2013-
"Awaasss!!!!" belum sempat aku melihat siapa yang berlari, aku sudah tertabrak dari belakang. Membuat tubuhku oleng. Untungnya tak sampai jatuh.
"Ngalangin jalan aja lo ah! Minggir!" aku sedikit terkejut mendapat bentakan itu. Dia yang
menabrak dan sekarang membentakku?Terlihat aura marah dari wajahnya. Dia buru-buru membalikkan badan dan hendak melanjutkan lari. Namun, baru satu langkah,
Kretek'
Aku dan lelaki itu sama-sama menunduk, melihat ke arah sumber suara.
Jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat. Aku tak tau harus berkata apa melihatnya.
"Stitch guee....." mataku terasa panas. Kakiku terasa lemas. Aku berjongkok mengambil tubuh stitch dengan tangan tak bertenaga. Sepertinya stitch jatuh saat dia menabrak dan mengenai tasku.
"Makanya gausah ngalangin jalan, gini kan jadinya! Emang ni jalan punya lo hah?!!" sungguh aku tak peduli dengan ocehan lelaki itu. Yang aku pedulikan, dia sudah mematahkan telinga stitch!!!
"Nih!" dia memberikan telinga stitch padaku, dan langsung berdiri.
Aku masih mematung melihat tubuh stitch dan telinganya yang patah. Bulir-bulir bening sudah manghujami pipiku tanpa bisa terbendung.
"Eh, lo nangis?" lelaki tengil itu sudah berjongkok lagi di depanku.
Aku yang tersadar karena ucapannya, segera mengusap air mata. Yang benar saja. Natha menangis hanya karena gantungan kunci stitchnya yang patah? Ah, tidak lucu sama sekali.
"Lo nangis? Cuma gara-gara gantungan kunci butut lo patah?" ulangnya. Alisnya terangkat satu entah meremehkan atau tak percaya."Ck!! Gue ga nangis!" tas yang ada di punggungku sudah kugeser dengan kasar sehingga ada di depan, memasukkan stitch.
Aku berdiri, dan dia mengikutiku berdiri. Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari tadi. Karena hari ini jadwalku piket, aku pun pulang sedikit terlambat. Dan malah tertimpa kejadian seperti ini.
Aku meneliti lelaki yang menyebabkan stitchku patah. Dia terlihat seumuran denganku. Sepertinya satu angkatan.
Entahlah, aku tak mau melihat wajah itu lagi. Tak ingin berlama-lama di situ, aku memilih untuk pulang dan memperbaiki stitch? Mungkin.
⚫⚫⚫
Aku merebahkan tubuhku sebentar. Menatap langit-langit kamar. Me-reka ulang insiden tadi siang. Sungguh, aku sangat menyesali kelakuanku.
Menangis di depan umum hanya karena stitchku patah. Teringat stitch, aku beranjak duduk. Meraih tas dan mengeluarkan stitch, tak lupa patahan telinga. Memandangi sejenak gantungan kunci itu.
Itu adalah gambar stitch yang masih utuh. Aku baru membelinya dua minggu lalu. Setelah menyisikan uang saku selama sebulan. Hanya untuk mendapatkan gantungan kunci stitch yang kualitasnya tidak bisa dibilang jelek. Namun, tidak juga terlalu bagus.
Dan sekarang stitch lucu itu patah begitu saja. Apa yang harus kulakukan? Menempelkan dengan lem?
Aku tak tau dan tak memiliki lem untuk stitch. Mana mungkin lem kertas seribuan akan mempan.
Rasanya aku ingin berteriak dan menjambak rambut lelaki tadi.
⚫⚫⚫
Beberapa hari setelah kejadian stitch patah, sekolah mengadakan classmeet. Acara tahunan seusai ujian kenaikan.
Saat ini, aku dan Talita antusias melihat perlombaan futsal antar kelas. Kami duduk di selatan lapangan.
Talita adalah teman pertamaku saat masa orientasi. Dan kami sudah menjadi teman dekat.
Tunggu, ada pemandangan yang menarik perhatianku. Di pojok seberang lapangan, aku melihat Agam, teman sekelasku, sedang berbincang dengan lelaki sialan yang mematahkan stitch. Mereka beberapa kali tertawa sambil memakai sepatu.
"Nath, kantin dulu yuk. Gue laper. Nanti balik lagi kesini." pandanganku terputus karena ajakan Talita. Aku menyetujui.
Setelah membeli minuman dingin dan beberapa camilan, kami kembali menonton pertandingan. Sekarang giliran kelasku bertanding. Dan, hey! Lawan tanding kelasku adalah kelas si sialan itu!
Antusiasku meningkat 101%. Aku dan Talita berteriak keras menyemangati kelas kami untuk mengalahkan kelas lawan.
"AYOOO OPER OPERR!!!" Talita berteriak.
"AYO SEMANGATT!!!" terdengar juga teriakan teman kelasku menyemangati Agam dan timnya.
"GOL GOL GOLLL!!!!" teriak kami serempak dan sontak berdiri. Kelasku menang dengan selisih skor dua poin.
Betapa senangnya aku saat melihat kekalahan si bocah tengil. Rasanya seperti dendamku sudah terbalaskan.
⚫⚫⚫
Menginjak kelas delapan, tak banyak yang ingin aku ceritakan. Kegiatanku sedikit disibukkan dengan ekstrakurikular dan tugas-tugas lainnya.
Aku berpisah kelas dengan Agam dan Talita. Karena memang setiap tahun ajaran baru dilakukan rolling.
Tapi, aku mengenal Rafa. Perempuan berambut pendek yang sangat mudah tertawa. Bahkan dengan hal-hal yang tak lucu sekalipun. Namun, jangan salah. Perempuan itu memiliki selera fashion yang baik.
Banyak kegiatan outdoor study yang jika diceritakan akan sangat panjang.
Semua berjalan seperti yang semestinya. Sampai aku menyelesaikan libur kenaikan kelas dan bertemu dengan dia.
⚫⚫⚫
Hai temen-temen
Alhamdulillah udah sampe part kelimaa
Jujur aku masih bingung buat bikin kalimatnya supaya gampang dipahamin.
Tapi,, ya gitu deeh.
Semoga kalian tetep enjoy
Jangan lupa lasih kritik dan saran, kasih vote, comment apapun, dan share ke temen-temen lain.
Semoga kalian sehat-sehat terusss ;)Hug from far ♥
-N-
[2.7.20]
KAMU SEDANG MEMBACA
Anemone Sparkle
Teen FictionMereka dipertemukan kembali. Rasa itu muncul tanpa diinginkan. Rasa yang ia buang jauh-jauh. Yang sesungguhnya tak benar-benar dibuang. Rasa yang sama seperti empat tahun lalu. Bahkan, sekarang semakin jelas. Mungkinkah kali ini terbalaskan? Atau...