04-Emotions

31 7 0
                                    

***
Sebenarnya ini part 2 nya part 3. Ngerti kan? Tapi gakpapa, k'lean gak usah ngulangin baca yg part 3.
Cherry POV ya.
763 words (all)
Enjoy 🤍
***

Sore ini jam 16.05, aku buru-buru pulang ke rumah karena lapar.

Saat sudah masuk ke rumah, aku langsung melepas sepatu dan kaus kakiku di lantai dan tasku di sofa.

Kalian penasaran apartment ini aku beli pakai apa?
Tentu saja pakai uang.
Pemiliknya tidak mau dibayar pakai daun yang berkhasiat sekalipun. Aku membelinya dengan uang yang disimpan ibu panti. Ya, aku besar di panti, dari bayi sampai aku berumur 13 tahun.
Umur yang sangat muda sebenarnya. Entah kenapa aku memilih keluar panti di umur yg sangat muda.

Sebelum aku pergi dari panti, ibu panti memanggilku dan memberikan amplop yg berisi uang jutaan Yuan dan ada surat juga. Ya, asal uangnya dari sana. Katanya ibu panti, orang tuaku yg memberikan amplopnya.

Isi suratnya itu adalah, orangtuaku sudah membeli apartment, tapi belum dibayar. Memesan? Ya. Sebenarnya aku tak yakin orangtuaku sendiri yang memasan, mengingat status keberadaan mereka yang nowhere.

Jadi, setelah aku keluar dari panti, yang aku lakukan:
1. Aku mencari lokasi apartmentnya. Alamatnya sudah ada di surat itu. Jadi, seketika aku menemukan apartmentnya;

2. Aku menghubungi penjualnya lewat penghuni apartment yang lain dan membayar penjualnya;

3. Tapi, pada saat aku menanyakan siapa orang tua ku, dia tak menjawab apa pun, aneh;

4. Aku bertanya pada diriku sendiri, kalau aku sakit, aku harus bilang apa saat mereka tanya siapa waliku?

5. Aku membeli HP termurah. Yah, harganya setara dengan barangnya sih. HP lama, tapi kualitasnya masih bagus. Bentuknya juga lumayan, aku nggak mau berharap bisa dapat HP mahal yang harganya selangit.

Aku melempar surat edaran ke sembarang arah. Setelah mengeluarkannya dari tasku.

Aku bergegas ke kamar mandi, membersihkan badan. Mandi + keramas. Kamar mandiku juga tidak seluas yang kalian punya.

Rambutku yang basah kugulung di dalam handuk.

Sambil menunggu rambut kering, aku memasak makan malam, menunya telur kecap. Aku mengeluarkan Kimchi yang kubeli kemarin di supermarket dan memakannya bersama telur kecap. Manis + pedas + segar.

Diwaktu yang sama di rumah Chenle. (Chenle's POV)

Aku baru sampai di rumah jam 17.00 setelah bermain basket setelah sekolah. Karena ada pertandingan basket antar sekolah.

Saat aku hendak ke kamar, mama ku memanggil. Kujawab.

"Apa ma?" Dalam bahasa China.

Kalau di rumah, aku berkomunikasi dengan mama pakai bahasa China, kalau dengan papaku, bahasa Korea. Kalau mama bicara dengan papaku, bahasa China.

"Itu ada undangan dari panitia acara. Katanya dia mau kamu tampil piano di acaranya dia. Kamu mau?" tanya mamaku. "Kalau kamu sibuk dan capek, tak apa, mama bisa bilang keberatan."

"Tidak usah ngomong keberatan ma. Aku terima undangannya, sampaikan ya ma." Jawabku.

Kulihat mama tersenyum, akupun ikut tersenyum.

"Baiklah, mama akan bilang. Berarti kamu akan les lagi besok?" Tanyanya.

"Iya dong. Tanyakan dia mau lagu apa, nanti Chenle akan belajar lagu itu dan menampilkan yang terbaik." Terdengar semangat dalam nadaku yang tersalur ke mamaku.

"Oke! Akan mama sampaikan. Terima kasih ya Chenle," katanya sambil berlari ke arahku dan memelukku. "Ya sudah, ayo kita makan malam. Bibi tolong makanannya." Kata mamaku, aku ikut membantu membawakannya. Dan kami sekeluarga berkumpul. Ada Kun gē dan papa. Kami semua makan dengan baik.

***

Di tempat Cherry. (Cherry POV)

Aku kesulitan menambah nomor.

Setelah beberapa waktu...
Akhirnya! Ucapku keras keras karena berhasil menambahkan nomor Chenle.

Setelah itu aku mengirim pesan 'halo' ke Chenle.

Tapi dia tak menjawab. Mungkin tidur. Dia pasti capek setelah main basket.

Hp ku sudah tua. Dan aku ingin sekali membeli HP baru, tapi aku tak punya uang untuk itu. Uang orang tua? Uang hasil kerja paruh waktu? Tidak, aku tak akan menggunakan itu untuk membeli HP. Uang sekolah di sini mahal. Aku tidak tahu kalau di Korea. Belum biaya sehari-hari ku. Punya HP yang sekarang masih berfungsi saja aku sudah bersyukur.
***

Aku menghirup udara sebanyak yang ku bisa. Merasakan udara malam memenuhi rongga paru-paru ku. Aku keluar sebentar, hanya sebentar.

Tiba-tiba aku ingin sekali pergi ke Korea. Aku besar di China, padahal margaku kelihatan bukan dari China dan namaku seperti buah. Entah apa yang mereka pikirkan saat aku lahir.

Ah. Entah kenapa tapi rasanya aku ingin menangis. Tapi ini banyak orang. Aku tidak bisa menangis di sini. Itu akan sangat memalukan.


Pendek ya hehe :)

Mulai bosan ga?

Kalau aku tanya cerita ini gak jelas, pasti kalian bakal bersorak "Yaaa!"

Terlalu awal untuk mengatakan bosan.

Ini belum masuk ke konflik utama, aku sudah ada gambaran kasarnya sih. Tinggal dikembangkan aja kalimat dan antek-anteknya. Sejujurnya, aku bingung sama konflik utamanya. Bingung gimana biar bisa nyampek ke kalian sih.

Aku akan berusaha yang terbaik!










Inti dari cerita ini tuh nggak ada,









"Aku dari kecil selalu merasakan sedih, marah, kecewa. Ku tidak berharap kalian merasakan semua itu. Itu adalah emosi. Emosiku. Dari kecil. Depresi? Entahlah, nggak pernah ngerasain. Nggak pernah tes yang kayak gitu."














-tbc.

Chingu|Chenle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang