Tujuh.

35 20 1
                                    

Malam telah berganti menjadi pagi dan kini seorang gadis cantik tengah bersiap untuk berangkat kesekolah. Setelah memakai bedak bayi serta memakai sedikit liptint dibibirnya juga tak lupa dengan parfum beraroma greentea yang melekat di tubuhnya Khanzza turun kebawah untuk menemui seluruh anggota keluarganya yang sudah berkumpul di meja makan.

"Morning epribadehh widih udah pada sarapan aja jahat ni ga nungguin Ica" Rajuk Khanzza lalu duduk disebelah Haikal untuk sarapan bersama.

"Bunda udah bangunin kamu dari tadi sayang tapi kamunya aja yang ga bangun-bangun"

"Emang iya Bun? Ko Ica ga denger ya?"

"Emang Icanya aja Bun yang kebo" Ucap Haikal sambil memakan roti pangangnya.

"Gausah sotau anjing" Khanzza melempar sisa pinggiran rotinya ---yang memang sengaja ia singkirkan--- kepada Haikal. Abangnya yang satu ini memang menyebalkan dibanding abangnya Ray.

"Khanzza jaga ucapanmu jangan dibiasakan" Tegur Ernest ketika mendengar ucapan kasar yang terlontar dari putrinya.

"Maap Yah" Mendengar perkataan Ayahnya yang menegur Khanzza tadi membuat Haikal menjulurkan lidahnya mengejek Khanzza. Melihat wajah Haikal yang menjengkelkan itu Khanzza hanya memutar bola matanya lebih baik ia diam daripada meladeni manusia satu ini yang berujung membuat moodnya berantakan.

"Udah woi berantem mulu lo berdua" Ucap Ray yang menengahi perdebatan kecil yang memang sering terjadi diantara keduanya.

"Ca hari ini gue ga bisa nganter lo ya gue ada jadwal pagi lo berangkat bareng Haikal aja dia libur soalnya hari ini" Memang Ray dan Haikal hanya berbeda dua tahun mereka juga satu kampus hanya saja berbeda jurusan.

"Lah bang terus Ica sama siapa? Ogah ah Ica kalo disuruh bareng si curut satu ini" Tolak Khanzza ketika mendengar penuturan Ray yang tidak bisa mengantarnya ke sekolah hari ini dan malah menyuruh Khanzza berangkat bareng Haikal.

"Gue juga ga mau lagi nganterin lo yang ada motor gue langsung kena rabies" Setelah mengucapkan itu Haikal kembali ke kamarnya dan meninggalkan Khanzza dengan muka yang sedang menahan amarah.

"Ya sudah kalo gitu kamu berangkat bareng Ayah aja Ca" Ucap Aurell yang kembali bersuara setelah sedari tadi ia hanya menyimak percakapan anak-anaknya.

"Gausah Bun kantor Ayah kan beda arah. Ica naik angkutan umum aja deh kalo gitu gapapa udah siang juga"

"Tapi Ca nan-" Ucapan Aurell terpotong karena Khanzza yang sudah berlari keluar rumah setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya juga Ray yang masih berada dimeja makan.

Saat Khanzza ingin menghampiri Tejo ---satpam rumahnya--- untuk meminta tolong membukakan pintu gerbang rumahnya yang digembok itu ia terkejut dengan kehadiran Arden yang sedang mengobrol dengan akrab bersama Tejo sambil sesekali tertawa seolah-olah mereka sudah kenal dari lama.

Merasakan keduanya sedang diperhatikan, dengan kompak mereka menoleh dan mendapatkan Khanzza yang bengong menatap keduanya.

"Eh neng Ica ko bengong neng? Mau berangkat bareng pacarnya ya neng? Ini pacarnya sudah nungguin dari tadi. Tadi pacarnya juga sudah saya suruh masuk neng tapi ga mau katanya mau nunggu disini aja biar jadi kejutan" Ucap Tejo yang terkekeh bersama Arden.

Apa tadi katanya? Pacarnya? Apa dia tidak salah dengar? atau jangan-jangan Arden yang mengaku-ngaku sebagai Pacarnya? Lalu sejak kapan juga Arden sudah berada disini?

"Dia bukan pacar saya Pa" Klarifikasi Khanzza karna memang benar kalau Arden itu bukan pacarnya.

"Oh bukan toh yowes bapak doain biar cepet jadian kalo kata anak sekarang" Tejo berkata dengan logat jawanya yang medok sehingga membuat Arden semakin terkekeh mendengarnya.

"Yaudah Pa kita berangkat dulu" Arden menyalakan motornya dan hendak berangkat namun ia matikan lagi ketika melihat Khanzza yang hanya menatap ke arahnya tanpa minat sedikitpun untuk naik ke atas motornya.

"Loh neng Ica ko ndak naik malah bengong disitu?"

"Biasa Pa malu-malu kambing" Bisik Arden kepada Tejo sehingga mereka kembali terkekeh bersama.

"Ga Pa Ica jalan aja kedepan mau naik angkutan umum aja" Melihat tingkah kedua orang yang berada didepannya ini membuat Khanzza semakin terheran.

"Tapi non-" Ucapan Tejo terpotong dengan kehadiran Ray yang dibuat bingung dengan keberadaan Arden.

"Saya Arden bang temen Khanzza mau ngajak berangkat bareng boleh kan bang?" Ucap Arden dengan sopan seolah tahu tatapan Ray yang meminta penjelasan kepadanya.

"Oh iya gue Ray gausah kaku gitu kalem aja gue masih muda gausah formal gitu lah. Oh mau berangkat bareng? boleh ko boleh banget malah. Padahal tadinya gue mau minta tolong Pa Tejo buat panggilin ojek yang ada di pengkolan tapi ga jadi deh berhubung ada lo jadi mending sama lo aja lumayan hemat duit" Ucap Ray sambil terkekeh.

Walaupun Khanzza dan keluarganya termasuk keluarga yang kaya raya tetapi gaya hidup mereka terbilang sederhana. Lagipula bukannya Khanzza tidak punya mobil pribadi, ia sebenarnya punya mobil pribadi bahkan mobil ia itu mobil sport mewah yang diberikan oleh ayahnya kepadanya saat ulang tahun ke-16 tepatnya setahun yang lalu hanya saja ia tidak ingin menggunakannya sebelum mendapatkan SIM karena ia tidak mau terjadi apa-apa yang berujung merepotkan seluruh anggota keluarganya terutama Ayah dan Bundanya.

"Nah yaudah Bang mending Ica naik ojek aja. Pa Tej-"

"Gausah jangan kebiasaan ngerepotin orang Ica" Ray sengaja memotong ucapan Khanzza.

"Tapi kan-"

"Gausah keras kepala kalo dibilangin. Yaudah Den gue nitip ade gue jangan sampe lecet sedikitpun kalo dia masih ga mau ikut sama lo bilang gue. Hati-hati gue masuk dulu" Setelah mengucapkan itu Ray menepuk bahu Arden dan berlalu meninggalkan Khanzza dan Arden.

"Oke siap bang" Jelas Arden menang lagi dan tersenyum senang ketika melihat wajah kesalnya Khanzza.

"See? Abang lo nitipin lo ke gue kalo lo masih ga mau gue laporin Abang lo" Arden mengancam Khanzza yang membuat ia mau tidak mau harus mengalah untuk kesekian kalinya ini juga demi abangnya karena ia tahu kalau abangnya yang satu itu marah karena ucapannya tidak dituruti ia akan mendiamkan Khanzza selama berminggu minggu dan tidak membela Khanzza apabila dirinya diganggu oleh Haikal.

"Pa tolong bukain gerbangnya dong saya sama tuan putri mau keluar ni" Arden meminta tolong kepada Tejo untuk dibukakan gerbang agar mereka bisa lewat.

"Siap laksanakan" Tejo memberi hormat kepada Arden seolah Arden itu pangeran dari kerjaan lalu membukakan gerbang untuk mereka berdua.

"Apa banget yaampun si Bapak. Yaudah kita berangkat ya Pa" Pamit Arden dan melesat meninggalkan perkarangan rumah Khanzza.

"Dasar anak muda jaman sekarang modusnya gitu ya beda sama saya dulu yang modusnya cuman bisa bawain singkong ke rumah" Tejo menggelengkan kepalanya sambil terkekeh melihat kelakuan Arden yang mengingatkannya pada masa mudanya dulu.

TBC

Holaa part yang ini gimana gengs?

Arden bisa aja ya nyepiknya ke Pa Tejo wkwk

Oh iya sebelum lanjut aku mau numpang promot ig yaw:v

Instagram:@ngt_ptri

Vote komen jangan lupa ay!
-See you baby!

ARDENZZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang