Delapan.

33 16 0
                                    

Selama diperjalanan hanya keheningan yang menemani mereka berdua mereka sibuk dalam pikiran masing-masing.

"Nanti turunin gue di tukang bubur deket sekolah" Setelah sekian lama tidak ada yang bersuara akhirnya Khanzza membuka suara dengan setengah berteriak kepada Arden agar suaranya dapat didengar.

"Lo emang belom sarapan tadi?" Tanya Arden ketika mendengar Khanzza yang memintanya untuk diturunkan di tukang bubur dekat sekolahannya.

"Udah gue udah sarapan ko tadi dirumah"

"Terus mau ngapain lo turun disitu mau numpang minum?" Arden masih tak mengerti mengapa perempuan yang ada diboncengannya ini ingin turun disitu sedangkan dia saja sudah sarapan.

"Apaansi ga jelas lo bego, udah turunin aja gue disitu males gue masuk ke sekolah bareng lo yang ada gue nanti di najis-najisin lagi noh sama fens-fens alay lo" Khanzza memang sudah biasa mendengar cacian dari para hatersnya tetapi sungguh ia lebih malas kalau mendengar cacian tentang dirinya yang berangkat bersama pangeran SMA Bhagawanta.

Menurutnya itu berlebihan padahal mereka hanya berangkat bersama tidak lebih. Tetapi tetap saja sekali tidak suka tetep tidak suka ditambah melihat sang pangeran yang membawa seorang perempuan diboncengannya apalagi perempuannya merupakan biang onar sekolah mereka.

"Bukannya lo emang udah biasa ya di najis-najisin sama mereka?" Perkataan Arden sontak mendapat pukulan keras di pundaknya dari Khanzza.

"Ya itu kan beda cerita udah ah pokoknya turunin gue disitu" Keukeuh Khanzza yang tak digubris sama sekali oleh Arden.

"Nah gini dong sekali-sekali gitu lo nurutin kata gue jangan gue mulu yang ngalah" Ucapnya dengan senyum yang terukir di wajahnya saat Arden mengikuti perkataannya yang meminta turun lebih dulu.

Namun senyum itu luntur dan digantikan dengan raut wajah bingung saat Arden juga ikut turun dari motornya.

"Lo mau ngapain ikutan turun?"

"Suka-suka gue dong lagian lo tadi mintanya cuman lo doang kan yang diturunin? Jadi kalo gue ikut turun ya gapapa dong" Sungguh Khanzza tak mengerti jalan pikiran Arden kenapa bisa-bisanya ia berkata seperti itu rasanya kini seperti Khanzza yang terjebak dengan omongannya sendiri.

Karena tidak mau memperdulikan Arden lagi ia memutuskan untuk mulai berjalan ke sekolahanya tetapi saat baru beberapa langkah berjalan dia merasakan seperti ada seseorang yang mengikutinya dan saat ia menoleh ke samping ia menemukan Arden yang berjalan disampingnya sambil menuntun motornya.

"Lah lo kenapa ikutan jalan juga? Gue tadi gabilang gue mau jalan ya jadi gada alesan buat lo ngelak lagi" Namun lagi-lagi perkataan Khanzza tidak digubris sama sekali. Benar-benar menyebalkan.

Dulu emaknya dia ngidam apaan dah gini amat buset anaknya.

Saat mereka memasuki gerbang sekolah seluruh pasang mata sontak menoleh ke arah mereka tentunya dengan tatapan heran dan tidak suka.

"Kan gue bilang juga apa lo si susah kalo dibilangin keras kepala banget. Gue yakin nih mereka pasti abis ini bakal ngehujat gue ni gue itung sampe tiga mereka udah pada ngebacot" Omelnya pada Arden yang hanya membuat Arden menggedikkan bahunya pertanda ia tidak peduli sama sekali.

"Satu"

"Dua"

"Dih apaan si tuh si Khanzza gatel banget"

"Najis banget ko mau maunya ya ka Arden bareng sama cewe kaya gitu"

"Kalo gue jadi Khanzza si malu ya"

"Mereka ga cocok sumpah mending juga sama gue daripada sama Khanzza"

Bahkan belum sampai hitungan terakhir mereka sudah berbisik sana sini yang membuat Khanzza menghela nafas kasar.

ARDENZZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang