Chapter 3

270 46 8
                                    

"Mimpi adalah manifestasi dari kenangan yang terlupakan di masa lalu."

.
.
.

Tidurnya begitu lelap. Minho menggumam dalam hati. Duduk di tepi ranjang dan mengamati Lia. Dan dia nampak begitu polos, seperti anak kecil. Lelaki itu lalu mengangkat alisnya dan mengalihkan pandangannya ke bagian bawah tubuhnya dengan kesal.

Kalau memang baginya Lia seperti anak kecil, kenapa dia bisa terangsang seperti ini?

Minho menatap Lia lagi dan menggeram kesal. Kesal pada dirinya sendiri. Terlalu berbahaya berada di sini. Dia takut lupa diri dan menyerang Lia dalam tidurnya. Lalu menyesalinya. Dengan hati-hati, dilepaskannya pegangan jemari Lia di jemarinya, dan berdiri dari ranjang. Dia lalu membungkuk untuk menyelimuti Lia. Wajah Lia begitu dekat dengannya, napasnya berembus ringan dan teratur. Dan Minho tidak dapat menahan diri. Dikecupnya bibir Lia lembut. Sebelum kemudian melangkah pergi, meninggalkan kamar itu, meninggalkan Lia yang masih tertidur pulas.

•••

Pagi harinya Lia terbangun dengan kepala pening. Hujan sudah reda, tetapi masih menyisakan rintikannya yang membuat pagi hari ini gelap dan berkabut.

Setidaknya sudah tidak ada guntur...

Lia terduduk dan menyadari selimutnya melorot ke pinggang. Dia meraih selimut itu dan menaikkannya lagi ke dadanya karena hawa dingin langsung menyengatnya. Selimut itu tadinya terpasang rapi di tubuhnya. Siapa yang telah menyelimutinya ketika tidur. Ingatan Lia berputar, dan kemudian pipinya langsung terasa panas ketika mengingat kejadian kemarin malam, ketika dia menghambur ke dalam pelukan Minho tanpa malu.

Oh ya ampun!

Dengan begitu saja dia memeluk Lee Minho yang sangat angkuh dan terkenal galak itu -meski sekarang Minho tidak pernah bersikap buruk padanya, tetap saja image itu melekat pada pembawaannya- Dan anehnya, Minho tidak menolaknya. Dia sangat ingat bahwa Minho membalas pelukannya, menenangkannya, membawanya kembali ke ranjang dengan lembut dan menemaninya sampai dia tertidur...

Kenapa Minho begitu baik kepadanya?

•••

"Kau takut dengan petir?"

Nancy menatap Lia sambil tersenyum geli, dia lalu menyesap cangkir cokelatnya berusaha
menyembunyikan tawanya,

"Lia, hanya anak kecil yang takut
dengan petir."

"Yah, aku sebenarnya malu dengan ketakutan tidak wajarku itu."

Lia tersenyum sambil menatap perempuan cantik di depannya. Oh astaga, Nancy memang benar-benar cantik. Kulitnya memang agak pucat, tetapi Nancy pernah cerita bahwa dia menderita sakit yang lama sehingga harus terus di
dalam rumah.

"Sepertinya aku punya trauma masa lalu di waktu kecil."

"Trauma apa?" Nancy menyipitkan matanya dan meletakkan cangkirnya di meja.

Mereka berdua sedang duduk di
Garden Cafe pagi itu, kebetulan dosen memundurkan waktu
kuliah agak siang karena ada acara wisuda, jadi sambil menunggu jam kuliah, Lia mengajak Nancy ke Garden Cafe yang biasa dia kunjungi setiap pagi... Nancy ternyata penggemar kopi, katanya kopi bisa membuatnya lebih segar
menghadapi hari.

Sweet Enemy || Lia Lee Know [REMAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang