PART 02 | MUKJIZAT

56 4 0
                                    


Assalamu'alaikum ... sebelumnya, saya ingin meminta maaf kepada kalian semua. Barangkali, saya banyak kesalahan, entah itu disengaja ataupun tidak disengaja.

Ramadhan berlalu, hari Raya Idul Fitri pun tiba. Tak terasa, sepertinya baru kemarin kita berpuasa, ya. Taqaballallahu minna waminkum. Mohon maaf lahir batin🙏

*Selamat Hari Raya Idul Fitri*

HAPPY READING❤

______________________________

***

Wanita separuh baya itu berjalan ke kanan dan ke kiri sambil terisak. Kini, putrinya telah tergeletak di ranjang yang berwarna serba biru itu dengan dikelilingi orang yang ahli dalam bidang medis.   Terlihat jelas putrinya tak berkutik, matanya enggan terbuka seakan-akan tidak ingin melihat dunia yang begitu luas ini. Kain gelap berwarna hitam pun kini sebagian telah bercucuran darah. Harapan wanita paruh baya untuk putrinya mungkin tidak banyak.

"Ya Allah ... selamatkan anak hamba ini."

'Aisyah, bukalah matamu. Di  sini banyak orang yang merindukanmu. Ibu merindukanmu, Nak. Ibu tidak ingin hal ini terulang kembali. Ibu ingin engkau bangun, Nak. Ibu tidak ingin kau tersiksa,' batin ibu di dalam hati.

***

Sudah hampir dua jam orang-orang medis itu melakukan operasi untuk Aisyah, tetapi kunjung tak ada kabar. Dokter atau suster tampak tidak keluar dari ruangan itu. Seakan-akan sudah nyaman di ruangan yang penuh dengan segala alat medis.  Tiba-tiba saja seseorang perempuan dengan menggunakan gamis berwarna hitam dan hijab berwarna biru menghampiri bu Maryam yang sedang khawatir dengan kondisi putrinya.

"Ibunya Aisyah, ya?" tanya seorang wanita bergamis menghampiri ibu Maryam.

"Iya, kamu siapa?" ucap ibu Maryam.

"Maaf,  Bu.  Aku Fatimah temannya Aisyah. Bagaimana keadaan Aisyah, Bu?" tanya Fatimah.

"Dokter belum memberi kabar, Nak.  Ibu khawatir," jawab bu Maryam.

"Sabar, Bu.  Fatimah yakin, Aisyah pasti kuat, kok," ujarnya.

Fatimah tampak khawatir sekali atas keadaan Aisyah. Ia tahu perasaan bu Maryam sekarang. Tubuh bu Maryam sekarang jatuh ke pelukan hangat Fatimah. Menguatkannya, mungkin itu adalah pilihan Fatimah saat ini, tetapi,  perasaan Fatimah sangat hancur. Baru saja Fatimah mengenal sahabat, lalu dia meninggalkan Fatimah?

Fatimah  tampak  terdiam  saat  mendengarkan  pernyataan  dari  bu  Maryam.  Pandangannya  lurus  ke  depan,  wajahnya  agak  pucat  menampakkan  ekspresi  kekhawatiran.  Air  matanya  membendung  di  matanya,  sesekali  dia  memandang  ke  atas  agar  air  mata  itu  tidak  jatuh  ke  pipinya.  Fatimah  memeluk  bahu  bu  Maryam  yang  kini  basah  pipinya.  Dia  menenangkannya  dengan  mengelus-elus  bahunya    yang  dibalut  dengan  hijab.

Ckleek!

Daun pintu terbuka, memunculkan seseorang berseragam putih seakan-akan mencari seseorang. Sorot mata bu Maryam dan Fatimah berpaling ke dokter itu. Panik, itu yang dirasakan mereka berdua.

"Bu Maryam?" Panggil seorang dokter dengan melihat sekitar.

"Iya. Saya, Dok," jawabnya sembari bangun dari tempat duduknya.

"Bagaimana keadaan putri saya, Dok?" tanya bu Maryam sambil menghampiri dokter.

"Maaf, Bu.  Kami tidak bisa melakukan yang terbaik untuk putri Ibu, kami minta maaf sekali, Bu," ujarnya

Brak!

Tubuh ibu Maryam jatuh tak mampu menahan kesedihannya. Untung saja ada Fatimah yang berhasil menangkap bu Maryam. Lemah, ini yang terlintas di pikiran Fatimah. Bukan  lemah  manja,  namun  ini  semua  hal  yang  biasa,  normal  sekali.  Anak  yang  dibesarkan  dari  kecil kini sudah tiada tanpa pamit.

"Bu, Bu. Bangun," ujar Fatimah panik.

"Bawa saja ke ruang darurat," ujar dokter memberi saran dengan khawatir.

"Baik, Dok."

***

Raut kesedihan tampak sekali di wajah bu Maryam, keinginan untuk mendidik anak-anaknya menuju surga Allah sekarang kandas. Semua anak-anaknya telah dilamar oleh kematian terlebih dahulu. Takdir memang sudah menjadi kejadian yang tidak mungkin diubah lagi kecuali adanya mukjizat dari Allah swt. Kini, bu Maryam telah berada di ruang Aisyah. Tepatnya, di sebelah ranjang seseorang yang tidak bernyawa lagi. Sudah beberapa kali dokter dan suster menasihati bu Maryam, namun nihil! Bu Maryam tetap bersih kukuh untuk menemani mayat.

Sosok ibu mana yang ingin anaknya dijemput kematian terlebih dahulu?  Sedih, bukan? Ibu yang sudah menjaga anaknya dalam kandungan maupun di luar kandungan. Namun, anaknya meninggalkan ibunya tanpa kabar. Bukankah maklum jika ibu menangis?  Sedih,  semua  tidak  seperti  apa  yang  diinginkannya.  Tidak  seperti  skenario  yang  dibuatnya,  skenario  manusia  akan  kalah  dengan  skenario  Allah  swt.  Takdir  Allah  memang  tidak  dapat  diubah.

"Aisyah ...." Bibirnya terus saja memanggil nama Aisyah, putrinya. Dengan tatapan kosong, bu Maryam terus saja memegang tangan putrinya yang kini tidak berdaya lagi dan tidak mungkin akan ada pergerakan.

Tidak mungkin tangan putrinya memeluk bu Maryam lagi, tidak mungkin tangan putrinya membantu ibunya lagi, dan tidak mungkin tangan putrinya akan menjahili ibunya lagi karena nyawanya telah diambil, semua sudah tidak ada harapan lagi. Sudah hampir satu jam bu Maryam di ruangan tersebut, ingin menemani putrinya, berharap mukjizat Allah akan disaksikan olehnya, dan akan membuat senyuman dia terukir lagi.

Tatapan bu Maryam kini tidak lagi kosong, dia terkejut akan garis yang sedari tadi lurus kini telah berubah, kini garis itu sudah menjadi seperti rumput yang berukuran pendek hingga panjang. Mata bu Maryam saat ini telah penuh dengan air mata. Sekali dia mengedipkan matanya, bulir-bulir air mata jatuh ke pipinya. Memang, alat itu tidak diperbolehkan dimatikan oleh bu Maryam, seakan-akan bu Maryam telah mengetahui akan hal ini. Hal yang begitu sangat memukau dan membuat bu Maryam terkejut, pastinya.

"Aisyah!!" ucapnya dengan nada yang cukup tinggi.

Dia terus memegang sekujur tubuh Aisyah, salah satunya tangan Aisyah. Dia memegang tangannya dan mengecup punggung telapak tangan dengan sepuasnya.   Bu Maryam lari kecil ke luar ruangan guna ingin menunjukkan kemukjizatan yang Allah berikan, guna untuk meyakinkan dokter dan Fatimah atas keberhasilan dia yang kini tidak lagi sia-sia.

"Dokter!!" teriaknya.  Dokter tampak sedang berbincang dengan Fatimah di kursi tunggu. Mungkin, menanyakan keluarga Aisyah.

"Alhamdulillah sudah mau keluar, Bu?" tanya  dokter  sambil  tersenyum.  Setelah  berjam-jam  bu  Maryam  memutuskan  untuk  menunggu  putrinya,  akhirnya  dia  keluar  juga
Fatimah  tersenyum  saat  bu  Maryam  mau  keluar  dari  ruangan.  Dokter  dan  Fatimah  beranjak  dari  kursi.  Bu  Maryam  dengan  percaya  dirinya  menunjukkan  raut  bahagia.  Dokter  dan  Fatimah  bingung,  apa  yang  sebenarnya  terjadi? 

"Iya. Sini,  Dok. Saya mau menunjukkan sesuatu yang mungkin akan membuat Dokter terkejut," ujarnya dengan begitu bangganya.  Bu Maryam mengajak dokter masuk, dia ingin menunjukkan ke tidak sia-sianya.   Fatimah  pun  mengekor  di  belakang  mereka.  Dia  ingin  tahu  apa  yang  sebenarnya  terjadi.

"Dok, putri saya masih hidup, alhamdulillah."

Tidak ada jawaban dari seorang dokter berparas tinggi itu. Yang jelas matanya tidak berkedip menyaksikan kejadian ini.  Kuasa Allah memang sangat benar-benar membuat hambanya begitu sangat bahagia. Allah maha segalanya, apa yang semua hambanya inginkan, pasti akan terwujud jika didasari do'a dan usaha. Allah memang pemberi segalanya.

Tak menyangka dengan semua ini, dokter tersebut langsung menghampiri pasien. Pasien yang sebelumnya sudah meninggal, bangun kembali atas izinnya. Jantung yang tak berdetak kembali normal, napas yang telah hilang kembali. Disusul dengan satu wanita yang ada di belakangnya, dokter itu diam membisu. Memeriksa tubuh yang kini hidup kembali dengan saksama. Matanya berbinar, senyumnya mengembang disertai kegembiraan. 

Aisyah  yang tergeletak menarik napas secara tiba-tiba. Tangannya memegang kepala yang telah diperban, sangat erat disertai suara rintihan yang amat menghawatirkan. Bu Maryam terkejut, dokter segera memeriksa dengan penuh kekhawatiran. Gundah, semua merasa gundah dan tak bahagia lagi.

Bersambung ....

AISYAH [Telah Terbit ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang