PART 01 | TEMAN BARU

140 10 0
                                    

Assalamualaikum. Yuk, baca ceritanya. Sedang dalam proses pencetakan. Jangan lupa nabung buat peluk novelnya!

______________________________

PART (01)                                                                                                                                                        
TEMAN  BARU

***

Mentari pagi bersinar dari ufuk timur. Mengubah langit yang awalnya gelap menjadi terang. Mengubah malam menjadi pagi. Menjadikan semangat baru terkobar kembali. Gadis berhijab lebar itu melamun, mengingat kejadian-kejadian pahit di sekolahnya.   Hari-harinya selalu terisi oleh kekecewaan, tangisan, dan kehampaan tanpa teman. Semuanya menjauhi dia karena pakaian dan sifatnya, mungkin.

Aisyah  selalu  sabar  dan  tabah  menghadapi  mereka.  Mereka  teman  sekelasnya,  tidak  ada  yang  mau  berteman  dengannya  hanya  karena  mereka  menganggap  bahwa  Aisyah  kurang  tren.  Tapi,  banyak  guru  yang  suka  dengannya,  dia  pintar,  sopan,  dan  apa  adanya.  Dia  terlahir  di  keluarga  yang  sederhana,  bapaknya  kerja  di  luar  kota,  ibunya  kini  hanya  menjadi  ibu  rumah  tangga  saja,  sedangkan  kakaknya  sudah  meninggal.

"Bu, Aisyah berangkat dulu, ya," ucapnya dengan mengecup punggung telapak tangan ibunya, Maryam.

"Hati-hati, Nak!" ucap Bu Maryam.

***

"Eh, si dekil sudah datang!" ucap salah satu teman Aisyah yang sedang duduk di atas meja dan kaki yang ditumpukkan ke atas kursi.

Dekil? Jelek? Gak keren? Ya memang itu kata-kata yang selalu mereka lontarkan kepada Aisyah. Dia hanya gadis desa yang tidak terlalu kenal budaya barat, selalu dihina, dicaci dan bahkan sampai dibully dengan cara kasar. Baru kemarin Aisyah meneteskan air mata, lalu hari ini? Apakah akan lagi? Gadis itu tidak tahu, yang penting Aisyah bisa sabar menjalani ini semua.

"Hahahaha, dasar dekil!" ledek teman Aisyah, Farah.

'Astagfirullah, sabarkan hamba ya Allah,' batin Aisyah.

Mengeluarkan napas secara kasar mungkin menjadi pilihannya saat ini. Masuk dan membaca novel, mungkin akan membuat masalahnya lumayan berkurang. Dia tidak sabar untuk lulus dari sekolah ini, mungkin karena akan terlepas semua beban-bebannya. Bel masuk berbunyi. Saatnya memulai pelajaran.

"Assalamualaikum, Anak-anak!" sambut Bu Dian dengan senyum cerianya.

"Wa'alaikumussalam, Bu!" jawab murid sekelas.

"Kita kedatangan siswa baru, namanya Fatimah. Pindahan dari Jakarta, silakan, Nak. Duduk di sebelah Aisyah!" pinta Bu Dian.

Deg!

Jantung Aisyah berdetak kencang. Matanya membulat sempurna. Dia seakan tak percaya,  bahwa Bu Dian memilihnya untuk duduk di sebelah Fatimah. Perasaannya bercampur aduk, antara senang, malu, dan takut. Dia segera membenarkan kursi yang akan ditempati oleh teman barunya, Fatimah. Raut wajah bahagia terukir di wajahnya.


"Awas nanti ketularan virusnya! Hahaha!" teriak salah satu teman Aisyah.  Aisyah hanya menghela napas panjang, mengelus dada dan beristigfar.

***

"Eh kenapa teman-teman kamu selalu  menghina kamu, Syah?" tanya Fatimah.

"Mungkin karena penampilanku yang begitu asing bagi mereka Fat," jawab Aisyah.

"Sabar, ya, Syah. Kalau boleh tahu sudah berapa lama kamu hijrah, Syah?" tanya Fatimah yang membuat Aisyah terkekeh.

"Ehemm, lulus SMP aku mulai kaya gini, Fat. Bisa dibilang, dulu aku sama kaya mereka yang sering menghina, he he," jawabnya sambil terkekeh.

"Alah masa, sih?" tanya Fatimah tidak percaya.

Aisyahh tidak menggubris perkataan Fatimah. Kemudian mereka hanyut dalam ketenangan untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Bu Dian. Sampai akhirnya mereka pulang dan kembali ke rumah masing-masing. Tiba-tiba Fatimah menanyakan kembali tentang masa lalu yang dialami Aisyah.

“Eh, Syah mau tanya dong” Tanya Fatimah

“Ngga ah nanti pasti kamu tanya tentang masa lalu ku,” Jawab Asiyah.

"Serius Fat, aku malas kalau ditanya tentang masa lalu gitu. Ojeknya udah datang, nih! Pulang duluan, ya. Jadi main, kan?" tanyaku kepada Fatimah.

"Insya Allah, he he." jawabnya.

***

'Alhamdulillah akhirnya aku bisa mendapatkan teman yang mengerti keadaanku sekarang. Baru kali ini aku merasakan indahnya persahabatan. Terima kasih, ya Allah,' batin Aisyah. Setelah sampai ke rumah Aisyah segera berganti baju dan pergi ke taman demi bertemu teman baru yang bisa mengerti keadaannya.

"Bu, Aisyah mau ke taman," ucap Aisyah.

"Mau apa?" tanya Bu Maryam dengan mata membulat sempurna.

"He he jangan melotot gitu, Aisyah mau sama Fatimah kok bukan anak laki-laki, Bu," jawab Aisyah terkekeh sendiri.

"Yang benar? Tapi perasaan Ibu gak enak," ujarnya.

"Gak papa, Bu. Fatimah anak baik, kok. Ya sudah dadah, Ibu!" ucapku sembari mencium punggung telapak tangan ibu.

'Ibu memang selalu begitu kepadaku. Selalu cemaslah beginilah  he he, karena dulu memang sih aku pernah terjun ke pergaulan bebas. Ya salah siapa dulu ibu sama ayah selalu sibuk kerja   tidak mengurusi anaknya. Dan yang paling menyedihkan, saudaraku meninggal karena kecelakaan. Dan mulai itu, ibu sadar dia tidak kerja lagi lantaran sibuk mengurusi aku. Bapa? Bapa masih sibuk sekarang. Dia kerja di luar kota, entah kapan bapa pulang.' batin Aisyah.

Gadis berpakaian lebar itu menelusuri setiap lorong-lorong yang akan menuju ke arah taman dekat rumahnya. Di setiap lorong Aisyah terus disapa oleh tetangga maupun temannya karena Ia anak yang baik dan suka menolong. Setelah berjalan menelusuri lorong sampailah dia di tepi jalanan yang begitu ramai.  Banyak  kendaraan  yang  berlalu  lalang,  banyak  pejalan  kaki  yang  menikmati  udara  sore  dengan  pasangannya,  dan  bahkan  ada  penjual  di  sekitar  jalan  menuju  taman.  Begitu  ramai,  Aisyah  tersenyum  sambil  melihat  sekeliling  dan  terus  berjalan  menuju  taman.

Banyak  sekali  yang  memperhatikannya,  dari  mulai  anak-anak,  sepasang  kekasih,  segerombolan  orang-orang,  dan  penjual  makanan  ataupun  pakaian-pakaian.  Kini,  Aisyah  telah  sampai  di  depan  jalan  yang  akan  menuju  taman  yang  asri  itu.  Banyak  rumput  yang  segar,  bunga  yang  terawat,  dan  bahagia  yang  tercipta  pada  orang-orang  yang  di  sana.  Tersenyum,  gadis  itu  tersenyum  di  sana.

"Fatimah mana, ya? Nah mending aku ke seberang sana, duduk dulu, he he,"

gumam Aisyah.

Aisyah melangkahkan kakinya ke jalanan beraspal itu. Berjalan melangkahkan kakinya. Hingga pada langkahan kaki kedua, dia berteriak histeris dan terlempar  jauh  dati  tempat  asalnya. Tubuh Aisyah terbanting di tengah jalan. Darah segar berwarna merah itu berceceran dimana-mana. Hijabnya kini telah diwarnai oleh darah tersebut. Aisyah tergeletak di jalan raya beraspal hitam itu.   Sebagian warga mulai mengelilingi Aisyah. Sedangkan sang penabrak? Kini telah melaju dengan kecepatan full entah ke mana.

Warga-warga  yang  berada  di  dekat  jalan  raya,  mendekati  kejadian  yang  menimpa  Aisyah.  Darahnya  terus  keluar  membasahi  hijabnya.   Salah  satu  warga  mengambil  gawainya  dan  bergegas  menelepon  Ambulance.  Sedangkan  warga  lainnya  berlari  ke  rumah  Aisyah  untuk  mengabari  ibunya.  Panik,  sangat  panik. 

Ambulance  datang  dengan  diiringi  lampu  dan  suara  yang   membuat  warga  di  sekitarnya  penasaran  dengan  apa  yang  terjadi.    Satu  demi  satu  warga  keluar  dari  rumahnya,  yang  tadinya  ramai  di  taman,  sekarang  suasana  berganti.  Ramai,  gelisah,  dan  penasaran  semua  terkumpul  di  jalan  raya.  Tempat  kejadian  tragis  yang  menimpa  Aisyah  terjadi.  Banyak  orang-orang  yang  prihatin  dengan  keadaan  Aisyah,  jijik  melihat  darahnya,  dan  bahkan  ada  yang  sempat-sempat  memotret  kejadian  itu.

Seiring  dengan  Ambulance  yang  datang,  Bu  Maryam  yang  merupakan  ibu  dari  Aisyah  datang  melewati  kerumunan  orang-orang  yang  mengitari  anaknya  tersebut.  Air  matanya   mengalir,  terus  mengalir  sambil  terisak.  Dia  berjalan  cepat  menuju  anaknya  yang  tergeletak  di  atas  aspal  itu. Air  mata  semakin  mengalir  kala  ia  melihat  anaknya  yang  tergeletak  tak  berdaya  dengan  darah  berceceran  di  mana-mana.

"Aisyah!"  teriaknya  sambil  berusaha  mendekati  anaknya.  dia  dicegah  oleh  warga  di  sekitarnya,  darahnya  berceceran  di  mana-mana,  takut  jika  pakaiannya  nanti  terkena  darah.  Bu  Maryam  semakin  kekeh  untuk  menghampiri  anaknya,  hingga  pada  akhirnya  warga  dan  petugas  Ambulance  membawa  anaknya  ke  mobil  Ambulance  disertai dengan Bu Maryam.

Bersambung ....

AISYAH [Telah Terbit ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang