Kejailan Melfa Saniago

82 10 0
                                    

Kini Martin sudah berdiri di depan DJ wanita itu. Ia tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi itu.

"Sejak tadi aku terus memperhatikanmu. Permainanmu bagus," Martin membuka pembicaraan. "Kau sangat cantik. Ingin berkenalan denganku?" tanyanya dengan nada menggoda seraya mengulurkan tangannya.

"Maaf, aku sedang bekerja.." tolak wanita itu dengan halus.

"Aku tahu, tapi kau bisa meluangkan tanganmu sebentar untuk menerima uluran tanganku," ujar Martin sembari menatap tangannya yang masih menggantung di udara, dan memberi isyarat pada gadis itu untuk menerima uluran tangannya.

"Lebih baik kau tarik kembali tanganmu dan duduk kembali ke tempatmu," ucap DJ itu mengacuhkan jabat tangan Martin.

Martin tersenyum. Ia menurunkan uluran tangannya dan memasukkannya ke saku. "Kau DJ muda yang sangat hebat dan berbakat. Kau benar-benar menarik perhatian banyak orang. Semua orang kemari hanya untuk bertemu denganmu, termasuk aku. Sifatmu yang acuh ini, keahilanmu dalam memainkan turntable, dan kecantikanmu, membuatku ingin mengenalmu lebih jauh lagi. Bagaimana kalau kita berteman?" Martin kembali mengulurkan tangannya sekali lagi.

Wanita itu menyunggingkan seulas senyum yang terkesan dipaksakan. Ia mulai mengangkat tangannya. Namun bertepatan saat itu, Melfa datang dari belakang lalu menjewer telinga Martin.

"Bagus ya, aku mencarimu ke mana-mana rupanya kau di sini menggoda wanita lain!" teriak Melfa keras membuat semua memusatkan perhatiannya ke arah mereka bertiga.

Pria itu langsung menoleh dan mengaduh sakit. "Lepaskan tanganmu, gadis bodoh!"

"Hei, kau memarahiku gadis bodoh? Aku ini pacarmu!" tegas Melfa.

"Tidak. Dia bukan pacarku! Aku tidak mengenalnya. Tidak mungkin aku memacari orang sepertinya," cetus Martin berusaha menyakinkan DJ Wanita itu untuk percaya bahwa Melfa bukan pacarnya. Namun percuma, wanita itu bahkan tidak mau melihatnya lagi.

Saat Melfa dan Martin kembali, mereka langsung disambut tawa dari semua teman-temannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Melfa dan Martin kembali, mereka langsung disambut tawa dari semua teman-temannya. Hasil dari pertunjukkan mereka tadi benar-benar sangat menghibur teman-temannya. Belum lagi, raut wajah marah Martin yang terlihat lucu saat ini.

"Gadis gila, kau sangat mempermalukanku hari ini!" gerutu Martin geram. "Kenapa kau harus cari masalah dengan menggagalkan rencanaku? Sekarang bagaimana kau akan bertanggung jawab?"

"Sudahlah, Tin, jangan memarahi Melfa lagi. Terima nasib saja kalau kau kalah taruhan!" ujar Nando masih tertawa, diikuti Endrico di sampingnya.

"Oh? Kau sudah bisa tertawa?" Martin balas meledeknya. 

"Ya, berkat kekonyolan kalian!" jawab Endrico. "Akting Melfa sangat totalitas." 

Martin lalu menatap Melfa tajam. "Kau dibayar Endrico, kan?"

"Dibayar?" Melfa mengangkat alisnya. "Kau pikir aku gadis apaan?"

"Tak usah berakting lagi sekarang. Kau senang, kan? Puas berakting menjadi pacarku? Atau kau memang ingin menjadi pacarku?" sembur Martin tajam.

"Tidak ada yang ingin menjadi pacarmu!" sungut Melfa kesal.

"Sudahlah," Nando menengahi. "Jangan berdebat terus, nanti kalian saling suka."

"Sampai kapanpun itu tidak akan terjadi!" ujar Melfa kesal dan tegas.

"Hei, kau pikir aku mau denganmu?!" umpat Martin tak kalah kesal.

Melfa sudah membuka mulut untuk membalas Martin, tapi Vidi buru-buru memotong, "Ayo, kita balik ke hotel. Sekarang sudah mau hampir jam satu dini hari." Vidi mengambil langkah pertama dan diikuti dengan serentak oleh teman-temannya dari belakang.

Saat mereka keluar dari club, Willa tiba-tiba merasa perutnya mual dan ingin muntah. Ia segera berlari kecil menuju pinggiran batu yang di tumbuhi rumput-rumput hijau. Di sana ia memuntahkan seluruh isi perutnya yang hanya berisi cairan bening saja.

"Willa, kamu kenapa?" teriak Widinie panik. "Wajahmu pucat."

"Kau salah makan?" tanya Nisya seraya menyerahkan selembar tisu padanya.

Tangan kiri Willa terangkat, "Tidak. Kayaknya aku kebanyakan minum."

Vidi mengambil sebotol air mineral dari dalam mobil dan menyerahkannya pada Willa. "Minumlah," katanya. Dan tiba-tiba saja terdengar dehaman pelan bernada menggoda dari teman-temannya. "Kenapa kalian? Tidak mau pulang?"

"Semuanya, mari kita pulang," teriak Martin seraya melangkah menuju pintu mobil penumpang bagian depan. Ia baru akan membukakan pintunya, tapi Vidi sudah duluan menahannya.

"Kau duduk di belakang," perintah Vidi. "Biarkan Willa yang duduk di depan. Dia sedang tidak enak badan."

Martin tersenyum jail dan menepuk bahu Vidi dengan pelan sambil menggumamkan sesuatu dengan nada rendah, "Aku tidak tahu kau ternyata sangat perhatian pada Willa."

Vidi menyipitkan mata. "Apa katamu?"

"Kubilang baiklah," sahut Martin. "Baiklah, aku akan duduk di belakang."

Love Me Or Leave Me [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang