Jika siang hari bekerja secara online, maka malam harinya lembur membuat artikel yang tentunya bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya.
Makana setelah sholat subuh akan tidur pulas hingga nanti waktunya absensi online.
Sudah satu minggu bekerja dari rumah, dan dua minggu menjadi isteri seorang Rifat, tetapi belum kujalankan kewajiban ku sebagai seorang istri dengan baik.
Mencuci baju Rifat dengan bantuan loundry, menyiapkan makanan Rifat pesan makanan online, membereskan apartemen tentunya Rifat sendiri, karena Rifat lebih jago.
Mungkin dengan setiap pagi menyiapkan kopi, atau perasan lemon hangat sudah termasuk melayani suami, tetapi sebatas itu pelayanan ku sebagai istri dari Rifat, pasalnya melayani nya di atas ranjang pun belum kulaksanakan.
Kami sama-sama teralihkan dengan kesibukan pekerjaan, karena setiap malam aku yang lembur mengetik artikel, begitu juga dengan Rifat yang kini semua pekerjaan di lakukan secara online, dan dia pun lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerjanya.
Kini aku duduk di sofa tunggal ruangan Rifat, yang menghadap kearah Rifat yang sibuk dengan layar laptopnya.
"Fat"
"Hemm"
Sedari tadi kupanggil Rifat tetapi tak ada sahutan, dan ketika menyahut pun hanya deheman, benar memang jika pria itu hanya bisa fokus pada satu titik, berbeda dengan wanita yang bisa fokus ke beberapa titik pekerjaan.
Akhirnya kutinggalkan ruang kerja Rifat, menuju kamar milik Rifat yang saat ini telah dia relakan berbagi denganku.
"Kamu marah?"
Setelah beberapa menit aku meninggalkan ruang kerjanya, Rifat menyusul ku yang kini tidur tengkurap di ranjang.
"Enggak"
"Cewek kalau bilang enggak tuh pasti iya"
Tebakan Rifat yang kurang lebih memang hampir tepat.
Kurasakan Rifat mengusap rambut ku, mematikan rambutku, mencium rambutku mungkin hobi barunya.
"Fat, aku mau jadi relawan"
"Maksud nya?"
Rifat menghentikan tanganya yang bermain rambutku, kemudian bangkit untuk duduk dari yang awalnya ikut tidur di sebelahku.
Begitu pun denganku yang kini ikut duduk, sehingga kini kami duduk bersila di atas ranjang saling berhadapan.
"Aku, mau jadi relawan covid 19, di wisma atlet"
Ulang ku menjelaskan kepada Rifat, apa yang telah kusampaikan tadi.
"Kamu yakin?"
Aku mengangguk mendengar pertanyaan nya.
"Sama kantor boleh?"
Kembali Rifat melontarkan pertanyaan untuk meyakinkan.
"Boleh banget"
"Kalau aku enggak bolehin gimana?"
Wajah tengil tapi kali ini tampak serius itu sungguh membuatku ingin menjambak rambutnya, mungkin jika saja aku belum menikah cukup izin dari ayah, dan pastinya di izinkan.
"Kalau enggak mau tanda tangan sih enggak papa, kan KTP ku masih single"
"Berangkat aja kalau mau dosa"
Lagi-lagi aku terkalahkan oleh Rifat, jika sudah menyangkut dosa, aku mana mungkin bisa berkutik, secara dosa-dosa ku semenjak menikah dengan Rifat meningkat drastis, dari renungan pribadi ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami tak Terduga (Tersedia Lengkap di Ebook Karya Karsa)
Romance21+ Rahasia takdir memang tidak ada yang pernah tahu, dimana kita akan berjodoh dengan siapa tidak akan bisa tentukan, mungkin kita sebagai manusia bisa berencana tetapi apa yang Tuhan takdirkan kita tak bisa mengikarinya. Seperti kisah Rahma dan Ri...