Prolog

3.8K 76 10
                                    

Berjalan dengan kaki jenjangnya sembari masih sibuk merapikan seragam putih abu-abu yang ia pakai. Setelah semua sudah terlihat rapi, langkah kaki cewek itu ia lanjutkan memasuki gerbang sekolahnya.

Di situ semua mata adik kelas menatap dirinya dengan hormat, sesekali mereka juga tersenyum kepada cewek itu. Dengan manisnya cewek itu membalas senyum mereka, terkecuali dengan empat cewek yang menghalangi jalannya untuk memasuki kelas.

"Tumben lo gak telat," sindir Lia ketua geng dari mereka berempat.

"Urusan gue telat atau gak ke sekolah itu urusan lo juga? HAAAAH..."

Cewek yang setiap hari bermake-up menor yang bernama Karla itu berkata, "Udahlah jangan
ngurusin dia lagi napa!"

"Ish, gak penting banget ngurusin ni cewek." Kali ini cewek di samping Karla menyahut kemudian berlalu pergi.

Namanya itu Amel begitulah dia, ketika tidak ingin ikut campur dengan ulah sahabatnya Lia. Menurutnya, mengganggu cewek krempeng kayak Nasya itu bukanlah dirinya. Apa yang harus ia ganggu? Sementara ia tidak pernah ada masalah dengan Nasya.

Sama seperti Amel, cewek yang sedari tadi berdiri tanpa membuka suaranya bersender di tembok ikut menyusul langkah sahabat cueknya itu, dari pada ikut campur. Ya, dia Cindy cewek paling pendiam diantara geng mereka. Entah, Nasya ataupun seisi warga sekolah juga bingung bagaimana bisa Cindy menjadi anggota geng aneh Lia dkk.

Setelah satu per satu anggota Lia dkk cabut. Alhasil, Nasya berhasil masuk ke dalam kelas dengan tenangnya, walaupun akhirnya ia langsung disuguhkan sambutan dari keempat sahabatnya.

"Wah, akhirnya sahabat gue satu ini kagak telat." Sarah sahabat Nasya sekaligus teman sebangkunya melihat kehadiran Nasya pertama kali.

Tanpa menjawab perkataan Sarah dengan malas Nasya langsung duduk di kursinya. Melihat itu, keempat sahabatnya merasa aneh dengan sikap Nasya di pagi hari yang cerah ini.

"Lo kenapa, Sya?" tanya Tita sahabat Nasya yang paling cantik.

Bukan menjawab, Nasya hanya melirik Tita tanpa jawaban.

"Lo digangguin lagi yah sama geng cabe?" tuduh Wika sembari mengacungkan jari telunjuknya.

"Itu lo tau," jawab Nasya singkat.

Mendengar jawaban Nasya semua sahabatnya hanya bisa geleng kepala. Yah, Nasya memang seperti itu. Bukan dia tidak berani melawan Lia dkk. Tetapi, ia malas untuk berurusan dengan siapapun yang tidak menyukai dirinya, walaupun sebenarnya menghadapi orang seperti Lia harus mempunyai kesabaran ekstra karena menurutnya ketiga sahabat Lia hanya ikut menonton. Tidak membantu Lia ataupun menolong Nasya.

Puspa menatap Nasya sembari melipat kedua tangannya di depan dada, "Kalau Wika yang digituin sih, langsung dia gibeng tu anak."

"Oh, ya. Kalian tahu gak wali kelas kita katanya dari guru sosiologi yang baru itu
loh," ungkap Sarah.

Seperdetik semua sahabatnya itu mengingat guru sosiologi baru mereka.

"Baru tiga hari sekolah udah main belajar efektif ya, malah sekarang udah main wali kelas baru terus pembagian struktur organisasi kelas yang baru," pungkas Wika sembari menggelengkan kepalanya, "Pusing pala gue."

"Guru sosiologi baru yang ganteng itukan?" tanya Tita yang dijawab dengan anggukan oleh Sarah.

"Gue aja kagak tau guru sosiologi baru yang mana," jawab Nasya dengan santainya.

Mendengar itu keempat sahabatnya menertawakan Nasya sekeras-kerasnya. Semua isi kepala sahabatnya menyetujui kalau Nasya itu adalah siswi yang paling tidak update di sekolah. Bahkan, terkadang ia di hukum hanya karena hal sepele, yaitu tidak kenal nama guru yang sedang mengajar di kelasnya. Bisa juga ia salah panggil nama guru di kantor membuat dirinya sendiri harus rela membersihkan taman belakang sekolah hingga bersih.

My Teacher is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang