22. Bersabar

14 7 2
                                    

Senyumku mengembang sempurna, sesempurna rasa bahagia yang membuncah dada.

Sejak saat itu hubunganku dengan ayah kembali membaik seperti sedia kala. Perbedaan yang pernah ada seolah tak apa kami lupakan begitu saja. Kini, yang ada hanyalah bahagia.

Bahagia menjalani hari-hari seperti sebelumnya.

Kuhabiskan waktu pagi dengan sarapan bersama ayah, berangkat menimba pendidikan hingga siang menjelang sore di sekolah, barulah sorenya adalah waktu menikmati teh atau kopi sembari berbincang bersama ayah.

Membaik ....
Seperti dulu lagi.

Sudut bibirku terangkat menggambarkan kebahagiaan. Marah dan saling tak sapa itu ... tak enak rasanya, mengingat bahwa selama ini ... kami tinggal bersama.

Tak mungkin aku marah pada sosok yang selama ini membesarkanku. Tak mungkin aku membuat sedih ayah dengan tidak menyapanya selama beberapa waktu.

Ada saja percakapan yang membuat perbedaan itu ada. Perbedaan pendapat mengenai topik yang dibahas apa saja. Akan tetapi ... tidak.

Tidak lagi aku harus heran, marah, atau bahkan kecewa pada ayah. Kurasa itu cukup sudah.

Memang, percakapan ringan antara orangtua dan anaknya pasti menimbulkan perbedaan walau sekecil apa pun itu. Mampu menimbulkan rasa marah sewaktu-waktu. Tapi, sesuatu sudah lebih dulu menghentikan keegoisan itu.

Sesuatu yang tertanam dalam hati.

Sesuatu yang bernama ... kesabaran.

Bersabar adalah cara terbaik untuk mempertahankan baiknya hubungan.

Senandika Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang