Mungkin karena ini pertama kali bagi Tisa tinggal di tempat yang baru, maka dia sangat sulit memejamkan mata saat malam. Apalagi Tisa tahu dia hanya berduaan saja dengan Sadha yang tidur di kamar belakang.
Sudah lewat pukul sebelas malam tapi dia masih berbaring gelisah di tempat tidur besar dan nyaman. Sekarang dia merasa haus. Kenapa juga tadi tidak menyiapkan segelas air untuk dibawa ke kamar?
Dengan enggan Tisa memakai sandal jepit dan menyalakan lampu. Tadi sore, pulang dari masjid, Sadha membawakan sepasang sandal jepit warna hijau untuk dia pakai. Menurut Bi Ami, supaya kakinya tidak dingin. Maklum, di Jakarta yang panas saja, lantai marmer memberikan rasa dingin. Apalagi di Puncak yang udaranya dingin. Dia menggigil hanya karena menyentuh lantai. Meski masih berusaha menghindar dari sang suami, Tisha menitipkan salam dan terima kasih melalui Bi Ami.
Koridor di depan kamar tampak remang. Sadha meninggalkan beberapa lampu tetap menyala sehingga suasana tidak terlalu gelap. Satu hal lagi yang membuat Tisa merasa berterima kasih. Dia menuju dapur dengan perasaan santai. Mengambil sebuah mug besar dan mengisi dengan air putih hangat dari dispenser.
Tisa memutuskan untuk duduk di meja makan menghabiskan isi gelas. Dia akan membawa satu gelas air untuk di simpan di kamar jika nanti haus lagi.
Entah kenapa bulu halus di lengannya terasa berdiri. Meremang. Dia memiringkan kepala berusaha mendengarkan lebih seksama. Meski samar, dia mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap. Tisa mengerutkan kening sambil melirik jam dinding. Hampir jam dua belas malam. Siapa yang sedang mengobrol?
Sambil membawa mug yang sudah diisi ulang, Tisa berjalan perlahan mencari sumber suara. Ah! Di beranda yang menghadap ke kolam renang di bawah. Tisa yang penasaran langsung berjalan mendekat, lalu terpana.
Dia tahu persis, itu Mas Sadha. Sedang berdiri dengan tubuh bersandar di pagar beranda yang menghadap kolam renang. Dia sedang bicara dengan suara berat yang terseret sambil memperhatikan sosok gelap di hadapannya.
Tisa sama sekali tidak bisa melihat sosok itu karena dia ada di bagian luar beranda yang gelap. Tisa hanya menangkap bayangan tinggi besar berpakaian serba hitam, mirip cara berpakaian Sadha. Dari belakang Sadha, dia hanya melihat rambut hitam gimbal seperti ijuk.
Tisa sempat mendengar Sadha bicara, "Dia sedang hamil. Awas kalau sampai kau ganggu! Aku takkan mengijinkan!" Lalu hening. Sepertinya Sadha sedang mendengarkan lawan bicaranya lalu dia menoleh dengan terkejut ke belakang dan membuat Tisa melonjak kaget, untung air minum di mug tidak sampai tumpah.
Sadha kini berdiri tegak membelakangi pagar beranda. Kedua lengan bersidekap, dahi tampak berkerut.
"Kau mau apa?" desisnya dengan wajah kaku. Tisa gemetaran menyadari Sadha ternyata hanya sendirian. Padahal tadi dia yakin sekali suami bohongannya itu sedang mengobrol setidaknya dengan satu orang.
"Aku haus, jadi ambil minum," jawab Tisa terbata. Mata Tisa masih mencari ke belakang tubuh Sadha.
"Sudah diambil minumnya?" Tisa mengangguk. "Sudah sana balik ke kamar!" sambungnya sedikit tegas. Dia masih berdiri tegak sambil bersidekap memperhatikan ketika Tisa menghilang kembali ke kamar.
Besoknya, sesudah sarapan yang kesiangan, Tisa menghampiri pagar tempat Sadha bersandar kemarin malam dan merasa sangat bingung. Karena di depan pagar itu sama sekali tidak ada pijakan. Itu berarti lawan bicara Sadha semalam duduk di atas pagar? Atau melayang di depan pagar? Seketika bulu kuduk Tisa kembali meremang.
"Non Tisa, nanti siang mau makan apa?" tanya Bi Ami mengejutkan. Tisa menoleh dan tergesa kembali ke dapur.
"Bibi mau masak apa?" tanyanya dengan wajah cerah. Meski agak mengantuk tapi Tisa bersemangat bangun dan mandi karena tahu Bi Ami akan ada di dapur dan bisa menemani. Dia juga ingin bertanya soal teman bicara Sadha tadi malam.
![](https://img.wattpad.com/cover/226309224-288-k632061.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DAUN YANG BERBISIK (Sudah Terbit)
FantasyKamu bisa baca karya tamat saya yang lain di KBM Apps. Cari Kiantyyura ya? Ini tentang nasib buruk yang menimpa Sadha Kelana, seorang pemuda yang sejak kecil sudah ditolak oleh keluarga. Satu persatu, orang yang dia cintai pergi meninggalkannya. ...