Okay, sebelumnya maafkan kalau barusan sekarang bikin bab 5, kemarin-kemarin ujian dan gak sempet-_- hehe. Dan bentar lagi libur! Yes... :3 Silahkan baca!
Stefanie berlari kearahku dengan wajah sangat panik. Wajahya pucat dan ketika ia mendekat ia benar-benar ngos-ngosan dan pundaknya melemas langsung. Ia menyapu keringat dari dahinya dan memegang pundakku. “Dari mana saja kau? Aku mengkhawatirkanmu! Kau memberiku serangan jantung An! Kau barusan saja menginjakkan kaki di London selama 48 jam dan kau menghilang! Ya Tuhan, ayahmu bisa membunuhku!” katanya. “Oh aku minta maaf” aku berdiri dan memeluknya erat. Oke Anabella, itu bukanlah hal yang baik.
“Stef, ini…” “Bibi Stefie?” kata Niall tiba-tiba. Mata Stefanie melebar dan mulutnya menganga, Stefanie terdiam selama 5 detik lalu ia memeluk Niall dan aku membiarkan mereka berpelukkan dan cipika cipiki. Oh, family reunite? So punny.
Aku tersenyum dalam hati melihat mereka berpelukkan. “Ana, beruntung kau bertemu denganya. Ia keponakkanku. Oke, double heart attack now. Jadi kalian sudah berkenalan?” kami mengangguk bersamaan. “Yeah, kami tidak sengaja-“ “tidak, dia tadi sengaja-“ “ya jadi aku-“ “maksudku es cream, Stef, kalo kau tidak mengerti” imbuhku. Stefanie hanya cengar-cengir menanggapi kami dengan nafas yang memburu. “Okay. Niall kau mau ikut bersama kami?”
Stefanie membawa kami ke pasar swalayan. Oh ya aku teringat jika ia mengajakku untuk membeli bahan untuk makan malam. Stefanie membeli banyak sekali sayuran seperti, brokoli, wortel, bawang bombai, yang sepertinya dia akan membuat se-baskom salad. Aku berkeliling di area softdrink dan yoghurt. Well, aku menemukan yoghurt favoritku! Aku ambil 1 untukku, dan Niall berjalan berjarak dariku. Ia melihat deretan jus buah. Aku tertarik untuk bergabung memerhatikan dengannya.
“Kau minum jus?” Tanyaku. Niall mengangkat pundaknya, “yeah… sesekali” jawabnya. Ia mengambil rasa jeruk dan menunjukkannya padaku, sepertinya ia memberiku kode ‘Apa aku boleh membelinya tapi kau yang membayar?’. “Aku suka jeruk. Baiklah” ia memasukkannya kedalam ranjang belanjaan yang kubawa.
Niall dan aku berjalan beriringan melihat-lihat sayuran dan buah. Stefanie mengatakan “Ambil saja yang kalian inginkan, telfon aku kalau kalian sudah selesai”. Maka aku dan Niall mengambil apapun sesuka kita dan… kita terpaksa membawa dua keranjang belanjaan. “Jadi… dalam kegiatan apa kau datang ke London?” Tanya Niall. “Well, ini musim panas dan ini menjadi giliran ayahku untuk… ah, pokoknya aku hanya mengunjungi ayahku saja” jawabku. Kadang aku harus mengontrol diri dan mulutku juga. Tidak patut jika aku membeberkan masalah keluargaku dengan orang baru.
“Bagaimana denganmu? Kenapa kau pindah ke London?” tanyaku. Niall tersenyum singkat, “kau orang yang ingin tau banyak ya?” tanyanya. Kenapa harus pertanyaan ini lagi? Kemarin Harry-lah yang membuatku menjadi tidak nyaman akibat pertanyaan ini dan orang ini membuatku merasakan itu lagi! “Aku hanya bertanya beberapa pertanyaan, dan kau seenaknya mengejekku ‘Orang yang Banyak Tanya’. Mau mu apa?” bentakku. Aku bisa merasakan moodku langsung menurun begitu saja.
Niall berdecak kesal, “calm down. Aku hanya bercanda! Aku orang yang suka berpetualang, dan kuputuskan diulang tahunku ke 16 untuk mewujudkan impianku tersebut. Untung saja kedua orang tuaku membolehkanku. Butuh waktu lama orang tuaku untuk benar-benar melepaskanku” ujar Niall dengan kesal. Aku memutar bola mataku, akhirnya ia menjawab. “Jadi, kau sudah pergi kemana saja?” tanyaku lagi. Kurasa ia tidak akan keberatan. “Oh aku sudah pergi kebanyak tempat, Anabella” jawab Niall dengan bahagia.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi dirinya. Bertemu dengan orang baru, bebas dan kau bisa lakukan hal apa saja demi menyenangkan dirimu. Kadang aku tidak bahagia dengan kehidupanku sendiri.
“Apa perjalan-perjalanan itu menyenangkan?”. Raut wajah Niall berubah menjadi muram, “Beberapa. Semakin lama kau berpetualang semakin kau mengerti bagaimana luasnya dunia, itu sisi kesenangannya. Tapi dari sisi ketidaknyamanan, kau semakin lama menyadari jika kau benar-benar kesepian” “Apa maksudnya?” tanyaku lagi. Oh, semakin dia berbicara semakin banyak pertanyaan yang kulontarkan terhadapnya. “Darling, kau tak mengerti?” aku menggeleng pelan. Niall hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, heran.
Jadi, setelah kami berlama-lama di swalayan akhirnya kami pulang membawa empat kantung besar belanjaan—kebanyakkan dari belanjaanku dan Niall.
Sampai rumah, Niall sedang membersihkan diri dan aku sibuk mengeringkan rambut hitam panjangku.
Aku melihat diriku yang hanya mengenakan bra dan celana dalam dicermin. Luka ini membuat tubuhku tidak indah sama sekali. Lengan penuh luka gores, apalagi pahaku. Aku memaksa diri untuk melihat pergelangan tanganku yang agak kebiruan, merasakan sakitnya luka ini tidak sama dengan sakit yang dialami oleh batinku. Walaupun begitu, aku tetap senang dengan keadaan ini walaupun tidak seperti dulu.
Kau sangat menjijikkan, Anabella.
Sedikit demi sedikit aku sadar jika aku memiliki banyak teman dekat. Harry, Niall dan Stefanie. Aku sedikit menjadi takut pada mereka. Mungkin saja mereka datang hanya untuk melukaiku saja, atau hanya sebagai lampiasan mereka.
Tidak, jangan berpikiran seperti itu, mereka hanya ingin berteman.
“Oke, Anabella kau adalah tipe gadis yang menyukai kesenangan. Kau orang yang menyenangkan. Mereka hanya ingin berteman denganmu.” Kataku pada diri sendiri didepan kaca sambil menunjuk. Tapi entah kenapa aku mengeluarkan air mata. Rasa sakit dibatinku begitu perih hingga membuat dadaku sesak, tanganku berkeringat dan aku benar-benar kacau.
Tahan dirimu, Anabella.
Aku bergelung diatas karpet hangat abu-abu kamarku. Mencoba menenagkan diri ala ‘diri sendiri’. Aku membaringkan diri dengan posisi senyaman mungkin. Aku bersyukur ini tidak mempengaruhi kepribadian atau tingkahku secara berlebihan. Karena, akhir-akhir aku merasa ingin marah dan memukul seseorang walaupun aku berusaha mengontrolnya. Setelah lumayan baikkan, aku mengenakan sweater hitam panjang dan legging yang sedikit longgar.
Aku turun menuju ruang makan yang melewati kamar tamu. Pintu tersebut terbuka sedikit lebar dan dari sudut mataku bisa kulihat Niall bertelanjang dada menghadap belakang dengan rambut basah serta handuk melilit dileher dan pinggangnya. Badanku tidak ingin bergerak dan sepertinya ia mengetahui keberadaanku. Ia menoleh kebelakang disertai lirikkan dan smirknya.“Holy shit”.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anabella?
Random"orang yang meninggal akibat depresi, bukanlah orang yang ingin mengakhiri hidupnya..." "Ana, jangan lakukan!" "mereka ingin mengakhiri lukanya." Semua orang punya pilihan. Tapi aku memilih pilihan paling buruk. NB; Hai!