BAB 10. Your Baby is Mine

678 35 2
                                    

Teman-teman, sebelum baca, jangan lupa vote. Yang ikutin cerita ini, follow ya sebagai bentuk support. Makasih.

Keenan bingung bukan main bagaimana lagi caranya membujuk Khanza. Sudah dua hari Khanza menolak bertemu dengannya. Jangankan membiarkan Keenan masuk ke rumah, menatap wajah Keenan saja sang istri tak sudi.

Sore itu sepulang kerja Keenan, hujan turun lebat. Apes. Keenan lupa bawa jas hujan. Jadilah ia basah kuyub dari kantor.

"Assalamualaikum, Za. Aku pulang," kata Keenan dengan suara bergetar kedinginan di teras rumah.

Tidak ada sahutan. Keenan menarik napas berat dan memilih menunggu di bangku teras ditemani rintikan hujan yang semakin deras.

-oOo-

Khanza mual-mual dan berlari cepat ke toilet sebelum muntah di sembarang tempat. Perasaannya campur aduk. Jadi begini rasanya jadi wanita hamil? Baru saja ia tersenyum, tapi senyum itu langsung memudar teringat kejadian pahit yang ia alami.

Sehabis dari toilet, Khanza mencoba mencari udara segar di luar. Saat itu hujan tinggal rintik-rintik. Seketika Khanza tercenung melihat Keenan sedang meringkuk tertidur di atas bangku teras dengan tubuh masih bekas basah.

"Ya Allah, kenapa aku kok kasihan lihat Mas Keenan seperti itu? Dia sampai nunggu kebasahan di luar," gumam Khanza sedih. Namun, seketika rasa sedih itu menghilang. "Paling cuma akal bulus laki-laki penipu kayak dia!"

Khanza cepat-cepat ingin masuk lagi ke dalam rumah. Tak peduli selama dua hari ini Keenan tidur di luar, kehujanan, dikeroyok nyamuk, atau masuk angin. Itu semua tak seberapa dibanding penderitaannya.

Ketika Khanza ingin menutup pintu, tiba-tiba saja tangannya ditarik.

"Za, tunggu, Za. Aku minta maaf," ucap Keenan entah untuk yang keberapa kalinya.

"Ih! Lepas! Ngapain kamu di sini? Kan aku udah bilang aku nggak mau lihat muka kamu lagi!" bentak Khanza.

"Za, besok Ibu mau ke sini. Aku mohon banget, Za, izinin Ibu ke sini dan jangan kasi tahu Ibu masalah kita. Kamu tahu sendiri Ibu bisa sakit kalau sampai tahu," bujuk Keenan sendu.

Khanza malah panas. "Jangan kasi tahu Ibu? Jadi kamu mau nutupin perbuatan jelek kamu itu sama ibu kamu? Terus kamu minta aku pura-pura semua baik-baik aja? Nggak! Aku nggak sudi!"

"Za, aku mohon. Kasihan Ibu, Za. Aku mohon tolong aku."

"Ibu kamu aja yang kamu pikirkan, sementara kamu udah permainkan perasaan dan hidup aku! Kamu udah ngancurin semua!" Khanza tak tahan dan mulai menangis.

Keenan cepat-cepat mendekati Khanza dan menyeka air matanya, tampak ikut hancur. "Ya Allah, Za. Maafin aku. Aku tahu udah bikin kamu sakit hati. Wajar kamu marah. Tapi aku bersumpah demi Allah, aku udah bertaubat, Za. Aku janji akan jadi suami yang baik buat kamu."

Khanza dan Keenan saling bertatapan. Percikan rindu dan cinta hadir kembali. Khanza sebenarnya tidak sanggup, ingin rasanya segera merebahkan dirinya ke dalam pelukan Keenan dan melepaskan semua kesedihan. Namun, kenyataan pahit masih menghantui.

Khanza menepis tangan Keenan dan masuk ke dalam. Tidak peduli Keenan memanggilnya lirih, ia berusaha tak melihat Keenan dan mengunci pintu.

-oOo-

Pada sore keesokan harinya, Bu Ida datang bersama Hani ke rumah Khanza. Keenan sudah menunggu mereka di depan rumah dengan gugup.

Ya Allah, gimana kalau sampai Khanza kasi tahu Ibu dan mengusir Ibu? Batin Keenan cemas.

Bu Ida tersenyum dan berjalan semakin cepat karena tak sabar ingin buru-buru ketemu Keenan dan Khanza, sang menantu kesayangan.

"Ibu, pelan-pelan jalannya. Mas Keenannya nggak ke mana-mana, kok," ujar Hani, gadis manis berhijab, yang selalu setia menjaga sang ibu.

Pesona Suami Kedua (Pernikahan Kontrak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang