Malam Terakhir Di Bali

69 9 0
                                    

Seharusnya malam ini mereka semua bersenang-senang, menikmati malam terakhir mereka di sini dengan tawa penuh bahagia bukan dengan kebisuan.

Sudah satu jam Nando melampiaskan amarahnya pada kolam renang, menjernihkan pikirannya dengan berenang. Ia marah dengan dirinya sendiri. Ia masih belum bisa melupain kejadian hari ini. Kejadian ini benar-benar membuatnya terpukul dan menjadikannya sebagai sebuah pelajaran berharga baginya yang tak akan pernah terlupakan. Pelajaran yang membuatnya tersadar kalau ia telah bertindak di luar batas dan sangat egois. Pelajaran yang membuatnya tidak berani untuk mengulang kembali.

Selama satu jam pula, Vidi, Martin, dan Endrico berdiri di tepi kolam renang menunggu sembari menatapi pria itu dengan sendu.

"Nando, apa kau tidak dingin?" teriak Endrico. Bahkan dengan ia berdiri di tepi kolam saja sudah kedinginan, bagaimana dengan Nando.

Tak ada jawaban dari Nando. Pria itu terus berenang di antara rasa gundahnya. Ia tidak peduli akan kesehatannya, selama itu bisa mengurangi rasa kekesalan pada dirinya sendiri.

"Ayo, naiklah!" pinta Martin. "Kau harus istirahat. Besok kita harus bangun pagi."

"Kau tidak perlu menyiksa dirimu seperti ini, Nando!" tegas Vidi. "Jangan menyalahkan dirimu. Ini bukan salahmu. Semua yang terjadi ini sudah takdir."

"Lagian kita semua tidak apa-apa. Jadi berhenti seperti ini. Waktu kita malam ini tidak banyak. Harusnya kita bersenang-senang, bukan seperti ini!" kesal Endrico.

Nando menyandarkan tubuhnya pada tepi kolam. Ia sudah sangat lelah untuk berenang dan tubuhnya mengaku kalah dengan cuaca malam ini.

Nando akhirnya keluar dari kolam renang dan meminum segelas jus, lalu mengeringkan tubuhnya. "Kau benar. Mari kita bersenang-senang sekarang! Apa yang harus kita lakukan?"

Martin mengerjap-ngerjapkan matanya. "Jiwamu sudah kembali?"

Endrico mendesis dan menyikut lengan Martin. "Bagaimana kalau kita ke club?"

"Yaa.. Itu ide bagus!" jawab Martin cepat dan penuh semangat.

"Kalian tidak mau bersenang-senang dengan berenang?" tanya Nando.

"Kalau ada tempat yang lebih menyenangkan, kenapa harus di sini?" cetus Martin.

"Bagaimana kalau kita pergi sekarang?' ajak Endrico yang sudah tidak sabar. 

"Ini tempatnya?" tanya Martin ketika mereka semua tiba di depan club mewah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini tempatnya?" tanya Martin ketika mereka semua tiba di depan club mewah.

Endrico mengangguk. "Ini club paling keren di Bali," katanya bangga.

Langsung saja mereka semua melangkahkan kaki masuk ke dalam club tersebut. Suara dentuman musik mulai terdengar, suara yang keras dapat memekakkan telinga bagi yang tidak terbiasa ke tempat seperti ini. Lampu kelap kelap dan remang ikut meramaikan suasana. Ruangan itu dipenuhi oleh orang-orang penggila dunia malam sebagai pelampiasan penat dan aroma-aroma alkohol serta asap rokok bercampur menjadi satu.

Mereka mengambil posisi di tengah ruangan yang langsung menghadap ke arah panggung. Tiba-tiba saja ruangan itu menjadi semakin riuh saat seorang gadis berkacamata hitam menaiki panggung untuk menggantikan posisi DJ laki-laki sebelumnya.

Gadis itu masih muda, juga sangat cantik, berkulit putih, dan tubuhnya seksi dengan tatto kupu-kupu di bahu kanannya. Ia tersenyum tipis seraya memakaikan headphonenya.

"Showtime!" ucap gadis itu yang ternyata tak lain adalah seorang DJ di club tersebut.

Para pengunjung berteriak heboh dan semangat, karena inilah yang mereka tunggu.

DJ wanita itu mulai memutar lagunya, lalu memainkan alat kesayangannya sambil menggoyangkan tubuhnya dengan ritme sedang. Orang-orang berteriak semakin keras dan bersemangat. DJ wanita itu memainkan musik dengan sangat baik, membuat para pendengar yang semula duduk menikmati menjadi tak tahan untuk meliukkan badan mereka di dance floor. Hingga akhirnya dance floor terisi penuh dan harus berdesakan. Kehadiran disc jockey wanita itu benar-benar menghidupkan suasana club.

"Kau memperhatikan DJ itu?" suara teriakan Martin membuka pembicaraan. Pertanyaan itu ditujukan kepada Endrico yang sedari tadi terus memperhatikan sang DJ cantik itu. Pertanyaannya itu juga berhasil memancing semua temannya menoleh ke arah Endrico. "Tidak tahan godaan?"

"Apa?" tanya Endrico sambil mengerjapkan mata. "Tidak ada. Memangnya aku tidak boleh memperhatikannya? Lagian kalian semua juga memperhatikannya."

"Kalau cuma memperhatikan sih, boleh saja. Asalkan jangan sampai mencari tahu nomor teleponnya," ledek Nando sambil tertawa menyindir.

Endrico langsung melotot ke arahnya. "Jangan bicara seperti itu di depan Widinie."

"Kenapa?" Martin ikutan menyindir. "Kau takut Widinie akan melihat sifat aslimu?"

"Setidaknya aku itu normal dibandingkan dengan dirimu!" balas Endrico sinis.

Martin terbelalak. Ucapan Endrico membuat harga dirinya sebagai laki-laki jatuh.

"Oh, jadi sebenarnya Martin itu tidak normal?" pekik Melfa setengah terkejut.

"Hei, aku normal!" tegas Martin tidak terima.

"Bagaimana kalau untuk membuktikannya, kita taruhan?" tantang Endrico. "Kalau kau bisa mendapat nomor telepon DJ itu, maka kau menang. Dan kau boleh meminta apapun padaku. Tapi kalau kau tidak berhasil mendapat nomornya, maka kau kalah. Bagaimana? Setuju?"

"Setuju!" balas Martin lantang. Tanpa menunggu lagi, ia langsung melangkah pergi.

"Bukankah tantanganmu terlalu mudah, En?" tanya Willa. Namun pria itu tidak mendengarnya karena suara musik di ruangan itu terlalu keras.

Pandangan mereka kini terfokuskan pada sosok Martin yang tinggal sedikit lagi mencapai panggung, tempat DJ itu memainkan musiknya.

"Dia sengaja," bisik Widinie tepat di depan telinga Willa.

Willa langsung menoleh ke arahnya. "Sengaja gimana?" tanyanya tidak mengerti.

"Dia yang sebenarnya menginginkan nomor telepon DJ itu," jawab Widinie seperti tahu apa yang dipikirkan oleh Endrico. "Tapi pasti karena ada aku, dia tidak berani berulah. Karena itulah, ia membuat tantangan untuk Martin. Dan dia tahu Martin pasti akan berusaha untuk menang."

Melfa tiba-tiba memukul meja seraya berdiri, mengagetkan semua temannya. "Tidak akan kubiarkan itu terjadi!" Katanya langsung melangkah pergi tanpa menghiraukan teman-temannya yang tengah kebingungan akan sikapnya.

Love Me Or Leave Me [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang