Baju-baju kecil itu berserakan di lantai, suara derap langkah ke sana kemari meramaikan suasana kamar dengan dua ranjang yang saling bersebelahan. Jendela yang terbuka lebar, membuat tirai berwarna biru itu melambai tak tentu arah.
"Aduh!"
Tirai tersebut telah memakan korban sampai terjatuh karena tersangkut oleh kaki mungilnya. Tawa dari sisi ranjang lain terdengar membuat sosok yang masih terduduk di lantai itu merengut kesal.
"IH! ECHAN! SAKIT!"
Sosok mungil lain berlari menghampiri dengan pipi gembil yang bergerak lucu, menjulurkan tangan pendeknya untuk membantu.
"Makanya, jangan lari-lari! Jatuh, kan?"
Tangan mungil itu menggosok pelan bagian tubuh belakang yang menjadi titik jatuhnya, "Pantat Nana sakit, usap!" pintanya dengan merengek.
Sebagai kakak yang baik, anak yang bernama Echan bergerak mengusap pantat sang adik dengan lembut, "Cepat sembuh, maaf adikku tidak hati-hati."
Si kecil Nana tertawa mendengar kalimat yang terlontar dari mulut kakaknya.
"Eh, ayo, dasinya dipakai. Nanti terlambat!" seru si sulung tiba-tiba.
Segera dua anak kecil itu berlari menuju ke ranjang masing-masing, mengambil dasi kupu-kupu yang telah disiapkan sang ibu tadi pagi. Hanya dengan menjepit, keduanya telah rapi. Tubuh mereka berbalik untuk saling menghadap.
"Tampan!" seru dua anak itu bersamaan, mereka tertawa.
Dengan menautkan jemari mungil itu, mereka berlari keluar dari kamar yang berantakan. Derap sepatu yang saling bersahutan menuruni tangga itu menarik perhatian sosok yang baru saja memasuki rumah.
"Haechan, Nana, apa yang Ayah katakan sebelum kalian menginjak usia delapan tahun mendatang?"
"Tidak boleh berlari saat menuruni tangga, Ayah!" jawab dua anak itu dengan serempak.
Salah satu alis pria tersebut terangkat mendengar jawaban tersebut, "Lalu yang Ayah lihat tadi?"
"Tadi kita berlari saat tidak ada Ayah, kok."
Jawaban si sulung Haechan membuat sang Ayah menghela napas panjang. Sulit sekali memarahi mereka jika jawabannya yang masuk akal terlontar.
"Echan! Lihat!"
Sebelum merespon, lengan pendek itu ditarik oleh sang adik. Dengan pemandangan halaman belakang yang sudah penuh dengan balon warna-warni serta dua meja menjadi tempat kue ulang tahun milik anak kembar tersebut. Angka lima menjadi penghias yang paling bersinar di sana.
"Uwaaa!" decakan kagum dari dua anak itu menggema di sana.
Tidak ada tamu, hanya ada keluarga kecil yang merayakan.
"Sudah semuanya?"
Suara wanita yang terdengar lembut itu mengalihkan atensi si kembar, senyum mereka mengembang seraya mengangkat ibu jari bersama-sama.
"Siap, Mama!"
Dua anak tersebut berdiri di masing-masing kue ulang tahun yang didesain sesuai karakter mereka sedangkan pasangan suami istri berdiri di depan, menjadi tamu special sang buah hati.