BAB 6

146 3 1
                                    

Bener-bener minta maaf barusan bisa ngepost. Wifi kemarin beneran error dan gak bisa ngapa-ngapain. Laptop berasa gak guna dan tab juga. Oke, silahkan membaca ! -a

Keesokkannya, aku pergi kepantai. Sendirian.

Entah kenapa aku lebih menyukai menyendiri, kadang itu membuatku tenang tapi merasa dikucilkan. Aku mengenakan kaus panjang—seperti biasanya—jeans selutut dan sandal. Meskipun udara terik sekali, aku beruntung mengenakan kaus berbahan dingin. Angin sepoi begitu panas hingga aku tidak merasakan sejuk sama sekali. Aku memesan jus jeruk, kentang goreng, dan duduk disebuah kursi santai yang menghadap pantai.

Biar kuceritakan kau sedikit tentang-ku walaupun hanya dibagian terburukku. Dimulai ketika penindasan itu berangsur-angsur terjadi padaku. Waktu itu kelas enam sekolah dasar, aku pernah memiliki teman dekat sebelum akhirnya dia meninggalkanku karena seseorang memfitnahnya jika aku menyukai seseorang yang ia suka juga. Andrea. Kurasa dia-lah orangnya. Aku berusaha meyakinkan padanya bahwa aku tidak seperti itu, tapi percuma saja dia tak percaya.

Seminggu kemudian dia menjadi “Somebody that I used  to know”. Dia membenciku dan hampir tidak melirikku ketika aku berpas-pas-an dengannya. Aku merasa sakit hati dan tidak percaya jika ini adalah dia.

Penindasan berlanjut ketika ia memiliki geng. Mereka memberiku julukkan “Gadis Murahan Berseragam” yang kemudian menyebar satu angkatan kelas enam. Waktu itu ada tiga kelas, dan mereka semua hampir memanggilku dengan panggilan itu. Aku tentu tidak terima dan hampir menyerang orang yang mengolokku seperti itu. Aku bukan seperti mereka yang pikirkan! Ugh!

Awalnya aku mengira dengan cara mengontrol emosiku, menahan amarahku, dan bersikap Tidak Terjadi Apapun Dihidupku dapat membuat semuanya baik-baik saja. Tapi nyatanya sia-sia. 

Setahun kemudian, aku lulus. Aku menghabiskan liburan bersama keluargaku ke Spanyol mengunjungi Kakek dari pihak ayahku. Ayahku bukan orang Spanyol, bisa dibilang Kakek-ku ini adalah ayah tiri ayahku. Meskipun begitu, ayahku pandai dengan bahasa Spanyol dan aku tidak mengerti sama sekali apa yang mereka debatkan selama aku berlibur disana. Sejenak, pikiran tentang penindasan tersebut hilang perlahan. Aku memiliki pandangan jika di SMA tidak akan terjadi apapun terhadapku dan tak ada kata penindasan sama sekali.

Mungkin kau tahu apa kelanjutannya. Sama seperti saat aku di sekolah dasar dan SMP pula. Aku menjadi tertekan. Tak kusangka Andrea akan satu sekolah lagi denganku. Ya Tuhan, kau harus tahu bagaimana penampilannya dan kepribadiannya sekarang. Memiliki mulut besar, penggosip dan juga terkesan sangat bodoh sekali.

Dia memang manis, memiliki tubuh yang sering dia puji sendiri seperti, “Oh lihatlah kakiku ini. Bagus kan? Aku jogging mengelilingi kompleks perumahanku bersama teman cowokku. Dan dia tampan sekali bla…bla…bla..dia memegang tanganku, ya Tuhan aku hampir saja meleleh.. bla…bla..bla” Namun, dia juga bisa diandalkan menjadi pemimpin—aku ingin muntah—dan terkenal sekali disekolah. Dia dekat dengan guru-guru dan bisa diajak komunikasi dengan  nyaman. Tapi mungkin karena label ‘Murahan’ dan tingkat kepedannya yang tinggi dia menjadi agak sedikit melenceng dimataku. Dan aku tidak pernah ataupun ingin bercanda dengannya lagi karena humornya sangat buruk.

Dia menyebarkan berita jika aku adalah “Gadis yang Patut Dijauhi” kepada seluruh kawannya dan menyebar untuk kesekian kalinya. Bung, bagaimana rasanya jika kau seperti aku? Yeah, dia memang bersikap ramah didepanku dan oh ya Tuhan tingkahnya… sangatlah palsu dan munafik sekali. Aku sangat benci dengan tingkahnya yang terlalu bitchy. Ia tak pernah berhenti untuk melirik ataupun menggoda laki-laki disekolah hingga ia menjadi simpanan atau pelampiasannya saja. Jujur saja, walaupun memang aku bukan temannya lagi, aku masih prihatin dengan dirinya sekarang.

Anabella? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang