Tidak tahu berapa lama Aku tertidur atau lebih tepatnya pingsan, rasa mual dan bau bangkai sudah tidak lagi tercium. Hanya bau balsem dan sedikit rasa panas di dada yang masih terasa, semuanya seperti semula. Kedua perempuan paruh baya masih memakan tahu, bukan belatung seperti Aku lihat sebelumnya, begitupun lelaki berpakaian tentara. Tidak ada belatung dan dedaunan.
"Sepertinya kamu sangat mengantuk, Nak." Kata Nenek yang langsung membuatku melihatnya.
"Apa yang Nenek lakukan kepada saya ketika pingsan tadi?" Aku teringat tangan keriputnya seperti mengusap wajahku, terlihat samar-samar sebelum aku pingsan.
Nenek tersenyum sambil memperlihatkan kantong plastik tahu yang tinggal beberapa saja ditambah buras yang tersisa satu bungkus.
"Ternyata orang tua ini sangat lapar," katanya. Dia tidak menjawab pertanyaaku. Membuka buras lantas melahapnya dengan tahu yang tersisa.
"Kamu tidak memakannya?" Nenek balik bertanya ketika melihat kantong plastik tahu yang masih penuh di pangkuanku.
"Kalau Nenek mau ambil saja, dan apa yang Nenek lakukan kepada saya waktu pingsan?"
"Terima kasih, Aku sudah kenyang. Aku tidak melakukan apa-apa hanya mengambil buras yang kau makan, kau tertidur disaat memakannya."
Pedagang tahu masih ada di dalam bus, masih menawarkan jualannya di kursi belakang. Begitupun dengan bus, masih diam terhalang oleh lampu merah. Tiga puluh detik lagi berganti lampu. Berarti hanya beberapa detik saja Aku pingsan karena melihat darah dan belatung, tapi rasanya sangat lama sampai sebuah mimpi menghampiri tanpa adanya penjelasan.
Lampu merah berganti hijau, supir bus menginjak gas perlahan. Kondektur masih mencari penumpang. Dan Aku, masih bingung dengan apa yang terjadi.
"Aku dulu punya cucu, mungkin sekarang sudah sebesar dirimu. Tapi sayang, dia meninggal karena sakit. Tiga tahun lalu." Aku tidak mendengarnya, masih fokus memikirkan apa yang Aku lihat dari awal pertama menginjakkan kaki di terminal sampai saat ini. Semuanya terasa berbeda.
Matahari bersinar tanpa awan menghalanginya, benar apa yang diprediksikan oleh pemerintah, hari ini cuaca cerah setelah tiga hari hujan yang membuat pakaian tidak kering. Pakaian, Aku langsung teringat akan baju yang masih lembab di depan kosan.
[Jal, tolong baju yang ada di depan kosan pindahin ke tempat jemuran,] pesan langsung terkirim, tidak berapa lama dia membalasnya dengan balasan yang membuatku mengerutkan dahi.
[Lo beneran udah di bus?]
[Iya, udah dari tadi gua di bus, nih kalau gak percaya.] Balasku ditambah foto kursi depan, jalanan, dan foto pedagang tahu yang masih berdiri di belakang.
[Beneran?]
[Masa gua bohong, emang ada apa sih?]
[Waktu gua ke warung Mamah, gua lihat Lo lagi jalan sama Diara.] What the.....
Sekilas info, pertama, warung Mamah adalah warung langganan Aku dan mungkin mahasiswa lainnya, masakannya enak dengan harga terjangkau dan pastinya boleh ngutang ketika dompet sudah tidak ada isinya. Itulah sebabnya mahasiswa suka banyak makan di sana sampai kita harus ngantri. Kedua, Diara, dia adalah teman yang Aku harapkan tidak hanya sekedar teman saja, tapi rasanya dia lebih suka kita temanan saja, tidak kurang tidak lebih. Bahasa kerennya kita terjebak di zona friendzone.
[Lo jangan bercanda, gua udah dari pagi keluar kosan dan gua gak ketemu sama Diara dari semalam, pas gua lewat kosannya aja kosong, mungkin dia masih tidur. Semalam gua nemenin dia ngerjain tugas sampai hampir pagi.] Sepertinya Jali tidak memalingkan chatnya karena setelah pesan sampai langsung tanda dibaca terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bus Hantu
HororMenceritakan sebuah perjalanan bus yang ternyata sebagian penumpangnya bukanlah manusia, Ajay dan Nenek berusaha sekuat tenaga untuk bisa keluar dari sana. Kejadian demi kejadian menyeramkan mereka lihat. Ternyata ada sebuah cerita dan rahasia dalam...