Entah kapan terakhir kali aku merasa bahagia seperti ini, yang jelas sudah terasa sangat lama aku tak merasakan sensasi seperti ini. Aku menggendong anak kucing ini yang nampak sedang kesakitan dibagian perutnya karena ditendang oleh si tua bangka yang pikirannya sempit tadi siang, anak kucing ini tak berontak saat kubawa pulang. Dia tak panik sedikitpun padahal dalam keadaan tak bisa melihat seperti ini sudah seharusnya nalurinya berkata untuk selalu waspada, sesekali dia menoleh kebelakang dengan wajahnya yang sayu, seolah dia berpamitan dengan sesuatu yang ada didalam hutan. Kami tiba dirumah dalam keadaan yang masih gelap gulita, hingga begitu masuk yang pertama kucari adalah stopkontak lampu untuk didalam rumah. Bagian dalam rumah kecil yang tak memiliki banyak interior ini langsung terlihat jelas, berlantaikan keramik dengan atap yang sudah terlihat tua. Ada satu titik yang selalu mengalami bocor saat hujan turun, meskipun sering kubetulkan namun selalu saja bocor lagi. Rumah ini selalu terasa sepi dan sunyi selama aku tinggal didalamnya, sehingga aku lebih banyak menghabiskan waktuku diluar rumah pagi hingga ke sore hari. Rumah yang hanya memiliki dua ruangan yakni ruang tengah, yang biasa kupakai sebagai tempat tidur, ruang tamu, dan hal lainnya. Serta ada dapur kecil dengan perapian yang masih memakai kayu bakar untuk keperluan memasak. Untuk tidur aku biasa tidur dilantai dengan beralas kasur serbaguna yang biasa dipakai para pendaki gunung, namun malam seringkali terasa sangat dingin dan saat itulah aku menyeduh kopi sebelum tidur seperti malam ini. Setelah mandi malam tubuhku merasakan dingin yang teramat sangat menusuk hingga ke tulang, kupaksakan untuk mandi karena seharian aku bekerja disawah sehingga debu keringat bisa menjadi penghambatku untuk menuju alam mimpi. Kopi hitam ditemani ubi yang dibubuy di perapian terasa sangat nikmat, ditambah rasa lapar yang sebenarnya sudah kurasakan sedari tadi membuatku semakin lahap menyantap beberapa ubi. Anak kucing yang kubawa sudah tertidur pulas dekat perapian, dengan sisa-sisa panas mungkin dia merasakan kehangatan yang nyaman. Saat kulihat dia tertidur sebagaimana bayi yang sedang terlelap sungguh membuatku lega dan menuntunku pada rasa kantuk yang luar biasa. Dua teguk kopi membuatku terjaga cukup lama dan mataku tak bosan melihat si anak kucing, bulunya yang berwarna hitam pekat dan warna putih dibagian kaki begitu indah, dan saat itu aku putuskan untuk memberinya nama Badud, selain mudah diingat dan mudah disebut, nama Badud merupakan nama burung puter peliharaan mendiang ayahku namun sudah mati beberapa tahun yang lalu. Sehingga aku harap nama itu memberikan kehangatan pada kehidupanku. “ Badud…” aku iseng memanggil nama itu, dan tiba-tiba anak kucing itu terbangun dari tidurnya dan menoleh ke arahku. Dia menghampiriku dan duduk dipangkuanku begitu saja, sikapnya ini seolah setuju dengan pemberian nama itu. Aku tak kuasa untuk tidak mengelus-elus kepalanya hingga dia tidur lagi, hingga tanpa sadar akupun ikut tertidur dikursi.
“Kak, dapet temen baru yah.” ucap gadis itu.
“Hehe, iya nih, namanya Badud.” aku memperkenalkan si Badud pada gadis itu.
“Hoo, curang, dia udah kakak kasih nama.” gadis itu merengek dengan manjanya.
“Ehh, kenapa? Jangan cemburu gitu dong, kalau gitu kasih tau dong nama kamu, selama ini kamu gak mau jawab sih,” jawabku.
“Dasar kakak nyebelin, pelupa. Tapi wajar sih kakak lupa namaku” ucap gadis itu.
“Wajar? Memangnya kenapa?.” tanyaku keheranan.
“Kalau kakak mau tau jawabannya, tanyain aja sama si Lily merah.” jelas gadis itu.
“Hah, kamu kenal sama si Lily Merah?” semakin heran aku dibuatnya.
“Hihihi.” gadis itu hanya tertawa puas melihatku kebingungan.Hingga kemudian dia berjalan menjauhiku namun aku tak bisa mengejarnya, tubuhku seperti mematung dikursi sementara gadis itu berjalan terus dan hilang dikegelapan. Aku ingin beteriak memanggilnya namun tak bisa karena sampai sekarang aku belum tahu namanya, tiba-tiba saja aku terbangun dan ternyata hari sudah berganti. Begitu pula pagi yang sejuk sudah menyambutku dengan kicau burung yang saling bersahutan dan ayam jantan yang berkokok cukup keras. Si Badud sudah tak ada di pangkuanku mungkin dia sudah bangun lebih dulu, aku bangkit dari kursi ini dan benar saja pinggulku sedikit pegal karena tidur dalam posisi ini semalaman. Ku regangkan otot-otot ini begitu nikmat rasanya dan dengan hati yang terasa lebih ringan dari biasanya membuatku sangat bersemangat, tiba-tiba aku teringat dengan mimpiku tadi, apa benar ucapan gadis dalam mimpiku tadi. Karena bagaimanapun aku memang belum pernah mengetahui namanya, namun entah kenapa gadis yang biasa hadir dalam mimpiku ini seperti sudah mengenalku dengan baik begitu pula aku seperti sudah mengenalnya dalam waktu lama. Mungkin ini hanya mimpi namun aku merasa sangat bahagia bisa berbagi kisah dengan gadis didalam mimpiku itu, karena selama ini aku selalu curhat tentang masalahku padanya, begitupun sebaliknya. Entah siapa sosok gadis ini apakah dia seseorang yang pernah kutemui didunia nyata atau hanya imajinasi dalam mimpiku saja, tapi yang pasti aku sangat bahagia dengan kehadirannya dimimpiku. Mungkin kah aku sudah gila sekarang, hingga meyakini kalau benar-benar ada seorang gadis yang begitu akrab denganku, dan jujur saja sepertinya aku sudah jatuh cinta dengan gadis khayalanku ini. Kesendirian selama ini memang sudah membuatku sangat frustasi, sehingga mungkin saja otakku menciptakan halusinasi agar aku tak merasa kesepian lagi.
Pagi ini seharusnya aku kembali ke sawah untuk menyelesaikan panen, tapi aku sedang tak ingin melihat wajah orang-orang kemarin yang sudah menendang-nendang si Badud. Hingga akhirnya aku putuskan untuk masuk ke hutan karena kebetulan stok kayu bakarku sudah habis dan sedikit kepikiran apakah aku bisa bertemu lagi dengan si Lily Merah, meskipun pesan terakhirnya adalah menyuruhku jangan lagi memasuki hutan namun aku tetap membutuhkan kayu bakar. Dan aku hanya akan mencari dahan-dahan pohon yang sudah jatuh, karena aku tidak memiliki peralatan untuk menebang pohon dihutan. Mentari sudah berada dititik hangatnya, setelah menghabiskan sarapan aku bergegas menuju hutan, si Badud juga mengikutiku dari belakang meskipun beberapa kali dia tersandung sesuatu didepannya dia tak ingin aku gendong dan selalu berontak. Aku hanya bisa membiarkannya mengikuti suara langkahku, hingga kami tiba dihutan namun hal pertama yang kucari bukanlah kayu bakar, tapi dengan sengaja aku malah pergi menuju tempat aneh beberapa waktu lalu. Kini si Badud sangat kesulitan melewati akar-akar pohon yang timbul ditanah, dan saat aku gendong kini dia tidak berontak lagi seperti tadi. Aku merasa tidak enak harus membawa si Badud ke hutan tapi karena saat dirumah dia terus berisik seperti memaksa ingin ikut, tapi tidak enak juga rasanya meninggalkan dia sendiri dirumah. “Dud.. dud..” Akhirnya aku sampai di anak sungai dan gemericik air seolah menyambutku dengan lembut, aku putuskan untuk berhenti sejenak dan mengaluarkan peralatan pancing di ranselku. Meskipun anak sungai ini cukup kecil namun memiliki kedalaman kira-kira hingga satu setengah meter, sehingga disini menjadi habitat yang sempurna untuk beberapa ikan kecil seperti ikan mas, ikan nila, hingga patin. Tak banyak yang tahu spot memancing ini selain karena tak banyak yang berani memasuki hutan ini, warga juga lebih memilih membeli dariku yang bila beruntung aku mendapat cukup banyak hasil tangkapan ikan dan aku jual keliling pada warga. Hingga aku cukup dikenal dikampung karena sering menjual hasil tangkapan ikan ataupun hasil lainnya dari hutan ini, meskipun ada saja beberapa warga yang was-was dan menyuruhku agar lebih berhati-hati saat memasuki hutan.
Dengan bermodalkan umpan berupa cacing kalung yang sudah kusiapkan dari rumah langsung disambut dengan sangutan bertubi-tubi dari ikan yang hidup disini. Beberapa kali aku berhasil mengangkatnya dan lebih banyak yang gagal dan lepas lagi dari kail, sepuluh menit berlalu dan aku sudah mendapatkan tiga ekor. Kemudian si Badud berisik lagi mungkin dia sedang lapar, akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi dulu perburuan ikannya. Aku bersihkan sisik dan jeroan dari ikan yang barusan kutangkap. Aku beruntung ikan-ikan ini berukuran cukup besar, dan ini adalah ikan nila yang tidak memiliki banyak duri kecil saat diolah. Karena meskipun aku sangat suka dengan daging ikan, tapi aku juga benci dengan duri-duri ikan hang kecil karena dulu aku pernah mengalami kejadian yang membuatku lama tidak makan ikan. Saat aku masih bocah mendiang ibuku memasak ikan bandeng, dan dengan percaya dirinya saat itu aku langsung memakan ikan bandeng itu tanpa bertanya terlebih dahulu cara makan nya bagaimana. Hingga ada sesuatu yang sangat mengganggu di tenggorokanku, namun aku tetap saja melanjutkan makan, tapi lama kemudian tenggorokanku menjadi sakit hingga aku tersedak dan minum banyak sekali. Kedua orang tuaku menjadi sangat khawatir dan menanyakan keadaanku, aku jawab aku baik-baik saja. Namun tenggorokanku yang sakit membuatku menjadi tak ingin melanjutkan makan, aku berjalan menuju cermin kemudian menyalakan senter tua milik ayahku dan mengarahkannya pada tenggorokanku. Dan betapa kagetnya saat melihat ada tiga duri ikan yang menancap pada amandelku, dulu aku memiliki sakit amandel karena saat bocah aku suka jajan yang mengandung mecin dan juga terlalu banyak makan es yang biasa dijual di warung hingga membuat amandelku bengkak. Tapi karena cara makanku yang salah saat makan ikan bandeng membuat tiga duri ikan tertancap di amandelku, aku kaget dan langsung memberitahukan keadaanku pada ayahku, beliau langsung panik dan menyuruhku menelan gumpalan nasi agar bisa menarik duri ini, namun tetap tak berhasil. Akhirnya tanpa pikir panjang aku kembali ke cermin dan dengan cahaya senter tua aku langsung cabut duri-duri itu dengan tanganku. Rasa sakit yang selalu saja terbayang saat aku melihat ikan dan membuatku cukup benci sehingga cukup lama sekali aku tidak makan ikan, mungkin bisa dibilang aku cukup trauma memakan ikan bandeng hingga sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis didalam mimpi
Short StorySebuah pertemuan didalam mimpi dengan seorang gadis yang belum pernah ditemui, hingga akhirnya bisa bertemu di dunia nyata lewat berbagai kejadian supranatural yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Hari-hari biasa yang normal berubah menjadi petua...