Dilla's PoV
Namanya Daniel. Salah satu anak paling rajin di fakultas kami. Dibanding pemuda-pemuda lainnya, entah kenapa dia yang paling menarik.
Selain dia putih, selalu bersikap baik dan murah senyum, dia juga kadang bersikap ceroboh dan ya, dia kadang bersikap sedikit feminim karena tingkah lakunya itu.
Walaupun begitu, dia terlihat tidak pernah mempermasalahkannya. Justru dia lebih sering terlihat mondar-mandir di kampus, entah apa yang dia lakukan.
"Kenapa tidak kamu dekati saja sih!" cetus Nian, sahabatku sejak SMA. Walau kami beda jurusan, kami tidak pernah menyangka akan berada dalam satu kampus yang sama.
"Entahlah, walau dia banyak temannya, dia lebih sering sibuk belajar daripada berteman, seakan-akan besok adalah ujian atau semacamnya."
"Hahahaha sedikit kali cowok yang rajin gitu. Malah justru yang kayak gitu yang harus dikejar, dibanding playboy dan fakboy gak jelas."
Kata-kata Nian membuatku berpikir, benar juga katanya. Cowok-cowok bervisi kedepan seperti Daniel memang sudah sangat jarang ditemukan.
Bahkan saking sibuknya, dia jarang bermain basket/ bola. Rumornya sih, dia lebih suka berenang.
"Hfft... " Aku pun merebahkan kepalaku diatas meja di kantin. Rambut sebahuku sedikit menutup muka. Segera kuacak-acak anak rambutku.
"Seandainya saja ada ekskul renang di kampus kita."
"Wah wah kayaknya ada yang bete nih aowkaowk."
"Hmm... aku bingung mau deketin dia gimana. Katanya sih dia tidak terlalu jago sport segala macem, tapi dia suka berenang. Lalu aku mau ajak dia renang kemana coba? Kolam renang rata-rata jauh dari sini."
"Hei, itu mudah saja kan. Kota Semarang kan sudah difasilitasi berbagai kendaraan elektrik yang gratis dan nyaman. Aku justru lebih sering liat si Daniel itu memakai kereta umum listrik daripada motor-air lho."
"Kau benar. Hmm... seandainya semesta berpihak kepadaku."
"Oakwowkaowk aku pasti berpihak kepadamu Dilla Sayang"
"Dih... apaan sih gaje deh."
"Oakwoakwaowk"
Tidak terasa obrolan kami sudah terlalu panjang. Jam 09:45. Jam masuk prodiku sebentar lagi dimulai. Aku bergegas membereskan tas dan mengambil tab-phoneku (sejenis tablet yang bisa diubah ukurannya sebesar handphone mungil sesuka hati, di fitur-fitur tertentu kita bisa mengeluarkan hologram yg menampilkan informasi berguna lainnya.) lalu segera naik ke lift.
Aku melambaikan tangan kepada Nian. Nian justru mengecupkan mulutnya sambil menengadahkan tangannya ke arahku. "Ewwwuuhh... " pikirku. Lift pun menutup.
Kampus ini memang termasuk kampus terbaik di Semarang. Selain karena sudah dilengkapi fasilitas-fasilitas modern seperti negara-negara maju lainnya, kampus ini juga memiliki berbagai lantai dan dari total 7 lantai, 2 lantai ada dibawah tanah untuk beberapa materi prodi tertentu (+ tempat parkir wkwk), 1 lantai utama untuk lobi dan sebagian besar halaman ekskul serta 3 lantai teratas untuk berbagai macam kelas prodi.
Kebetulan prodi kelasku berada di lantai 4, dan kejutannya, tepat saat aku keluar dari lift. Tiba-tiba saja aku bertabrakan dengan dia. Waktu berjalan begitu cepat. Iya, dia. Daniel, gebetanku. Dan sahabat lamaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rash
RastgeleHidup itu bukan hanya soal menjalani, tetapi juga soal menerima dan berjuang disetiap langkah. Tidak perlu merasa sendirian, karena bila menoleh kebelakang, ada orang lain yang peduli pada kita. ••• •isinya rada absurd. Beberapa adegan mungkin unik...