Lelaki muda itu duduk di teras samping dengan dagu nyaris menempel ke dada. Menunduk sedalam-dalamnya. Kedua lengan sibuk meremas ujung kemeja putih lengan panjang yang menyebabkan dia sedikit berkeringat meski hari masih pagi. Tampak jelas dia berusaha meredam apa yang sejak tadi seakan hendak meledakkan dadanya.
Isak tangis dari balik jendela itu sebetulnya terdengar lirih, terkalahkan oleh suara ramai beberapa orang yang keluar masuk sejak tadi. Menyambut sasrahan, menunggu penghulu, menyeret beberapa bangku dan melakukan pemeriksaan terakhir untuk memastikan semua sudah ditata sesuai rencana. Meski hanya mengundang kerabat dekat, dia bisa melihat kembar mayang di depan sofa yang sepertinya akan dijadikan pelaminan nanti.
Di tengah semua hiruk-pikuk itu, sepertinya dia telah dilupakan. Dibiarkan duduk termangu sendiri di teras samping. Dengan kemeja lengan panjang berwarna putih yang baru dibelikan Ibu Inggit, lengkap dengan peci hitam polos berbahan beludru.
Ibu Inggit, istri ayahnya, juga membelikan celana panjang berbahan kain berwarna abu-abu. Dia sedikit menyeringai mengingat dirinya seperti sedang memakai seragam SMA. Hah! Seragam SMA apa? Dia bahkan tidak pernah melanjutkan ke SMA.
Sadha seperti tak terlihat di tengah kesibukan keluarga itu menyiapkan pernikahan. Aneh ya? Dia kan calon pengantin pria. Tapi kenapa tak ada seorang pun yang merasa perlu untuk peduli padanya.
Pemuda bertubuh kurus, dengan wajah aneh karena luka bakar hampir di sepanjang tubuh bagian kirinya itu menjadi semakin menunduk saat mendengar rengekan di antara sedu-sedan gadis itu, Tisa Miranti, calon istrinya. Keponakan Ibu Inggit, istri ayahnya.
Sadha tak pernah bersedia menganggapnya sebagai ibu. Ibu tiri sekali pun. Dia hanya punya satu ibu dan beliau sudah lama meninggal dunia karena patah hati ditinggal ayah yang begitu terpesona pada seorang janda beranak dua, yang kemudian dinikahi.
"Dia jelek sekali, Mama! Aku gak mau menikah sama monster!"
"Hus! Masa monster, sih! Mukanya gak sejelek itu, kok!"
"Iya, gak jelek tapi serem! Mama liat sendiri mukanya rusak kek gitu! Aku gak bakalan mau tidur sama dia, Ma! Kalau malam kebangun aku pasti takut!"
"Neng geulis! Kenapa masih di sini? Itu penghulunya sudah datang, ayo atuh keluar!"
"Nggak mau, Bi Inggit! Aku gak mau! Aku gak mau nikah sama monster! Serem banget mukanya! Aku gak sudi! Apa kata teman-temanku nanti! Aku lebih baik nggak nikah aja!"
"Tisa sayang! Kamu nggak mungkin nggak menikah. Gimana dengan janin di perutmu? Itu aib! Kasihan papa mamamu menanggung malu!"
"Tapi Tisa gak mau tinggal bersama monster, Bi! Tisa takut!"
"Dia gak akan ganggu kamu! Bibi janji! Dia tidak akan tidur sama kamu. Ini semua buat formalitas aja, Neng. Mumpung perutmu masih rata! Biar anakmu nanti punya akte!"
"Tapi orang tahunya selama ini aku tunangan sama Dika, Bi, Ma. Dika ganteng. Pintar, kaya lagi! Kok tiba-tiba nikahnya sama monster? Aku gak mau!" Tangisan itu terdengar semakin pilu. Lalu suara yang tertahan karena amarah terdengar.
"Lantas kamu mau apa? Dika sudah mati! Sudah dikubur! Kamu mau nikah sama kuburan?"
"Aah! Dikaaaa! Kenapa kamu harus pergi! Tega kamu Dik! Katanya kamu mau tanggung jawab! Tapi lihat sekarang aku disuruh nikah sama monster! Tega kamu, Dik!" Lalu sedu sedan terdengar lagi.
Sadha menghela napas panjang. Dia juga tak ingin menikah. Sudah hamil? Lalu kenapa dia yang harus bertanggung jawab? Apa tak ada laki-laki lain? Kenapa juga gadis itu harus dinikahkan dengan monster?
Tanpa sadar Sadha menyeringai. Disentuhnya wajah bagian kiri yang terasa kasar. Mulai dahi kiri yang nyaris botak, ke pipi, dagu lalu leher. Jika dia membuka kemeja, maka dia akan bisa meraba luka bakar yang buruk itu hingga ke bagian dada dan sedikit di lengan kirinya. Kebakaran itu tidak hanya merusak permukaan kulit saja tapi juga mengakibatkan mata kiri yang nyaris buta dan bagian leher yang rusak berat dan mengakibatkannya sulit bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAUN YANG BERBISIK (Sudah Terbit)
FantasiKamu bisa baca karya tamat saya yang lain di KBM Apps. Cari Kiantyyura ya? Ini tentang nasib buruk yang menimpa Sadha Kelana, seorang pemuda yang sejak kecil sudah ditolak oleh keluarga. Satu persatu, orang yang dia cintai pergi meninggalkannya. ...