Part 15

164 15 5
                                    

Bukankah lebih baik kita saling menyakiti, daripada hanya ada satu pihak saja yang tersakiti?


Hari akan terasa sangat berat, terutama untuk Nazla. Berada satu dimensi dengan orang yang ia cintai dengan status yang sudah tak sama lagi. Ternyata semua menjadi lebih berat dari yang ia bayangkan. Mungkin hanya ia belum terbiasa tanpa Gavin.

"Nazla tumben jam segini belum datang ya?" tanya Asya kepada Ulula.

"Iya tumben. Eh itu dia orangnya," ucap Ulula sambil menunjuk ke arah Nazla yang baru saja memasuki ruang kelas.

Nazla memasuki ruangan dengan wajah seperti biasa. Sekali lagi, dia sangat pintar menyembunyikan perasaannya. Sedalam apapun luka yang ia rasakan, ia masih bisa terlihat baik-baik saja. Dan tanpa sadar tatapan matanya bertemu dengan sorot mata tajam milik Gavin. Hanya sekilas Nazla memandang, setelahnya ia mencoba mengalihkan pandangan. Melihatnya hanya akan menambah luka dalam hatinya.

"Lula, gue boleh tukar tempat duduk nggak? Gue duduk sama lo, biar Asya yang duduk sama Gavin." Ucap Nazla kepada Ulula, masih dengan ekspresi biasa saja. Seperti tak ada apa-apa.

"Lah kenapa La? Gue nggak mau lagi ah duduk sama laki lo, nyebelin." Ucap Asya tak terima dengan permintaan Nazla.

"Lo mau kan La?" jawab Nazla tanpa menghiraukan ucapan Asya.

Asya sedikit kesal karena merasa diabaikan oleh Nazla. Tak biasanya sahabatnya itu bersikap seperti itu kepadanya. Sekalipun ia sedang ada masalah dengan Gavin, ia selalu nampak baik-baik saja dan selalu bersikap seperti biasa kepadanya. Tapi berbeda dengan hari ini. Ulula sendiri nampak bingung harus menjawab seperti apa. Karena secara tidak langsung ia tahu jika Asya risih duduk sebangku dengan Gavin yang merupakan kekasih Nazla. Tapi ia sendiri juga tidak bisa menolak permintaan Nazla yang sepertinya sedang ada masalah dengan gavin.

"Hmm, iyadeh gue duduk sama lo. Sya, lo duduk sama Gavin dulu ya." Jawab Ulula serba salah.

"Yahh, nyebelin kalian." Ucap Asya sambil memindah tasnya ke bangku sebelah Gavin.

Gavin sendiri masih berkumpul dengan teman-temannya di bangku paling belakang. Ketika bel berbunyi, ia kembali ke bangkunya dan mendapati Asya yang sedang duduk di bangku sebelahnya. Gavin tak terlalu kaget. Karena setelah hubungannya berakhir dengan Nazla, sudah pasti gadis itu akan mencoba untuk menjaga jarak dengannya. Juga dengan permintaan Nazla sebelumnya yang menginginkan untuk menganggap mereka tak saling kenal.

"Lah ada bebeb Asya. Kangen sama gue ya makanya duduk disini?" ucap Gavin masih nampak seperti biasa. Tentu saja Nazla bisa mendengar dengan jelas ucapan Gavin kepada Asya. Nazla tersenyum getir mendengar ucapan Gavin tersebut.

Pelajaran berjalan seperti biasa, sampai akhirnya bel istirahat berbunyi. Asya masih membereskan buku-buku di mejanya. Sedangkan gavin nampak meletakkan kepalanya diatas meja. Mencoba memejamkan matanya sejenak, entah kenapa baginya hari ini sungguh sangat melelahkan. Padahal baru setengah hari berjalan. Ia hanya merasa kepalanya sangat pusing.

"Ke kantin yuk guys," ajak Asya kepada Ulula dan Nazla.

"Hayukk, gue laper banget. Yuk La," jawab Ulula sambil mengajak Nazla.

"Lo duluan aja, gue males jalan bareng sama penghianat," jawab Nazla santai.

"Penghianat?" tanya Ulula yang tak paham dengan ucapan Nazla. Asya pun juga tak paham, namun ia lebih memilih untuk diam.

"Iya, penghianat sedang berkeliaran dimana-mana. Hati-hati aja makanya, yang kelihatan baik dan alim ternyata juga bisa jadi penghianat yang suka makan temen sendiri."

"La, maksud lo?" Ulula semakin tak paham dengan ucapan Nazla.

Nazla hanya diam tak menjawab dan kembali fokus dengan buku yang ia baca. Ulula semakin tak paham dengan semua ini. Sedangkan Asya yang entah kenapa perasaannya sangat sensitif sekarang. Ia seakan paham jika perkataan Nazla barusan ditujukan untuknya. Sesak di dadanya kembali terasa, dan ia memutuskan untuk pergi meninggalkan Ulula dan juga Nazla tanpa sepatah kata pun.

Di sudut lain, dengan kepala yang masih menempel di meja. Sosok itu mendengar semua percakapan yang terjadi. Tangannya mengepal, seakan mengutuk semua perbuatan yang telah ia lakukan. Gavin sangat paham jika semua ini terjadi karena dirinya. Nazla masih sangat sakit hati dengan perlakuannya. Dan Asya yang seharusnya berada dalam pihak yang tak bersalah pun harus rela menanggung semua ini. Bodoh, itu batinnya.

Selepas yang terjadi siang ini, tak ada pembicaraan apapun antara mereka. Semua sibuk dengan pemikiran masing-masing. Nazla, Gavin, Asya, dan hanya tersisa Ulula yang mencoba mencerna semua yang terjadi. Dan kesimpulan yang ia dapatkan adalah, sedang ada masalah antara ketiga orang itu. Dan ia memilih untuk diam, mencoba tak ikut campur dan pura-pura tak mengerti dengan keadaan ini.

Sampai akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Asya dengan cepatnya mengemasi barang-barangnya dan segera meninggalkan kelas, tanpa sepatah kata pun. Begitu pula dengan Ulula, ia memilih untuk langsung pergi meninggalkan kelas tanpa berpamitan kepada Nazla.

Perlahan ruang kelas mulai sepi, satu persatu manusianya telah bergegas pergi. Hanya tinggal segelintir saja yang tersisa. Gavin pun beranjak dari tempat duduk, berdiri tepat di samping bangku Nazla. Diam sejenak, mengamati gadis yang tengah sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tasnya.

"Kenapa kamu lakukan semua ini?" ucap Gavin memulai pembicaraan.

Tak ada jawaban dari Nazla. Sang gadis hanya menoleh sejenak ke arah sumber suara. Ekspresi datarnya seakan menunjukkan bahwa ia tak paham dengan perkataan Gavin. Atau bisa jadi ia sedang pura-pura tak paham.

"Asya nggak salah apa-apa La! Kenapa kamu libatkan dia dalam masalah kita?" ucap Gavin lagi.

"Dia penyebab kamu ninggalin aku." Jawab Nazla enteng.

"Tapi dia sahabat kamu La. Dan kamu tahu kalau dia sama sekali nggak salah dalam masalah ini." Jawab Gavin lagi.

"Gavin Gavin, cinta banget ya kamu sama dia sampai-sampai kamu jadi kayak gini?" jawab Nazla masih dengan santainya. Meskipun sebenarnya dalam hatinya sedang menangis sedih menyaksikan pembelaan Gavin untuk Asya.

"Aku minta sama kamu, tolong jangan libatkan dia dalam masalah kita La." Jawab Gavin sedikit memohon kali ini.

"Dengan kamu memohon seperti ini, itu hanya akan nambah sakit hati aku Vin. Bahkan setelah kamu memutuskan hubungan ini karena dia, kamu juga masih memohon kepadaku perihal dia. Sepertinya memang benar keputusanku untuk membuatnya seolah-olah bersalah dalam hubungan kita." Jawab Nazla yang kini sudah tak mampu menahan air matanya.

"Maksud kamu?" Tanya Gavin seolah tak paham dengan ucapan terakhir Nazla.

"Karena cuma dengan melibatkan dia, aku bisa bikin kamu sakit hati. Karena cuma dengan nyakitin dia, aku bisa nyakitin kamu. Bukankah lebih baik kita saling menyakiti Vin, daripada hanya ada satu pihak saja yang tersakiti?" ucap Nazla dengan tatapan nanar yang kemudian langsung pergi meninggalkan Gavin yang masih diam membeku mendengarkan perkataan terakhir Nazla.

***

Hai guys, aku kembali lagi nih. Seperti janjiku, aku pasti akan lanjutkan cerita ini.
Jangan lupa komen yaa
Follow ig aku juga ananonimo_ karena banyak bgt video2 yg bisa bikin baper, dijamin sukaa
🥰🥰🥰

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Romansa & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang