4

972 32 1
                                    

Pagi itu pintu kelas tertutup rapat. Nasya sangatlah yakin kalau pintu kelasnga tidak di kunci sehingga ia mudah untuk masuk ke dalam ruang kelas. Perlahan tangan Nasya pegang gagang pintu dan tangan satunya ia dorong bibir pintu satunya.

Byuuuur....

Air bekas pel di dalam ember berhasil mengguyur tubuh Nasya. Orang yang melakukan itu tertawa senang melihat baju seragam Nasya lagi-lagi basah karena ulahnya.

Entah, dimana sekarang keempat sahabat Nasya maupun temannya yang lain disana hanyalah ia dan juga Lia beserta murid kelas lain yang menyaksikan kejadian itu. Dika yang baru datang ke sekolah langsung disambut insiden yang tidak menyenangkan. Ia melihat gadis pemilik hatinya menangis tertunduk malu dengan keadaan basah kuyup. Sedangkan, semua orang disana hanya bisa menertawakan dirinya tanpa mau membantu.

Dika tarik tangan Nasya untuk jatuh kedalam dekapanya. Ia peluk tubuh yang basah dan juga bau karena air bekas pel. Sama sekali ia tidak perduli dengan hal itu, ia hanya ingin melindungi dan memberi kenyamanan untuk Nasya saat ini. Sedangkan Lia ia hanya bisa kesal melihat hal itu.

Dika melepaskan pelukannya. "Lo gak papa?"

Nasya hanya menjawab dengan anggukan kepala. Melihat itu membuat Dika kesal sendiri.

"Ngapain sih lo ngelakuin ini sama Nasya?" teriak Dika tak dapat menahan emosinya lagi.

"Supaya dia gak berani lagi deket sama lo," jawab Lia sejujurnya.

"Siapapun boleh deket sama gue kecuali lo!" tegas Dika sembari menunjukkan telunjuknya.

"Sadar, Dik. Gue yang ngejer lo bukan Nasya." Lia berjalan selangkah mendekati Dika.

Tiba-tiba Dika mendorong kedua pundak Lia untuk menjauhinya. "Stop ngejer gue karena gue gak mau di kejar siapapun!"

Puas mencampakkan orang yang membuat Nasya sedih, Dika langsung bergegas menggenggam tangan Nasya untuk berjalan bersamanya. Ia ingin Nasya pulang ke rumahnya sekarang juga bersamanya. Tidak perduli hari ini ia harus bolos bersama Nasya, tetapi hanya untuk saat ini ia tidak ingin Nasya menjadi pusat perhatian dan ia juga tidak ingin melihat cewek iblis seperti Lia.

Keempat sahabat Nasya baru saja tiba bersama di sekolah. Kedua mata mereka melihat air pel menggenangi teras kelas. Tidak ingin curiga mereka hanya mengacuhkan apa yang mereka lihat.

"Kalian tahu gak Puspa disuruh move on sama Amel kemarin," ungkap Wika sembari mendaratkan bokongnya di kursi.

"Jangan ngomong ke mereka, Wik!" protes Puspa tak terima.

"Emang kenapa?" tanya Sarah semakin penasaran.

"Secara Puspa gak bisa move on dari Randy dan sekarang tu cowok jadian sama Amelkan dan pastilah Puspa diancem supaya gak suka lagi sama pacar orang," jelas Wika sesingkat-singkatnya.

Tiba-tiba Puspa menangis dengan kencangnya. Puspa itu tipe yang pendiam tetapi dia juga cengeng. Sedikit saja seseorang menyenggol perasaannya sudah pasti ia akan mengeluarkan air mata. Puspa sangatlah membenci mendengar topik tentang Randy. Ia sudah benar-benar melupakan Randy, namun karena Amel saat itu masih mengira Puspa masih menyayangi mantan kekasihnya yang sekarang menjadi pacar Amel membuat Amel harus bertingkah lebih dihadapan Puspa.

"Lo kok malah nangis sih, Pus?" tanya Tita simpati.

"Jangan anggap gue lemah ya!" pinta Puspa sesengukan, "Bukan gue gak move on sama Randy, tapi Amel aja yang sensi mikirnya gituh!"

Wika, Sarah, maupun Tita berhenti bicara. Mungkin memang benar Puspa sudah tidak mempunyai perasaan terhadap Randy sehingga ia sangatlah menolak mentah-mentah kalau ia belum move on dari playboy itu.

My Teacher is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang