Remember When

2K 30 2
                                    


"Pagi, Pak,"

"Pagi," jawab pria paruh baya itu kemudian membaca beberapa lembar kertas dimejanya.

"Jadi jadwal ke Taiwan itu lusa, ya? Saya hampir lupa,"

"Iya, Pak" jawabku singkat.

"Tiga hari di Taiwan kemudian ke Hongkong tiga hari juga. Jangan lupa mampir ke Victoria Park ketemu Mr. Luo di hari kelima," jelasku lagi.

"Padat juga," ucap pria itu kemudian mengangkat gagang telepon hitam.

Aku kembali sibuk dengan berkas-berkas yang menumpuk di mejaku. Mencari poin-poin penting dari rapat Jum'at kemarin, merangkum setiap presentasi. Belum lagi laporan-laporan dari para divisi, permintaan barang dan lain-lain. Mati sajalah!

"Zie, hari ini saya harus ketemu Pak Reinald di Tanah Abang. Laporannya kalau sudah selesai tolong email saya, ya?" ucapnya buru-buru.

"Prioritaskan rapat kemarin!" tambahnya diambang pintu.

"Baik, Pak!"

Akhirnya bernapas. Aku bisa mengerjakan tugasku tanpa gangguan. Karena biasanya Bapak Direktur selalu tanya ini-itu dan memberikan tugas-tugas selipan.

Kumulai dari rapat kemarin tentang projek sebuah perusahaan kosmetik yang namanya baru naik daun. Mesin-mesin yang harus ditawarkan dan permintaan kolega formula dan lain-lain. Poin-poin dari setiap presentasi teknisi dan marketing. Persiapan segala dokumen yang dibutuhkan. Supplier-supplier yang akan ikut serta, tata letak mesin nantinya dikondisikan sesuai interoir workshop perusahaan itu sendiri. Selesai.

Kedua. Laporan-laporan dari setiap divisi atas projek yang sedang berjalan. Proges mesin 95%, kebutuhan bahan baku mencukupi, membutuhkan product tambahan untuk trial terakhir. Selanjutnya mengenai packing dan pengirimannya.

Aku melamun kemudian,"Kalimantan?"

Browsing jasa pengiriman ke Kalimantan. Kuhubungi beberapa untuk konsultasi. Untuk mesin yang beratnya mencapai tiga ton, jalur laut atau udara yang lebih baik.

Aku membuat beberapa option untuk Pak Direktur. Selesai.

Tok!! Tok!!

"Masuk!" teriakku.

"Ada tamu ingin bertemu Bapak Direktur. Saya sudah bilang beliau keluar, tapi katanya ingin ketemu Ibu." Ucap Mbak Melan dengan anggun.

"Darimana?"

"PT. Pharma Beauty" jawabnya resepsionis cantik itu.

"Suruh masuk aja, Mbak."

Kemudian dia berlalu dari ambang pintu.

Aku bangkit dari dudukku dan merenggangkan otot-ototku.

"Selamat siang, Bu,"

"Siang, Pak." jawabku menyambut jabat tangan pria paruh baya dihadapanku.

"Silahkan duduk, Pak!"

Tanpa sungkan pria dengan jas hitam itu duduk di sofa yang juga hitam.

"Saya Darmawan dari Pharma Beauty,"

Aku hanya menganggukan kepala atas perkenalan singkatnya.

Sekitar lima menit kami berbicara ringan kemudian Pak Dermawan mengeluarkan seberkas dokumen dalam amplop cokelat.

"Jadi ini data beberapa mesin yang rusak," Pak Dermawan menyodorkan amplop itu padaku.

"Keadaan mesin dan keluhan-keluhannya sudah kami lampirkan di dalam juga," tambahnya.

Sad StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang