Siang ini aku sedang duduk di sebuah halte menunggu anggkutan umum yang akan membawaku ke sebuah tempat dimana kisah ini akan dimulai, dengan sambutan polusi dan teriknya matahari ibu kota.
“Mana si angkutan umumnya, kok lama banget datengnya gak tau apa gw lagi buru – buru.” Umpatku kesal sambil mengelap air keringat yang mulai turun dari pelipis kepalaku, tanda aku mulai kepanasan.
“Nah… itu dia, akhirnya…” Langkahku mulai menaiki kendaraan umum tersebut, duduk tenang melihat pemandagan yang tentu hanya itu – itu saja. Ya, gedung tinggi dan kemacetan yang menghiasinya, lengkap sudah pemandangan membosankan dari kota ini.
. . .
“Puk, puk, puk” Suara tepukan tangan dari seorang pimpinan dari sebuah agensi ternama. “Kalian tau, kenapa hari ini saya dan tim saya mengumpulkan kalian di rungan ini?”Hening.
Tak ada satupun dari kami yang bisa menjawabnya, semua hanya saling melempar tatapan kebingungan satu sama lain.
Tapi tunggu, mari ku jelaskan apa yang sedang terjadi di ruang meeting berukuran 4 × 4 ini, disini ada bapak pimpinan sebuah agensi yang kemarin sempat aku kirimkan email berisi form dan persyaratan perdaftaran sebuah ekspedisi, namanya Bapak Karim.
Disebelahnya juga ada seorang wanita yang pernah mewawancaraiku beberapa hari lalu.
Tapi siapa laki – laki muda yang sedang berdiri tegap sambil melipat tangan di depan dadanya tepat disamping Bapak Karim? Dengan badan yang lumayan tinggi dan paras berumur sekitar 25 tahun. Aih, itu tidaklah penting, bukankah disamping dan didepan tempatku duduk sekarang juga sedang ada 3 orang laki – laki dan seorang perempuan, mereka juga sedang terlihat kebingungan dan mencoba menerka apa yang akan mereka katakan.
Akankah ada kabar baik, yaitu kabar diterimanya kami dalam ekspedisi ini atau mungkin kabar buruk yang akan kami dapatkan ? Ah sudahlah aku benci suasana Tegang seperti saat ini.
“Oke, mungkin saya dan tim langsung saja memberitahu alasan kalian kami panggil pada siang ini, yaitu berkas yang kaian berikan kepada kami sudah lengkap dan kalian sudah mengikuti tes fisik maupun wawancara dengan baik.”
Semua fokus mendengarkan apa yang Pak Karim Sampaikan. Tampa terkecuali aku, dengan seksama mendengarkan kata demi kata yang terlontar dari bibir lelaki berjas rapi tersebut.
“Sehingga, selamat kalian kami putuskan sebagai perwakilan pemuda yang akan kami kirimkan untuk ekspedisi ini!”
Ternyata kabar baik itu yang terlontar dari bibir lelaki itu dengan penekanan pada kata ‘selamat’ yang ia lontarkan. Tak lupa diiringi dengan aksen tegas dan berwibawa khas beliau.
Tak ada yang bisa kukatakan untuk mengekspresikan kegembiraan yang sangat bergejolak dalam diriku ini, aku hanya bisa tersenyum gembira dengan perasaan setengah tak menyangka.
“Bagaimana, kalian tidak ada yang merasa keberatan bukan untuk mengikuti ekspedisi ini?” Tanya Pak Karim kepada aku dan beberapa pemuda lainnya yang sedang duduk bersamaku dalam ruangan bercat putih abu ini.
“Tidak pak, tentunya saya dengan sangat hormat menerima keputusan bapak dan tim untuk mengirim kami dalam ekspedisi ini.” Jawab seorang peserta laki – laki yang duduk tepat didepanku. Dan disusul dengan anggukkan kepala peserta lainnya.
Bagaimana bisa kita menolak panggilan ekspedisi ini, mungkin kalian bertanya apa ekspedisi yang akan kami jalankan?
Kami akan dikirim ke sebuah desa bernama Palawiju yang terletak di provinsi Kalimantan Utara. Sebuah desa terpencil yang jauh dari kota, jarang tersentuh dan tak banyak orang tau tentang keberadaan desa ini.
Disana kita akan mengabdi pada masyarakat untuk membantu desa tersebut keluar dari ketertinggalannya terhadap dunia ini. Kita akan mengajar dan memberikan beberapa penyuluhan kepada penduduk desa itu.
Kegiatan ini tak akan berlangsung lama, hanya 14 hari. Lumayan, untuk mengisi liburan akhir semesterku tahun ini. Yap, ekspedisi ini memang dirangkai untuk diikuti oleh pelajar SMA.
“Oke, kalau semua sudah setuju. Saya disini hanya untuk mengumumkan ini kepada kalian, untuk lebih lanjutnya seperti keberangkatan, sarana, hingga apa yang harus kalian persiapkan akan dijelaskan oleh Mba Puji dan Mas Bara. Silahkan Mba Puji dan Mas Bara, saya permisi terlebih dahulu. Saya ucapkan sekali lagi selamat kepada kalian.”
Dengan langkah pelan namun pasti Pak Karim mulai menginjakkan kakinya untuk keluar dari ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEDICATE
Narrativa generaleCerita ini bukan sebuah kisah cinta romantis, yang dapat membuatmu membayangkannya sambil tersenyum geli di depan ponsel yang sedang kau pegang. Cerita ini mengisahkan sebuah pengalaman dari sebuah tim yang mengabdi pada sebuah desa terpencil dan p...