4

15 2 1
                                    

Jarum jam menunjukkan tepat jam 2 siang, itu berarti pertemuanku dengan tim ekspedisi akan segera dimulai. Hampir seluruh peserta ekspedisi sudah datang, namun keheningan masih menyelimuti ruangan berwarna putih dan abu ini. Tak ada yang memulai percakapan, Cangung? Pastinya.

Pintu ruangan terbuka, menampakkan seorang laki – laki dengan baju hitamnya, disusul seorang wanita cantik yang membawa beberapa folder tipis.

“Hallo semua…” sapa hangat Mas Bara.


“Gimana ni kabarnya, baik kan?” Tanya Mba Puji diiringi dengan seyum manis yang terukir di wajahnya.

Sepertinya suasana canggung ini masih memilih untuk bertahan, tak ada jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Mba puji. Mereka hanya memberikan senyuman dan beberapa anggukan sebagai jawabannya.

“Mungkin Untuk mempersingkat waktu kita langsung mulai saja ya.” Ajak Mas Bara untuk memulai pertemuan hari ini.

“Oke, jadi hari ini kita akan melanjutkan pembahasan ekspedisi yang kemarin ya. Hmm, bentar – bentar,” Penjelasan Mba Puji sedikit terhenti karena tangannya masih sibuk mencari berkas yang ingin ia sampaikan.

Tak lama kemudian Mba Puji kembali menyampaikan penjelasan dengan beberapa kertas yang sudah ia pegang.

“Nah… jadi kita akan berangkat minggu ini pada hari Sabtu. Untuk keberangkatan kita akan pergi menggunakan pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Juwata di Kalimantan Utara. Dilanjut dengan perjalanan darat dengan mobil selama 45 menit.”

“Setelah perjalanan darat tadi kalian akan bermalam di sebuah tempat penginapan, baru paginya perjalanan kita lanjutkan dengan menaikki mobil Jeep selama 10 menit, dan kalian akan berjalan kaki sekitar setengah jam sampai akhirnya tiba di desa.”

Sejauh itukah desa yang ingin kita tuju? Wajar Rasanya jika desa tersebut tergolong sebagai desa terpencil, untuk mencapai lokasi desa tersebut saja butuh menaiki berbagai alat transportasi.

“Oiya untuk perkiraan waktu tempuh dapat berubah ya temen – temen, karena kita gak tau kondisi dan situasi disana.” Kata Mas Bara sebagai  penjelasaan tambahan.

“Untuk tempat tinggal, nanti akan ada salah satu rumah di desa itu yang memang disediakan untuk para pendatang, tapi tentu kondisinya jauh berbeda dari rumah yang saat ini kalian tinggali. ”

“Dan apa saja kegiatan yang kalian lakukan selama disana ada disurat ini. Hmm, barang apa yang kalian harus bawa juga sudah saya data ya disini.” Kata Mba puji sambil memberi kertas yang dimaksud tersebut kepada setiap peserta ekspedisi.

Setelah penjelasan panjang terkait ekspedisi ini, Mba Puji dan Mas Bara membuka sesi tanya jawab, untuk memberi kesempatan kepada kami untuk bertanya terkait hal – hal yang belum kami pahami.


“Mba Puji, di ekspedisi ini kita boleh bawa Handphone dan barang elektonik lainnya gak?” Tanya Tabina kepada Mba Puji.

“Boleh kok, kalian boleh bawa barang elektronik yang sekira dibutuhkan disana, Seperti Handpone, kamera, power bank, dan lainnya, tapi jangan bawa barang yang sekiranya terlalu berlebihan. Oiya, inget ya disana gak ada listrik jadi kalian gak bisa ngisi ulang baterai Handpone kalian kalau habis.”

“Oke mba, makasih yaa.”


“Mas Bara, kan nanti kita bakal jalan ya? Kira – kira medannya sulit gak mas?” pertanyaan kali ini dilontarkan oleh Haikal.

“Nah.. pertanyaan bagus ni dari Haikal, kalau bisa kalian bawa barang yang kalian perlukan dan yang ada di daftar bawaan dari kita aja. Kenapa? Semakin banyak bawaan kalian, semakin sulit dibawa saat perjalanan, karena medan nanti sedikit sulit.”

Mba Puji dan Mas bara kembali menjawab beberapa pertanyaan mengenai ekspedisi ini. saking serunya kami sampai tak menyadari petang akan segera tiba.


“Hmm Puji, kayaknya hari ini udah cukup deh sampai sini saja, udah sore banget ni. Lagian pembahasannya udah semua kan?” Kata Mas Bara kepada Mba Puji seraya memperlihatkan jam yang melekat di tangannya.

“Baik, karena waktu yang kita punya terbatas ni temen – temen, mungkin kalau kalian masih punya pertanyaan kita lanjut sesi tanya jawab ini di grup chat ya.”

. . .


Baru saja aku keluar dari pintu ruangan tersebut, Dzamar mengajak kami para peserta untuk makan bersama terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah mereka masing – masing.

“Eh guys, kalian mau pada langsung pulang ni? Kita makan bareng dulu yuuk.”

“hmm, boleh juga ni biar kita makin akrab. Masa mau ekspedisi bareng kita belum pernah ngobrol santai si.” Balas Wikana terhadap ajakan Dzamar.

“Boleh – boleh, kita mau makan dimana ni?” Jawabku dengan kembali bertanya.


“Gue tau si, tempat makan yang lumayan enak deket sini.” Kali ini Tabina yang menjawab.

“Ya udah yuk cepetan, langsung pergi aja. Sebelum kesorean juga.” Ajak Haikal dengan diikuti langkah kaki kami secara bersamaan.

. . .


“Hahaha, gila gua gak nyangka kal, lu kocak juga jadi anak. Dikira gua pendiem – pendiem gimanaa gitu,” Canda Wikana kepada Haikal.

“Iya sama gw juga gak nyangka kal, muka sama sifat beda abizzz.” Timpal Dzamar sambil melihat wajah Haikal dengan mata sedikit menyipit dan penekanan pada huruf ‘Z’ diakhir kalimat.

“yeuu, makannya jangan nilai orang dari covernya dong, gini – gini gue orang nya seru kali!” Ia mengatakan hal tesebut sambil melempar beberapa butir kacang kepada Dzamar dan Haikal.

Aku dan Tabina yang melihat hal ini hanya ikut tertawa. Apalagi saat melihat kacang itu mendarat tepat di wajah mereka berdua, membuat tawaku dan tabina menjadi lebih keras. Menyenangkan rasanya bisa akrab dengan mereka yang notabennya orang yang baru aku kenal.

“Ta, gue mau nanya deh lu kok bisa si jadi vlogger terkenal gitu di youtube? Ceritain dong ke kita.” Tiba – tiba Haikal menanyakan hal ini kepada Tabina, dan sukses menghentikan tawa kami.

Tunggu, Tabina vlogger? Pantas saja saat ia memperkenalkan diri, namanya seperti tak begitu asing di telingaku.

“Ta! Sumpah, lu vlogger? Kok gue baru tau si,” Tanyaku memastikan, aku bukan tak percaya ia seorang vlogger, tapi hanya sedikit terkejut mendengar hal itu.

“Zahraa, lu tinggal di dunia belahan mana? Putri Titani Tabina seorang vlogger terkenal dengan tujuh ratus subscriber, lu gak tau?” Sanggah Dzamar menngunakan kalimat tersebut  dengan nada bicara yang sedikit dilebih – lebihkan.

“Emamg nama youtube lu apa Ta?” Tanyaku sambil mengambil ponsel, dan langsung membuka applikasi tersebut untuk melihat profil youtube Tabina.

“Putri Titani Tabina17, Zah.”

Aku langsung mengetik apa yang tabina katakan dikolom search applikasi itu. Dan, benar apa yang dikatakan Dzmar tadi Tabina adalah seorang vlogger dengan ratusan ribu subscriber.

“Eh Ta, pertanyaan Haikal belum lu jawab tu. Tips and trick nya dong biar bisa jadi vlogger.” Kata Wikana  sambil mengunyah makanan yang masih berada di dalam mulutnya.

“Wikana, lo klo makan abisin dulu yang ada di mulut, baru ngomong. Tapi guys kayaknya gue Cuman beruntung aja si bisa dititik ini, gak  ada tips khususnya soalnya.” Tabina menjawab pertanyaan itu tanpa menyombongkan diri.

“Ginini, tipe anak merendah untuk meroket.” Candaku kepada Tabina.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEDICATE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang