六 Warm Feeling

353 55 1
                                    



Felix sedang menikmati waktu bersama Jisung dan Seungmin ketika Hyunjin tiba-tiba saja memanggil robot itu. "Dipanggil Prof. Seo, sepertinya penting."

Felix merengut. Ia sedang rindu berat pada kedua pendahulunya itu, tapi dengan sangat tidak berperikerobotan si profesor muda yang menciptakannya itu tiba-tiba saja memanggil dirinya.

Padahal ia baru saja bisa menghirup udara bebas setelah hampir tiga bulan mendekam di ruang observasi yang sangat menyebalkan itu.

"Prof. Seo, aku membawa Felix seperti perintahmu." Hyunjin membuka pintu ruangan milik Changbin tanpa menunggu balasan. Felix hanya mengekori, toh kalau dimarahi nanti bukan ia yang akan kena hukum.

Namun irisnya sempurna teralihkan pada sosok Changbin yang tengah menumpukan kepala di tangannya dengan mata terpejam. Felix tidak mengerti tapi ia kembali merasakan sesuatu dalam dirinya menghangat kala melihat sisi lain dari si profesor yang sangat disiplin dan kaku itu.

"Tidur lagi." Hyunjin menghela napas pasrah. Pemuda itu kemudian melihat Felix yang ada di sebelahnya. "Aku jelas tidak mau membangunkan binatang buas seperti dia, lagipula aku sudah melaksanakan tugasku, jadi—"

Hyunjin mendorong Felix hingga hidungnya hampir bersentuhan dengan hidung Changbin. Pelaku tersenyum puas sementara korban hanya bisa menutup matanya, tak berani melihat wajah Changbin dari jarak sedekat ini.

"Bangunkan dia ya, Felix!"

Pemuda dengan marga Hwang itu berteriak kemudian berlari menjauhi ruangan Changbin. Si empunya yang sedang tidur tentu saja merasa terganggu dengan kebisingan yang dibuat oleh Hyunjin kemudian terbangun.

Kelopaknya mengerjap ketika menyadari jika ia tidak sendirian di ruangan itu. "Chae—bukan, Felix?"

Robot yang masih menutup matanya dengan cepat mengirim signal kepada kelopak mekaniknya untuk terbuka. Tepat di depannya Changbin dengan wajah bantal menatap Felix bingung.

"Tadi Teknisi Hwang memanggilku, katanya kau mencariku, Prof. Seo, karena itu aku datang." Si robot dengan cepat menjawab. Changbin berusaha mengingat lagi alasannya menyuruh Hyunjin membawa robot manis itu.

Hyunjin bodoh.

"Sejujurnya aku tidak memanggilmu." Jawab Changbin enteng. Pemuda itu kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah mesin pembuat kopi. Ia butuh sedikit kafein untuk menyegarkan tubuhnya yang diforsir karena penundaan proyek AI keempat yang diberikannya pada Minho selama beberapa bulan terakhir.

Felix hanya memperhatikan, masih dengan posisi sebelumnya dimana ia terbungkuk karena meja Changbin yang menghalangi. Changbin yang melihatnya mendengus geli. "Aku membawamu keluar dari ruang observasi bukan dengan maksud menyuruhmu untuk menggodaku."

Kopi siap, Changbin kemudian menghampiri Felix dan mendekatkan wajahnya seperti posisi awal mereka. Kali ini sama-sama membungkuk. "Robot nakal, haruskah aku masukan kau ke ruang observasi lagi? Sepertinya kau memang tidak bisa menahan diri."

Semenjak pembicaraan panjang-lebar antara keduanya. Changbin memutuskan untuk memprogram ulang semua perangkat lunak dalam tubuh Felix. Ia tidak akan lupa bagaimana sulitnya memecahkan kode dan rumus yang dituliskan oleh sang kekasih dalam tubuh Felix tiap membuka sistem baru.

Hasilnya sangat luar biasa. Felix berhasil menjadi Artficial Intelegence pertama yang memiliki emosi layaknya manusia. Tentu saja dengan batasan-batasan tertentu pada setiap emosinya.

Esok malamnya, setelah berhasil memprogram ulang Felix, Changbin kembali ke ruangannya dengan pipi kanan yang membiru. Ulah Chan.

"Aku sama sekali tidak berusaha menggoda Prof. Seo, kau sendiri yang berpikir seperti itu." Balas Felix dengan tatapan polosnya. Changbin tertawa kemudian.

"Baiklah, maafkan aku Felix. Sekarang, bagaimana kalau kita pergi keluar?"

~Epiphany: Warm Feeling~

Felix tidak bisa menyembunyikan raut senangnya kala melihat padang rumput dipenuhi dengan butiran halus dandelion yang tertiup angin memenuhi iris birunya. "Kau senang?"

Changbin menghampiri Felix yang sudah lebih dulu berlari ke tengah padang rumput. Dari halaman laboratorium terlihat semua staff dan juga Seungmin serta Jisung yang memperhatikan keduanya.

Tak lama berselang suasana mulai mencair karena Woojin menyusul berlari ke tengah padang, diikuti semua orang.

Felix mengangguk cepat. "Aku tidak menyangka bisa keluar dari laboratorium, ini seperti apa yang manusia sebut dengan mimpi. Kemungkinanku untuk keluar saat musim dingin bahkan kurang dari 3% Prof. Seo, tapi hari ini aku disini. Rasanya aneh—"

"Musim semi hampir berakhir, maaf aku terlambat. Tapi, kurasa tidak ada salahnya untuk membawa kalian semua melupakan masalah di dalam sekali-kali." Changbin mengambil tempat duduk di bawah jajaran pohon sakura yang berada di atas bukit.

Kapan terakhir kali ia bisa melihat sakura mekar dengan perasaan lega seperti ini, ia bahkan tak bisa mengingatnya.

Saat itu, Chaewon, cintanya masih hidup, membuat riuh dan juga mengajak Changbin bercengkrama dengan semua orang. Ia rindu itu semua.

"Prof. Seo," Entah sejak kapan tapi Felix kini berada di sampingnya, menatap dengan kedua iris mata yang selalu mengingatkannya akan sang pujaan hati yang kini telah tiada. "Terimakasih."

Felix menutup matanya, sekilas ia bisa melihat sosok perempuan dalam putih yang kembali menyambangi otaknya.

"Terimakasih karena sudah membiarkan aku hidup dan tidak membuangku."

"Kurasa Prof. Seo benar, aku tidak bisa menahan diri. Aku mencintai Prof. Seo, bolehkah jika suatu hari nanti aku melihat pemandangan yang sama denganmu? Bahkan jika itu di kehidupanku yang lain. Aku ingin bisa melihat ini semua, sekali lagi, denganmu."

Sebuah memori terlintas di kepala Changbin. Pemuda itu kemudian menatap Felix tak percaya. "Chaewon—"

"Aku mohon, sekali lagi saja. Bisakah aku melihat ini denganmu lagi suatu hari nanti?"

Epiphany (1/4: changlix)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang