Perjodohan Tak Terduga

119 9 0
                                    

Malam harinya, Nisya mengajak Willa, Melfa, dan Widinie ke nightclub untuk menemaninya bertemu dengan seseorang yang tidak ia kenal. Seseorang yang dipilih oleh ibunya untuk menjadi pendamping hidupnya. Sebenarnya Nisya tidak pernah mau menyetujui pertemuan ini, tapi karena ancaman sang ibu yang akan memblokir semua aksesnya ke kartu kredit dan rekening, membuatnya tak punya pilihan lain selain menuruti.

Nisya duduk di meja bar sembari mengetuk-ngetuk jemarinya tampak sedang berpikir, memikirkan cara untuk menggagalkan pertemuan sekaligus rencana perjodohan ini.

"Sudah sepuluh menit berlalu kau duduk melamun seperti ini," ucap Widinie membuka percakapan sekaligus membuyarkan lamunan Nisya.

"Nikmati saja perjodohan ini. Bukankah sangat menyenangkan bila mempunyai seorang pacar?" hibur Willa sambil menyesap minumannya.

"Tapi aku tidak mengenalnya!" Nisya menegaskan sambil mengetuk keras meja bar dengan jari telunjuknya. "Aku tidak habis pikir dengan pemikiran mamaku. Kenapa ia bersikeras sekali menjodohkanku dengan orang ini?"

"Apa kau mau kita mengacaukan pertemuan ini?" usul Melfa semangat.

"Memang apa idemu?"

Melfa langsung menyeringai lebar, "Berikan aku waktu untuk berpikir sebentar!"

Widinie dan Willa hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah dua sahabatnya itu. Lalu tepat pada saat itu ponsel Nisya di atas meja berbunyi. Ia meraihnya dan membaca tulisan yang muncul di layar. "Halo?" katanya setelah menempelkan ponsel ke telinga. "Aku sudah sampai. Aku duduk di meja bar dan aku memakai kemeja putih dengan motif polkadot.. Baiklah, aku menunggumu di sini."

Nisya kini duduk sendirian di tempat yang masih sama, menunggu kedatangan seseorang itu yang katanya akan segera tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nisya kini duduk sendirian di tempat yang masih sama, menunggu kedatangan seseorang itu yang katanya akan segera tiba. Ketiga sahabatnya sudah bersembunyi di balik dinding yang tak jauh dari tempatnya untuk menguping pembicaraan mereka.

Tiba-tiba seseorang menepuk pelan bahunya dari belakang, belum sempat ia menoleh ke belakang, pria itu sudah duduk di sampingnya.

Untuk sepersekian detik, Nisya maupun pria itu, keduanya, tidak bisa berkata-kata saking terkejut saat bertatap muka secara langsung.

Pria di depannya tersadar duluan langsung mengulurkan tangan ke arah Nisya sambil tersenyum cerah. "Halo," katanya. "Aku Nando Wardhana yang meneleponmu tadi."

Nisya menjabat tangannya. "Oh?" Ia masih terlihat bingung. Ia mengenal pria ini, pria ini adalah salah satu teman Vidison Lawrence.

"Kita baru bertemu kemarin," ujar Nando tenang.

"Ya.. Apa kamu tahu mengenai perjodohan ini?" tanya Nisya langsung.

"Tahu," sahut Nando singkat.

"Kau menerimanya?" tanya Nisya berusaha agar suaranya terdengar tenang.

"Tentu saja aku menerimanya," seru Nando dengan nada santai namun tegas.

Nisya mengerjap, menahan napas, dan jantungnya berdebar mendengar jawaban Nando yang terdengar tenang seperti tidak keberatan.

Setelah terdiam sejenak, Nisya bertanya lagi, "Kenapa? Apa alasanmu?"

"Karena itu kamu," sahut Nando sambil tersenyum.

Nisya kembali mengerjap. Dirinya? Ada apa dengan dirinya? Jantungnya berdebar semakin keras dan tangannya terkepal karena tegang. Kenapa dia jadi aneh seperti ini?

"Kenapa karena aku?" tanya Nisya tidak mengerti.

"Karena aku mengenalmu. Kita dulu teman satu sekolah. Kau tidak mengingatku?"

"Aku ingat, tapi itu tidak bisa dibilang teman. Kita tidak saling mengenal."

Nando mengibaskan tangan. "Itu tidak penting," katanya ringan. "Yang penting kamu bukan orang asing," tegas Nando. "Kalau tadi gadis yang kutemui adalah orang yang tidak kukenal, sudah pasti aku akan mengacaukan pertemuan ini," jelasnya sambil tertawa.

Mendengar itu, Nisya ikut tertawa. Ia merasa lucu karena Nando mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan Melfa tadi.

Dan saat itu juga, Nisya memutuskan untuk ikut menerima perjodohan ini. Sama halnya seperti Nando. Tidak ada salahnya mencoba untuk membuka hati, bukan?

"Jadi kalian datang bersama?" tanya Nando kaget begitu melihat Willa, Widinie, dan Melfa telah keluar dari tempat persembunyiannya dan bergabung dengan mereka berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi kalian datang bersama?" tanya Nando kaget begitu melihat Willa, Widinie, dan Melfa telah keluar dari tempat persembunyiannya dan bergabung dengan mereka berdua.

"Iya, karena kami tinggal bersama," jawab Nisya tenang. "Oh ya, kenalan dulu."

Nisya kemudian merangkul Willa yang berdiri di sampingnya. "Nando, ini Willa Chelsia Winata. Kau masih ingat, kan? Pembuat onar semalam!"

Willa tersenyum kaku dan menyambut uluran tangan Nando. "Halo," sapanya.

"Senang bertemu lagi, Willa. Kejadian semalam jangan diingat lagi," kata Nando, lalu menyalami Melfa dan Widinie.

"Kalian beruntung karena aku belum sempat mengacaukan!" ujar Melfa sambil tertawa. "Soalnya aku sudah mendapatkan ide tadi."

"Apa?" Nando terkekeh mendengarnya. "Memang apa idenya?"

"Pura-pura menjadi pacar Nisya, biar dikira lesbian," sahut Melfa tertawa geli. "Jadi bagaimana pendapatmu tentang perjodohan ini? Apa dari awal kau sudah tahu mau dijodohin dengan Nisya?"

Nando mengangkat bahu sambil tersenyum. "Aku tidak tahu kalau Nisya Khovina yang dimaksud ibuku adalah Nisya Khovina yang satu sekolah denganku dulu. Maklum, ibuku tidak pernah memperlihatkan foto, hanya memberitahu nama dan nomor telepon untuk saling menghubungi, supaya bisa bertemu."

"Apa kau juga diancam ibumu?" tanya Nisya.

"Tidak, tapi dia akan mengusirku dari rumah," cetus Nando sambil tertawa. Lalu ia mendapati Nisya terkejut dan percaya dengan ucapannya. Nando lantas mengibaskan sebelah tangan. "Aku bercanda. Ibuku tidak pernah mengancamku. Ia hanya memohon padaku. Dan kalau sudah seperti itu, aku tidak bisa menolak lagi." tandasnya.

Love Me Or Leave Me [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang