Chap 6. Strange Behaviour.

173 103 46
                                    

WARNING!!!
*Beberapa adegan mungkin unik 😂. Maafkan imajinasi liarku 🙏🙏.
Stay enjoy dan jangan lupa vote + comment

Daniel's PoV

Hari ini gak ada jam prodi. Aku sebenarnya ingin ke kampus menyiapkan tugas-tugas esok hari. Namun, jadi ingat kalau kemarin tidak jadi nongkrong seperti biasa karena sudah sore. Ia pun memutuskan memanggil Rafli karena Tiang masih ada materi prodi pilihan Seni Rupa.

"Pagi lur!"

"Eh eh, si tukang jambak sudah nelpon aje. Gimana lur?"

Pagi-pagi, ini orang sudah bikin esmosi aja. Untung cuma nelpon, kalau ngomong langsung udah kujambak rambut tebalnya itu.
"Hm.. mau nongki gak? Aku ada yang mau diomongin nih!"

"Boleh! Mau nongki dimana?"

"Ke kafe aja yuk! Tapi yang atasnya ajaa. Cari tempat sepi hehe."

"Ok deh, cus skuy!"

Hhfftt.. mau tidak mau memang harus ketemu Rafli. Kemarin dia mendapat surat dari Dilla bukan main-main. Selama berbulan-bulan si Dilla tidak berbicara dengannya lalu tiba-tiba dia datang dan memberikan sebuah surat ke dia.

Owh iya, aku memakai pakaian kaos Semarangan biasa, lengkap dengan jins bertemakan army. Aku sengaja mengikat rambutku agar tidak tersepoi-sepoi tertiup angin. Inginnya memakai baret namun itu cukup disaat tertentu saja. Sehingga akhirnya aku memakai topi hitam menutupi kuncirku.

Rafli pun datang. Dia memakai masker merah. Kaos merah dan celana panjang berwarna merah. Pokoknya serba merah_-. Kalau sampai rambutnya merah, bakalan kujambak langsung.

"Hahaha warnanya merah semua yak?"

"Iyeee_- kayak Red Riding Hood aje."

"Aowkaowk, santuy. Tadi aku sudah nyari baju kemana-mana di lemari, tapi yang pantes dan yg lagi ada ini semua, jadi ya udah deh. Pakai aja sekalian."

"Sini..!"

"Eh.. ok ok"

Aku menyuruh Rafli duduk disofa sampingku. Kami ada di atas atap. Tepatnya paling atas. Aku sengaja memesan VIP karena aku kesal bila ada yang mengganggu.

Sofa itu menghadap ke arah perumahan yang disekitarnya terdapat rel kereta listrik. Walau terkesan polusi, sebenarnya ruangan kafe ini memiliki perisai khusus yang melindungi kafe dari polusi. Sehingga yang terasa tetap udara segar non-polutik.

"Hadeuh... enaknya sofa ini.." kata Rafli menjatuhkan diri disebelahku diatas sofa.

Rambut Rafli berjatuhan diatas pinggiran sofa. Rambutnya yg hitam legam dan tebal itu seakan-akan sutra yang baru saja dipanen.

Aku lalu memanfaatkan kesempatan itu. Saat Rafli meletakkan kepalanya diatas pinggiran sofa, aku memasukkan telapak tanganku ke sela-sela rambutnya, menggenggamnya lalu mengusap-usap poni panjang si Rafli yang dibelakangkan diatas kepalanya.

Rafli yang tahu kelakuanku membiarkanku. Lalu menyuruhku melepaskan topiku.

"Cepat, lepasin topimu!"

"Lho kenapa? Disini anginnya banyak cuy!"

"Biarin, copot aja!! Take off your hat!"

"Fine..."

Aku melepaskan genggamanku dari rambut Rafli lalu mencopot topiku.
Poni panjangku yg masih terkuncir tentu saja aman saja. Namun dengan sigap, si Rafli mengambil ikat rambutku. Membuat rambutku yg rapi-rapi saja, jadi tergerai kebawah. Poniku jadi menutup mukaku hingga mulut.

RashTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang