[1]

234 27 0
                                    

Tumpukan kertas dan beberapa buku paket tebal itu tersusun dengan rapi, sementara sebagian lagi dibiarkan berantakan begitu saja di atas meja. Suasana perpustakaan cukup sepi siang hari itu. Tidak ada mahasiswa yang duduk berjajar di antara deretan kursi dan meja panjang yang menjadi tempatnya duduk sekarang.

Hanya terdapat beberapa. Empat, lima, enam, entah, hanya segelintir mahasiswa yang menghabiskan waktunya dengan belajar, mencari materi atau bahkan sesekali mengobrol, nyaris seperti berbisik.

Tetapi Ji Ahn terlihat sangat fokus dengan kegiatannya. Sama sekali tidak terganggu dengan bisikan yang meski samar mampu terdengar jelas olehnya. Satu jam yang lalu, adiknya Jungkook memberitahu jika dia akan pulang terlambat dari biasanya. Jadi ia pun memutuskan untuk pulang terlambat juga. Karena Ji Ahn yakin, rumahnya akan terlihat sunyi tanpa kehadiran adiknya. Itu akan sangat membosankan hanya dengan diam seorang diri di depan televisi yang menyala, atau hanya diam menyendiri di kamar.

Lagipula tidak ada yang istimewa di rumahnya yang selalu kosong. Terlampau kosong.

"Ji Ahn-ah, kau akan tetap disini atau pulang bersama dengan kami?"

Kepala yang semula tertunduk itu terangkat, menengadah, menatap salah satu temannya, Boram yang berdiri di samping tempat Ji Ahn duduk. Menawarkan diri jika saja gadis itu ingin pulang bersamanya dan juga temannya yang lain.

Ji Ahn melirik sebentar jam tangannya sebelum menjawab, "Kurasa iya, kalian bisa pergi lebih dulu, aku akan menyusul."

Temannya itu menggangguk paham kemudian pergi bersama yang lainnya. Meninggalkan Ji Ahn yang sekarang membereskan buku-buku miliknya yang terlihat tidak beraturan di sana-sini.

Setelah selesai dengan urusannya, Ji Ahn keluar dari perpustakaan setelah sebelumnya memberi salam pada petugas jaga yang ada di mejanya. Tidak terasa dua jam berlalu, hari sudah sore, dan Jungkook adiknya belum kembali memberi kabar apa pun. Maka ia memutuskan untuk memberinya pesan singkat, memberitahu adiknya untuk pulang sebelum malam tiba.

Duduk selama berjam-jam ternyata membuat otot-otot tubuhnya nyeri dan kaku. Punggungnya sakit dan lehernya pun terasa pegal. Ia memutuskan untuk duduk sebentar ketika melewati lapangan basket. Anak lelaki yang mengikuti club basket ternyata masih terlihat berlatih di sana.

Ji Ahn juga melihat temannya Taehyung yang juga ikut berlatih. Dia terlihat keren dengan tiga poin yang baru saja ia peroleh. Dan Ji Ahn tersenyum ketika Taehyung melihat ke arahnya, lelaki itu sempat melambaikan tangannya kemudian kembali bergabung bersama temannya yang lain.

Ji Ahn melepaskan kacamata yang ia kenakan, mengusap matanya yang terasa perih, mungkin akibat terlalu lama membaca. Entah, Ji Ahn tidak terlalu peduli. Hal itu sudah sering terjadi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan olehnya.

Lalu fokusnya kembali pada Taehyung, lelaki itu mendribble bola dengan lihai, sementara Ji Ahn hanya memerhatikan. Lalu tidak lama, bola basket itu lepas dari tangannya, beralih pada lelaki jangkung yang satunya. Lawan main Taehyung di sana, Ji Ahn yang melihat itu mendengus, Taehyung payah, pikirnya.

Para pemain berlatih dengan sengit, seperti itu adalah sebuah pertandingan besar yang patut dipertaruhkan kemenangannya. Apa rasanya sama seperti kau ingin mendapatkan sesuatu dan ingin memperjuangkannya? Entah, Ji Ahn tidak mengerti. Yang ia tahu, ketika lelaki jangkung bernama Hoseokーyang berhasil merebut bola basket dari Taehyung tadiー berlari ke arahnya dan tahu-tahu duduk di sebelahnya tanpa beban setelah memasukkan bola basket ke dalam ring, Ji Ahn mendelik.

Ah, sungguh, Ji Ahn benci cengiran kelewat lebar itu.

"Hai Ji, menungguku?" sapanya, dengan handuk kecil berada di kepala. Napasnya tersengal dengan keringat bercucuran dan rambutnya yang basah turun menutupi dahi.

Backspace [Jung Hoseok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang