Rooftop

412 34 0
                                    

—————




Hosh hosh























Tubuhnya tertunduk dengan Nafas terengah. Berusaha untuk menghirup oksigen dengan rakus. Lima tubuh berseragam yang sama seperti miliknya masih tergeletak pingsan di depannya. Kondisi ruang belakang yang sudah berantakan bertambah tak karuan setelah menjadi arena gulat mendadak.

Yoongi menegakkan tubuh. Meregangkan punggung yang terasa pegal dan juga nyeri secara bersamaan. Lalu Berkacak pinggang seraya menarik nafas dalam. Di usapnya surai yang berantakan sebelum meludahkan liur yang bercampur darah di tanah.

Yoongi mulai melangkah pergi. Keluar dari tempat itu tanpa memerdulikan lima tubuh terkapar tak sadarkan diri. Melewatinya dengan santai seraya mengusap darah yang keluar dari hidungnya

Ini memang biasa terjadi. Di keroyok satu lawan lima atau bahkan lebih. Tapi yoongi selalu menang. Belum pernah bisa terkalahkan walau lawannya berjumlah banyak.

Padahal yoongi rasa teknik beladirinya juga tak begitu mahir, hanya standart orang yang belajar otodidak. Tak berniat juga untuk mendalami lebih.
Yoongi juga merasa tak pernah berbuat apapun yang menyinggung atau merugikan. Tapi kenapa ia selalu di keroyok dan di tantang sana sini.

Apakah karena dia yang terlalu pendiam ini adalah kesalahan?. Tak memedulikan sekitar memang karakternya. Apalagi jika itu tak penting, yoongi akan langsung pergi tanpa mau repot repot mengurusi.

Seperti halnya Song Minho, salah satu dari kelima orang yang tengah terkapar pingsan itu. Anak seorang pengusaha kaya yang menjadi donatur nomer satu sekolah. Tempo hari pria itu mendekatinya menawari untuk di jadikan kawan atau lebih tepatnya masuk dalam geng tak mutu menurut yoongi.

Tapi karena sifat dasar yoongi yang malas untuk berteman dengan orang orang berpengaruh. Membuatnya acuh dan pergi begitu saja saat si Song itu sedang berbicara panjang lebar. Mungkin ini pemicunya, sampai tuan muda Song menyuruh kawan atau bisa di bilang anak buahnya untuk bersama sama mengeroyok yoongi.

Entah Yoongi tak peduli. Yang terpenting dia bisa mengurus lima orang pengganggu hidup tentramnya dengan mudah. Walau luka dan lebam adalah hadiahnya.

Yoongi meringis saat menggerakkan rahangnya pelan. Sepertinya luka disana semakin parah. Padahal yoongi baru saja keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu setelah dengan susah payah di bujuk. Uang sakunya bahkan sudah menipis hanya untuk sekali rawat, dan sepertinya tak akan cukup membayar biaya rumah sakit jika dia berobat lagi.

Yoongi memasuki kelas yang telah sepi. Ini sudah jam setengah enam sore. Sekolah sudah pulang dari satu setengah jam yang lalu. Hanya beberapa anak saja yang masih tersisa. Awalnya yoongi hanya ingin menghabiskan hari di sekolah. Tak ada kepentingan apapun, Hanya ingin luntang luntung, berjalan kesana kemari tanpa tujuan. tapi itu lebih baik dari pada ia harus berada di rumah yang membosankan.

Yoongi membuka kancing seragamnya. Melepaskan kemeja berwarna putih dengan bercak darah dan tanah yang tercetak samar. Menyisakan kaus hitam sebagai dalaman yang ia kenakan. Lalu Memasukan ke dalam tas hitam miliknya.

Matanya menangkap sebuah benda di dalam tasnya. Sekotak pianissimo peche pink di sebelah kotak kosong rokok milik yoongi, yang sangat ia kenal siapa pemiliknya. Tangannya meraih benda itu. Membukanya, yang ternyata tersisa separuh dan tersenyum kecil menerawang.

Yoongi menaikan tasnya di bahu. Memasukan kotak pianissimo peche itu ke dalam saku dan mulai melangkah keluar dari kelas. Setelah memastikan pintu terkunci dengan baik sebelum pria itu benar benar meninggalkannya. Yoongi sudah meminta kunci kelas pada satpam.

Playing the guitarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang