10

755 27 5
                                    

Sekolah full day, dua hari libur digunakan Nasya untuk sekedar tidur. Sedangkan, urusan bersih-bersih rumah itu adalah tanggung jawab Jordan. Jam dinding rumah Nasya sudah menunjukkan angka sembilan pagi, namun ia masih belum tersadar dari mimpi indahnya.

Jordan yang melihat hal itu tidak memberanikan diri untuk membangunkan kakaknya, sebab ia tau Nasya tidak pernah tidur cukup. Walaupun, libur malam ini ia akan tetap bekerja lagi. Jam kerja Nasya yang sampai tengah malam membuat ia harus rela pulang pukul satu malam dengan waktu yang terbatas untuk tidur. Tidak baik memang untuk seorang remaja apalagi seorang gadis seperti Nasya pulang larut malam, tetapi ia harus tetap bekerja dan bekerja demi kehidupannya dan Jordan. Setelah melihat Nasya di kamarnya, Jordan pun kembali untuk membersihkan perkarangan rumahnya dari daun - daun yang kering.

Drrrrrt... Drrrrrt... Drtttt

Dering handphone Nasya berbunyi. Iapun mengambil handphone yang berada di bawah tubuhnya itu. Ia juga bingung, mengapa itu handphone bisa ia tindihi. Dengan cepat Nasya menggeser tombol berwarna hijau ke atas.

"Sayang, aku mampir ke rumah kamu ya," ucap Devan dari seberang sana.

Mendengar suara Devan Nasya langsung menghembuskan nafas dengan kencang. Baru sekarang Devan mulai mengalah dengan egonya itu. Sebenarnya Nasya masih marah, tapi kalau ia tetap marah mungkin hubungan dirinya dengan Devan akan berakhir dengan cepat. Mungkin juga dengan cara mengalah suatu hubungan akan bertahan. Entah, sampai kapan? Kita lihat saja. Nasya mulai membatin.

"Terserah," pungkas Nasya yang kemudian memutuskan sambungan telepon secara sepihak.

Meski berpikir untuk mengalah, Nasya tetap merasa jengkel terhadap Devan. Terserah Devan saja, ia sudah muak. Nasya pun melanjutkan tidurnya. Tidak perduli apa yang sedang Devan rasakan, laki-laki yang berprofesi sebagai guru itu juga tidak memikirkan Nasya saat memutuskan untuk menyembunyikan hubungan mereka dari orang lain.

Walau Nasya masih marah dengan Devan dan memutuskan sambungan telepon tiba-tiba, Devan tetap membesarkan hati untuk menemui pacarnya itu. Saat Devan keluar dari mobilnya, ia sudah disambut oleh Jordan di depan rumah sembari menyapu perkarangan rumahnya.

Jordan menyenderkan sapu lidi di bawah pohon mangga besar di depan rumahnya sembari berkata, "Wah, kayaknya udah lama gak ketemu kakak."

"Iya, Jo. Biasa kakak sibuk," jawab Devan mengukir senyum di bibirnya, "Gimana sekolah?"

"Yah, gitu deh kak," jawab Jordan santai.

"Kakak kamu mana?" tanya Devan sambil melihat ke arah dalam rumah Nasya yang terlihat sepi.

"Biasa Kak Nasya masih tidur, yaudah kakak masuk dulu biar aku bangunin dulu," ajak Jordan.

Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah sederhana peninggalan orangtua Nasya dan Jordan. Tidak lama, Nasya keluar dari kamarnya dengan keadaan khas orang bangun tidur tanpa cuci muka sekalipun. Sedangkan Jordan hanya bisa membuntuti langkah kakaknya di depan.

"Aku bawakan nasi goreng, nih bawa ke dapur, Jo!" pinta Devan yang langsung dilakukan Jordan.

Devan melihat Nasya sedikit jijik, sedangkan Nasya seperti biasa saja seolah tidak perduli ia akan dinilai seperti apa di mata pacarnya itu. Malah ia menguap sembari mengucek-ngucek matanya yang terlihat masih ada belek.

"Kamu cewek jangan males-males mandi," cetus Devan yang dibalas dengan tatapan tidak suka Nasya.

"Yang bilang aku cowok siapa?" celetuk Nasya dibuat kesal pagi-pagi.

"Kamu dibilangin kok nyeletuk gitu," jawab Devan mulai menahan emosi.

Nasya terdiam sejenak memikirkan strategi bicara dengan Devan, ia takut kualat dengan gurunya sendiri tetapi ia juga patut marah terhadap pacarnya satu ini.

"Mending kamu pulang aja aku masih marah," usir Nasya sudah habis pikir.

"Yaudah kalau kamu maunya gitu," jawab Devan sambil berdiri dari tempat duduknya, "Kalau udah gak marah bilang ya!"

Devan tidak langsung meninggalkan Nasya, sebelum ia pergi ia elus puncak kepala Nasya terlebih dahulu. Ada rasa bersalah di hati Nasya, tetapi ia hanya bisa membiarkan Devan pergi dari rumahnya. Setelah Devan pergi seperti gurunya sekaligus pacarnya itu mau, Nasya pun masuk ke kamar mandi untuk mandi. Bukan langsung mandi, Nasya malah menangis tersedu-sedu mengurung diri di kamar mandi. Hanya dengan menangis Nasya dapat mengutarakan isi hatinya, bahwa ia sekarang kecewa amat sangat terhadap Devan.

Bisakah Devan merasakan apa yang dirasakan Nasya sekarang. Rasanya sesak. Pahit. Ingin mengakhiri, tetapi rasa itu masih tumbuh bersemi di hati. Tidak bisa dipungkiri cinta memang seketika membuat segelintir orang menjadi bodoh. Ya, bodoh kalau Nasya yang kuat bisa menangis hanya karena gurunya sendiri. Guru yang ia cintai itu. Apabila cinta, maka harus bertahan dan terus sabar. Mungkin hanya itu yang bisa menjadi solusi atas masalah Nasya kali ini.

Setelah selesai mandi dan berpakaian lengkap, Nasya iseng membuka notifikasi chat dari Dika. Mata Nasya terbelalak melihat chat Dika satu jam yang lalu mengabari kalau ia berangkat ke rumah Nasya. Dengan sigap Nasya langsung mulai bersiap. Ia mulai menyalahkan diri sendiri lagi. Kenapa ia bisa lupa kalau hari ini ada janji.

Tak lama Dikapun sampai di depan rumah Nasya. Dika tidak berani langsung masuk ke dalam rumah Nasya, ia hanya menunggu di depan rumah Nasya sampai cewek itu keluar dengan sendirinya.

Dika sedang asik bermain game di handphone miliknya sembari masih setia duduk di atas motor. "Kamu udah lama nunggu disini?" tanya seseorang yang mengejutkan Dika.

Bagaimana tidak mengejutkan bagi Dika melihat seorang Nasya sekarang bak bidadari jatuh ke bumi. Cewek di depan dirinya itu hanya berpenampilan sederhana, tetapi dari penampilan sederhana Nasya mengeluarkan aura maut yang ingin menjemput asmara dari hati Dika.

Nasya yang memakai dress berwarna navy selutut serta tas selempang kecil berwarna hitam, tak lupa sepatu putih yang ia pakai di kaki jenjang putih miliknya. Rambut Nasya yang pendek dengan gelombang yang sengaja ia buat untuk membuat kesan indah rambut miliknya. Wajah Nasya juga tidak di tabur make up berlebihan, ia hanya memakai bedak bayi dan lip tint di bibirnya. Dan semua itu memberi kesan cantik di mata seorang Dika.

"Kenapa bengong, kita gak jadi jalan?" tanya Dika membuyarkan lamunan nya.

"Jadi, yaudah naik!" pinta Dika kemudian dengan cepat memakai helm full face miliknya.

Tanpa aba-aba lagi Nasya mulai mencoba naik di jok belakang motor Dika. "Eh, Sya. Pakai helm dulu ini gue bawain!" pinta Dika orang yang ia ajak bicara langsung merespon cepat dengan tidak jadi menaiki jok belakang motor Dika.

"Gue pasangin ya," ucap Dika kemudian memasang kan helm di kepala Nasya.

Ada rasa yang aneh di dada Dika, seolah perasaan yang sudah lama ia pendam saat pertama kali bertemu Nasya sekarang malah menggebu-gebu sesaat mereka berpandangan lumayan lama. Sedangkan, Nasya hanya merasa risih tetapi ia terima saja perlakuan Dika kepadanya.

"Yaudah, yuk jalan!" ajak Dika setelah memasangkan helm.

Nasya dengan cepat naik ke jok belakang motor Dika. Tidak lama mereka meninggalkan perkarangan rumah Nasya. Jordan yang diam-diam melihat kakaknya pergi dengan cowok lain hanya bisa menyunggingkan senyuman seolah tidak percaya kakaknya bisa selingkuh juga.


#BacodAuthor

Mumpung besok lebaran ada extra part khusus hari ini nih,
Dari author cantik yang gagal mudik😂
Gak apa-apa taati peraturan pemerintah ya pembaca budiman👌🏻
Daripada bengong gak tau mau ngapa-ngapain
Mending baca double part untuk hari ini
Semoga suka ya,
Author ucapkan selamat hari raya idul fitri😇
Mohon maaf lahir dan batin🙏🏼

My Teacher is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang