Sadha sudah mendengar orang tua Tisa akan datang. Tapi dia tidak menyangka jika ternyata ayah dan keluarga juga ikut bersama mereka. Beberapa kendaraan tiba-tiba saja parkir di halaman depan vila di waktu yang nyaris berbarengan. Sadha mengabsen tamu mereka satu persatu dari balik jendela ruang tamu yang masih tertutup tirai.
Papa dan Mama Tisa. Ayah dan Ibu Inggit. Adik tirinya Felicia yang berumur 15 tahun lalu kedua abang dan anak istri masing-masing. Ada lima anak kecil dengan suara ribut berlari-lari masuk ke vila.
Mungkin Tisa bisa tidur bersama orang tua. Satu kamar di sebelah Tisa bisa untuk ayah dan Ibu Inggit. Dua kamar lain bisa dipakai keluarga dua abang lelaki. Satu kamar sisa bisa dipakai beramai-ramai untuk Feli dan keponakan.
Sadha menghela napas panjang. Anggota keluarga ini jadi semakin banyak. Bukannya membukakan pintu depan, Sadha malah menyelinap masuk ke dalam kamar dan mulai membereskan buku catatan dan beberapa tumpuk pakaian yang dengan cepat dia masukkan ke dalam ransel lalu dia menyelinap ke paviliun dan membuat Pak Iim terkejut.
"Lho! Kok malah ke sini? Tamunya belum datang, Mas?"
"Sudah. Tolong bukakan pintu, Pak. Aku titip ini," Sadha menyerahkan tumpukan buku dan dokumen untuk disimpan di tempat Pak Iim.
Meski heran, Bapak tua yang baik hati itu tidak bertanya. Seperti Sadha, dia mungkin sudah merasa, kehadiran mereka bukan sesuatu yang baik bagi anak asuhnya.
"Aku ke kebun dulu, ya Pak."
"Lho! Tunggu dulu, Mas. Kalau mereka nanya gimana?"
"Bilang saja aku sudah berangkat sejak pagi. Nanti malam saja ketemunya."
"Tapi Mas, mereka ke sini kan mau syukuran nujuh bulanan Non Tisa?"
"Tisa 'kan nggak ikut ke kebun?"
"Setidaknya pulanglah sehabis Asar, ya?" Sadha mengangguk dengan wajah masam lalu pergi.
Begitu saja anak itu menghilang dari pandangan Pak Iim. Menyelinap cepat tanpa suara, melompati parit kecil di samping kolam renang lalu menghilang dibalik pohon kamboja tua.
Tisa senang sekali dijenguk orang tua dan keluarga bibi merangkap mertua. Dia suka dengan ayah Yahya yang baik dan cuek. Sedikit kesal dengan dua sepupu lelakinya yang jahil beserta para istri yang selalu tampil perfect.
Mas Sugih memiliki tiga orang anak sementara Mas Fatur punya dua anak lelaki. Feli, adik iparnya juga ikut dalam rombongan. Dia lebih mirip ayah Yahya yang pendiam dibanding kedua abang tiri yang ramai dan gaul.
Mama mengelus perut buncit Tisa dengan penuh sayang. "Sehatkah cucuku?"
"Alhamdulillah kami baik-baik, Ma."
"Bajumu baru ya?"
"Mama lihat aja. Yang dibawakan Mama dari Jakarta sudah nggak ada yang muat, Ma!"
"Jadi ini beli baru?"
"Iya, dibelikan mas Sadha di factory outlet."
"Wah! Baik sekali dia."
"Dia mengurusku dengan sangat baik, Ma!"
"Siapa yang baik? Sadha? Ya haruslah. 'Kan Bibi sudah ancam dia dulu. Awas aja berani menyusahkan keponakan Bibi!"
Mereka sedang duduk santai di ruang depan sambil mendengarkan permainan piano mbak Ranti, istri Mas Sugih.
"Kamu masak apa?"
"Tadi aku bantuin Bi Ami masak nasi kuning, Ma. Sudah lapar?"
"Belum lah. Kita baca doa dulu aja sama-sama sebelum makan. Sadha ke mana?" Menik tampak celingukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
DAUN YANG BERBISIK (Sudah Terbit)
FantasyKamu bisa baca karya tamat saya yang lain di KBM Apps. Cari Kiantyyura ya? Ini tentang nasib buruk yang menimpa Sadha Kelana, seorang pemuda yang sejak kecil sudah ditolak oleh keluarga. Satu persatu, orang yang dia cintai pergi meninggalkannya. ...