sama sepertiku.

Anak perempuan tersebut mengenakan kalung berinisial tulisan "DILLA". Sepertinya itu namanya. Dia juga mengikat rambutnya dalam kuncir satu kebelakang. Aku yang tidak tahu apa yang harus kulakukan selain menghampirinya.

"Halo, kamu tidak tahu siapa kelompokmu ya?" sapaku.

"Ahh-iya!" balasnya.

"Namamu siapa?" tanyaku sambil menjulurkan tangan.

"Dilla. Salam kenal ya," ujarnya sambil menerima juluran tanganku.

"Namaku Nian. Salam kenal juga hehe."

"Ni? Nian!!?"

DEG!!

Rupanya aku teringat kejadian saat itu. Untung saja Dilla mengagetkanku saat sedang berjalan tadi.

"Ahh-maaf sepertinya aku melamun," balasku.

"Ayo, kita harus segera pergi ke tempat kating tersebut biasa nongkrong!!" kata Dilla dengan semangat.

"Ahh-iyaa! Kau benar!"

"Padahal tadi aku yang ngajak dia, rupanya dia sudah semangat kembali," batinku.

Begitu kami sampai di tongkrongan kating tersebut, sesuai dugaanku. Kating tersebut bersama 3 orang berandalan. Kating itu bersikap layaknya pemimpin diantara berandalan tersebut. Aku jadi gugup. Gugup bila, Dilla mengetahui kenyataan yang menyakitkan.

Disisi lain gedung,

Daniel sedang mengerjakan skripsinya. Namun, ide dia sedang stuck untuk saat ini.
Setelah bertemu Venus yang sama-sama pirang tersebut. Pikirannya seolah bertabrakan satu sama lain, mulai dari Dilla, Venus dan sekarang skripsinya.

"Rasanya pengin bolos aja deh," gerutunya.

Daniel lalu melihat ruangan sekitarnya. Perpustakaan sedang sepi. Hanya ada pengawas ruangan, seorang ibu tua yang mengenakan kacamata berantai ke leher, sedang membaca koran dalam tablet.

"Apa aku keluar saja ya sekedar mencari angin(?)" tanyanya pada dirinya sendiri.

Daniel lalu mengikat jaket putihnya ke pinggangnya, membereskan perlengkapannya, menggotong tasnya ke samping bahu kirinya dan mengucapkan salam selamat tinggal serta terimakasih kepada ibu tua tersebut. Yang disapa tersenyum balik.

Langkah demi langkah terdengar di lantai kampus yang lumayan sepi tersebut. Daniel sebenarnya ingin pulang, namun dia memikirkan sesuatu yang lain. Seperti ada sesuatu yang mengganjal.

Dia lalu berjalan tak tahu arah mengelilingi kampus. Mencoba mencari tahu apa yang mengganjal di pikiran.

Kembali ke Dilla dan Nian.

Kating tersebut menatap mereka berdua lamat-lamat. Namun, begitu menatap Nian, kating tersebut menyipitkan matanya dan mengangguk, seolah-olah memberikan "tanda" kepadanya. Nian balas mengangguk, lalu menatap Dilla sebentar, yang justru menatap kating tersebut dengan tatapan sangar.

"Permisi kak! Kami berdua datang kesini dengan tujuan membenarkan masalahku dengan kakak!" teriak Dilla dengan kencang.

"Di-Dilla..." kata Nian.

"Tidak apa-apa, Nian. Aku bisa mengatasinya," balas Dilla dengan senyuman.

Yang dibalas, tidak kuat menahan rasa kecewa dalam mukanya. Memalingkan mukanya.

"Tolong kak! Saya akan melakukan apapun untuk kakak! Asalkan kakak menghapus postingan tersebut kak!" teriak Dilla.

"Untuk apa aku melakukan itu!?" balas kating tersebut dengan sinis.

"Lagipula bukan aku yang menyebarkan postingan tersebut. Buat apa aku repot-repot melakukan hal itu!" lanjut kating itu.

"Tolong kak!" mohon Dilla dengan mata berbinar-binar.

"Kenapa kamu tidak menanyakan hal tersebut ke temanmu itu saja!?" ujar kating tersebut menatap Nian dengan senyum jahat.

Nian hanya diam. Dilla yang kebingungan, mencoba memahami situasi.

"Tunggu dulu, tunggu! Apa maksudnya dia, Nian!? Kamu..kamu menyembunyikan sesuatu ya dariku!?"

"Ma-maaf, Dilla," balas Nian.

Hanya dengan 2 kata itu, kating sinis tersebut memberi kode kepada para bawahannya untuk menyekap Dilla. Belum sempat Dilla teriak, salah satu pria tinggi kekar membekap mulutnya. Sementara dua orang lainnya yang berparas mengerikan "mengunci" pergerakan tubuhnya.

"EHM! ERHHM!!" teriak Dilla mencoba membebaskan mulutnya.

"HAHAHAHA!" teriak kating tertawa jahat.

"Tidak kusangka kamu sepolos itu mengira kamu memiliki sahabat yang akan setia mendampingimu," kata kating tersebut sambil merangkul Nian.

Rupanya Nian sudah dari tadi mendekati Kating itu.

Dilla menatap tidak percaya. Apakah dia baru saja dikhianati sahabatnya!? Tapi untuk alasan apa!? Bukankah mereka sudah lama bersahabat!? Apakah...

"Maaf Dilla."

Dilla berhenti memberontak, mencoba mendengarkan kata-kata Nian.

"Aku se-sedang membutuhkan uang. Orangtuaku sedang dalam krisis keuangan, sementara biaya kerja sampinganku tidak cukup untuk membiayai kebutuhan kami. Namun, kating ini memberikanku kesempatan untuk memberikanku uang. Karena bila aku menolaknya, dia justru akan membahayakan keluargaku," jelas Nian sambil bersembunyi dibalik kating itu.

Dilla tidak percaya mendengarkan itu. Seandainya saja sahabatnya lebih terbuka kepadanya, tentu saja dia akan membantu. Namun, dia tidak pernah. Tentu saja bukan salah Dilla karena tidak mengetahuinya. Atau karena kesalahan Dilla sendiri, yang tidak pernah bertanya masalahnya.

"Sepertinya aku juga egois." Batin Dilla walaupun keadaan tubuhnya masih dijerat oleh para berandalan tersebut.

"Dilla, aku.."

Kata-kata Nian terpotong oleh sebuah suara. Suara nyanyian biasa terdengar didekat situ. Suara tersebut tidak terdengar merdu, namun juga tidak terlalu jelek. Suara itu mendekat ke situ. Kating tersebut reflek menarik tangan Nian dan memberi aba-aba kepada para bawahannya untuk bersembunyi.

Belum sempat mereka bersembunyi, sesosok pirang tinggi bersenandung ria melewati tempat tersebut. Tidak sengaja melihat Dilla yang dijerat oleh 3 orang pria kasar. Daniel terperanjat.

"Dilla!?"

"Cih sialan!" umpat salah satu pria itu.

"Aku saja yang menghabisinya lur!" kata pria satu lagi sambil meregangkan ikatannya dengan Dilla, lalu memberinya ke temannya disebelahnya. Kedua orang lain mengangguk.

"Nah, bule sialan! Maafkan aku, tapi aku harus menyingkirkan saksi mata sebanyak mungkin!"

Daniel beranjak mundur. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak pernah melihat ketiga orang tersebut di kampusnya. Yang jelas Dilla sedang dalam bahaya.

Apa yang harus dia lakukan!?

☆☆☆☆

Malam guys :D
maaf ya aku belum update lagi 😅
Aku lagi mencari pencerahan untuk lanjutan kedepannya bagaimana hehe.
Belum lagi sekarang aku sudah di tingkat akhir T_T
jadinya pasti banyak tugas dan penilaian harian yang datang.
Mohon doanya ya semua U_U
Terimakasih 🙏

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RashTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang