Lebih baik memang kau tak mengenalku daripada harus berpura-pura tak mengenalku. Lebih baik kau memang tak pernah melihatku daripada harus berpura-pura tak melihatku.
~^~Asya hanya sibuk membolak-balikkan buku yang dipegangnya. Pikirannya berkelana entah kemana. Fokusnya kali ini hanya tentang karya-karyanya yang bahkan tak pernah lolos untuk ditempel di mading sekolah. Karirnya sebagai seorang penulis di sekolahnya seakan hancur perlahan. Tentu saja semua itu terjadi karena adanya makhluk bernama Khalif. Makhluk yang secara diam-diam telah merebut perhatiannya.
“Sya, nanti pulang sekolah lo dateng rapat kan? Bareng ya ke ruang rapatnya.” Ucap Ulula pada Asya. Ulula adalah teman Asya satu kelas yang juga anggota dari ekstrakurikuler jurnalistik. Dan ya benar, nanti siang sepulang sekolah akan diadakan rapat untuk anggota jurnalistik.
“Gue nggak janji ya, lagi males.” Jawab Asya asal. Ia hanya tak siap jika bertemu dengan Khalif nantinya. Bahkan rasa sebalnya karena masalah mading masih belum padam.
“Pokoknya lo harus dateng, kalo nggak ntar gue seret lo. Gue ke kelas dulu ya, bye.” Ucap Ulula yang kemudian memasuki ruang kelasnya.
Kadang cinta memang membuat seseorang nampak bodoh. Kadang cinta juga membuat seseorang terlihat lemah. Contoh nyatanya adalah Asya. Bahkan sampai sekarang dia masih belum pernah menanyakan masalah karyanya yang tak pernah lolos seleksi pada Khalif. Dia hanya merasakan sebuah ketidak adilan tetapi ia hanya diam dan tak pernah bersuara. Seakan menerima semuanya.
“Bengong mulu Sya, lagi mikirin gue ya?” tanya Gavin yang tiba-tiba muncul dan duduk di sebelah Asya.
“Iya, gue lagi mikirin gimana caranya ngebunuh lo tanpa perlu masuk penjara.” Jawab Asya sinis.
“Itu mah gampang Sya, lo mau tau gimana caranya?” jawab Gavin santai.
Asya menaikkan sebelah alisnya tanda ia bertanya caranya.
“Lo pengen bunuh gue tanpa perlu masuk penjara kan? Dengan cara lo ngejauh dari gue, itu udah bisa buat gue mati perlahan Sya. Dan lo nggak bakalan dicariin polisi karena udah ngebunuh gue. Tapi tolong jangan lakuin itu, gue nggak sanggup mati dengan cara begitu.” Jawab Gavin penuh keyakinan.
Dan entah kenapa Asya mulai melihat ke arah Gavin dan kemudian menatap mata gavin sesaat. Asya mencoba mencari bukti bahwa saat ini Gavin sedang bercanda dan mengerjainya seperti biasa. Tapi hasilnya adalah nihil. Hanya ada ketulusan disana.
“Anjirr, gue ngeri denger omongan lo. Gue mutilasi juga lo!!” Jawab Asya ketus.
“Ihh, istri kedua gue serem.” Jawab Gavin sambil bergidik ngeri.
“Nih anak emang bener-bener cari masalah ya sama gue!” Asya mulai emosi.
“Jangan marah-marah terus Sya, itu bikin gue tambah sayang sama lo.” DEPP.
“Dasar gila!!” jawab Asya yang langsung melangkah masuk ke kelas dan meninggalkan Gavin sendiri.
“Awww, hobi banget sih lo nginjek kaki gue. Untung gue suka.” Jawab Gavin sambil tersenyum dan kemudian menyusul Asya masuk ke dalam kelas.
Siapa yang tahu tentang hati? Tentang bagaimana perasaan Asya yang sebenarnya pada Khalif. Dan juga tentang bagaimana sebenarnya perasaan Gavin pada Asya dan juga Nazla yang jelas-jelas berstatus sebagai kekasihnya.
***
“Oke kita mulai rapat siang hari ini. Assalamualaikum, selamat siang semuanya. Agenda rapat kali ini adalah tentang lomba majalah yang akan diadakan untuk semua siswa SMA se-Jakarta. Dan disini nggak semua yang bisa ikut, karena setiap sekolah hanya boleh mengirimkan satu tim dan berisi 5 anak.” Jelas Khalif pada seluruh anggota dengan ekspresi datar dan serius. Dia tetap saja menjadi laki-laki yang dingin.
“Terus siapa yang bakalan mewakili sekolah kita Lif? Apa harus ada seleksi dulu atau dari lo yang nentuin?” tanya Refat yang merupakan salah satu anggota jurnalistik.
“Gue udah pegang nama-nama anak yang akan ikut lomba ini. Gue harap yang nggak kepilih tetep bisa bantu karena ini untuk nama baik jurnalistik dan juga sekolah kita. Tim yang berangkat emang bebannya akan lebih berat di presentasinya nanti.”
“Sapaan aja Lif?” tanya Ulula antusias.
Asya membuang nafas pelan. “Paling juga bukan gue kan, Khalif kan benci banget sama gue.” Batin Asya.
“Anggota tim yang terpilih ada gue, Refat, Ulula, Kirei, dan Annasya. Ini bukan keputusan dari gue tapi dari Pak Farhan. Sebelumnya Pak Farhan sudah menyeleksi karya-karya kalian selama ini untuk memutuskan siapa yang pantas buat jadi tim di perlombaan ini. Buat yang nggak kepilih seperti yang gue bilang di awal tadi, jangan berkecil hati karena kita masih tetep butuh suport dari kalian. Kita tetap satu tim.”
“What? Gue kepilih?” tanya Asya dalam hati, masih tidak percaya.
Setelah rapat berakhir, Asya memberanikan diri untuk berbicara dengan Khalif. Dia hanya ingin menanyakan masalah karyanya yang tak pernah lolos mading lagi.
“Lif...” Panggil Asya saat mengetahui Khalif melangkah keluar dari ruang pertemuan.
“Hmm.” Hanya itu jawaban Khalif. Wajahnya masih tetap datar tanpa ekspresi.
“Lif gue mau nanya sesuatu sama lo.” Ucap Asya ragu.
“Apa?” Khalif membuang muka ke arah lain. Tatapnnya masih tetap dingin dan tajam tapi tidak ke arah Asya. Melihat Asya saja Khalif tak berniat.
“Hmm sebenarnya...sebenarnya...” Asya mulai gugup dan tak ada keberanian untuk berbicara.
“Apa? Kalau emang nggak ada yang mau dibicarain lagi gue mau pulang, buru-buru.” Ucap Khalif sambil melangkah meninggalkan Asya.
“Gue cuma mau tanya kenapa lo selalu ngehindar dari gue?!” ucap Asya reflek sambil sedikit berteriak.
Seketika Khalif menghentikan langkahnya. Sedang Asya merutuki kebudohannya karena bukan hal itu yang ingin ia tanyakan pada Khalif. Kenapa dia bisa lepas kontrol seperti itu?
Khalif berbalik badan dan mengernyitkan dahi tanda ia tak paham dengan pertanyaan Asya.
“Mmm...maksud gue...maksud gue...gue mau tanya kenapa karya gue nggak pernah lolos mading?” ucap Asya mencoba mengalihkan pembicaraan. Ya karena memang harusnya pertanyaan inilah yang keluar dari mulut Asya bukan yang lain.
“Karena karya lo belum memenuhi kriteria.” Jawab Khalif santai.
“Nggak mungkin, dulu karya gue selalu lolos. Tapi semenjak lo yang jadi pimpinan redaksi karya gue nggak pernah lolos. Ini nggak adil Lif!.”
“Nggak adil untuk? Gue selalu nilai karya tanpa melihat siapa penulisnya. Gue selalu nilai karya-karya itu sesuai dengan draft penilaian yang emang sudah ada aturannya!” jawab Khalif tegas.
“Tapi kenapa karya gue nggak pernah lolos seleksi? Padahal gue aja lolos buat jadi tim lomba kan, dan lo bilang Pak Farhan sendiri yang milih. Itu artinya karya gue nggak buruk-buruk banget Lif.” Jawab Asya mencoba membela diri.
“Karena lo nggak pernah nulis pakai hati Sya!!! Dan satu lagi, gue bukan Pak Farhan. Pak Farhan tidak menilai berdasarkan draft penilaian yang sudah ditentukan. Kalau lo masih mau tanya lagi mungkin lain kali aja, gue buru-buru. Assalamualaikum.” Khalif meninggalkan Asya sendiri yang masih berdialog dengan dirinya sendiri.
Karena lo nggak pernah nulis pakai hati Sya!!! Kalimat yang terus terngiang-ngiang di pikiran Asya.
💞💞💕💕
Update nih guyss, jangan lupa vote n komen yaa 😍😘
18 April 2017
💞Uswatun Hasanah💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa & Rahasia
EspiritualSeperti teori Big Bang yang menceritakan tentang pembentukan alam semesta. Seperti teori hukum alam Hugo de Groot yang menyatakan bahwa sumber hukum alam adalah pikiran atau akal manusia. Aku ingin menjadi lebih dari sekedar diriku sendiri! Aku ing...