[1] Daun

210 24 8
                                    

Keenan Mallory, anak sulung dari pasangan Chakra dan Fathimah yang satu ini sangat tidak suka dengan yang semacam gombal-menggombal. Tapi kalau memuji, dia juaranya.

Sedangkan Gendhis Ratnaduhita adalah seorang gadis yang bersifat dingin di luar, namun sebenarnya ia adalah seseorang yang memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Kali ini kita akan membahas soal Keenan dan Gendhis yang selalu bertengkar/beradu mulut sedari kecil.

Gendhis dikenal sebagai gadis yang bertampang garang nan pemberani. Tapi dahulu saat masih duduk di bangku taman kanak-kanak, Gendhis merupakan anak yang cengeng.

Saat itu..

"Heh, gendut!" teriak seorang gadis kecil berambut hitam legam. Ia berteriak kepada gadis berambut cokelat yang dikepang.

Bukan, si gadis berambut hitam itu bukanlah Gendhis. Melainkan si gadis berambut cokelat. "Ada apa, Ta?" tanya Gendhis dengan baik-baik.

"Apakah aku boleh meminjam boneka milikmu?" tanya gadis berambut hitam. Gendhis hanya bergeming. "Boleh nggak?" ujar si gadis berambut hitam, dengan tidak sabar. Gendhis menggeleng perlahan.

Disisi lain,

"Bunda!" seru Keenan kecil. "Hmmm" gumam Fathimah. "Bundaaaaa! Ih kok nggak dijawab sih?" rengek Keenan. "Bunda! Bunda!" seru Keenan sekalilagi.

"Iya, ada apa sayang?" sahut Fathimah akhirnya. "Yeeeeyyy! Bunda jawab, yeeyy!" sorak Keenan, seraya mengepalkan tangannya ke udara. Fathimah, yang sedang menyetir mobil, tersenyum mendengar sorakan sang putra sulung. "Bunnn!" panggil Keenan. "Bunda lagi nyetir, Nak. Bentar dulu yaaa" kata Fathimah. Namun, Keenan tak mengindahkan perkataan sang ibu. Ia masih saja sibuk mengoceh.

"Kita ngapain lewat jalan ini sih, Bun? Kan jalan ke rumah kita nggak disini." protes Keenan, ketika menyadari jalur ini bukanlah jalur menuju rumahnya.

Fathimah tersenyum. "Sabar ya, sayang. Bentar lagi nyampe kok. Habis jemput dek Gendhis, kita langsung ngueeenggg. Pulang deh!" ucapnya dengan sabar. "Ih, Bunda nggak seru deh!" protes Keenan, lalu cemberut.

"Biarin. Nanti paling kalau Ayah nakal ke kamu langsung ngacir ke Bunda." kata Fathimah, yang membuat Keenan semakin dongkol.

Sesampainya mereka di sekolah Gendhis..

"Dek Gendhis!" seru Keenan, lalu berlari menuju si gadis berambut cokelat.

Gendhis--gadis berambut cokelat itu memeluk kaki Fathimah seraya menangis tersedu-sedu.

"Kenapa, sayang?" tanya Fathimah sambil mengelus rambut Gendhis. "A-anak itu, Tan. A-anak itu u-udah me-merebut boneka Gendhis de-dengan paksa-a, Tan." jawab Fathimah dengan terbata. "Huaaaaaaa" tangis Gendhis.

"Heh, anak kecil!" seru Keenan sambil menunjuk gadis yang merebut boneka milik Gendhis. "Apa?" sinis gadis berambut hitam itu.

"Aku tau kamu siswa tingkat B. Yang masih tingkat A tuh disayang. Bukannya didorong gitu. Kan kasian dia!" omel Keenan, lalu menunjuk Gendhis yang sedang menangis tersedu-sedu. "Terus kita juga nggak boleh ngerebut paksa mainan orang lain kalo nggak diizinin. Dasar!!!" lanjutnya.

Gadis berambut hitam itu tak mengindahkan omelan panjang Keenan, lalu menjulurkan lidahnya. Melihatnya, Keenan langsung mengepalkan tangannya ke arah si gadis berambut hitam itu.

"Eh, Keenan sayang..." cegah Fathimah, sambil memegang pundak sang putra. "Ja-jangan diladeni, Bang. Udah biarin aja. Emang nyatanya aku gendut kok." "Hush! Jangan bilang gitu!" omel Keenan.

"Udah udah, jangan bertengkar lagi.. Kalo kalian masih bertengkar, ke mekdi-nya nggak jadi loh."

"YAAHH TEEEE" "BUNDAAAA!"

+JYPɴᴀᴛɪᴏɴ ; Lokalzone.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang